67. Hidup Dalam Sedikit Keserupaan dengan Manusia Benar-benar Menyenangkan

Oleh Saudari Ta Shi, Kanada

Tuhan Yang Mahakuasa berkata: "Sebelum kesudahan dari rencana pengelolaan-Nya selama 6.000 tahun—sebelum Dia menyatakan akhir dari setiap kategori manusia—pekerjaan Tuhan di bumi adalah demi keselamatan, semua itu bertujuan agar orang-orang yang mengasihi Dia sempurna sepenuhnya, dan menuntun mereka supaya tunduk pada kekuasaan-Nya. Tidak peduli bagaimana cara Tuhan menyelamatkan manusia, itu semua dilakukan dengan membuat mereka melepaskan diri dari sifat lama mereka yang sudah rusak; yaitu, Dia menyelamatkan mereka supaya mereka mencari kehidupan. Jika mereka tidak mencari kehidupan, mereka tidak akan tahu cara menerima keselamatan Tuhan. ... Di masa lalu, cara keselamatan-Nya adalah menunjukkan kasih dan belas kasihan yang sangat besar, sehingga Dia menyerahkan segala milik-Nya kepada Iblis untuk ditukar dengan seluruh umat manusia. Hari ini tidak seperti masa lalu: hari ini, keselamatanmu terjadi di akhir zaman, di saat masing-masing manusia dikelompokkan menurut jenisnya; cara keselamatanmu bukanlah kasih atau belas kasihan, tetapi hajaran dan penghakiman agar manusia dapat diselamatkan secara menyeluruh. Dengan demikian, yang engkau terima seluruhnya adalah hajaran, penghakiman, dan pukulan tanpa ampun. Namun, ketahuilah bahwa dalam pukulan yang tak kenal ampun ini tidak ada hukuman sedikit pun. Ketahuilah bahwa terlepas dari betapa kerasnya firman-Ku, yang engkau terima hanyalah beberapa kata yang tampaknya sangat kejam bagimu, dan ketahuilah bahwa, terlepas dari betapa hebatnya amarah-Ku, apa yang terjadi padamu tetaplah perkataan pengajaran, dan Aku tidak bermaksud menyakiti engkau, atau menyebabkan engkau mati. Bukankah ini semua faktanya? Ketahuilah bahwa hari ini, entah itu penghakiman yang benar atau pemurnian dan hajaran tanpa ampun, semuanya adalah demi keselamatan. Terlepas dari apakah hari ini ada pengelompokan masing-masing manusia menurut jenisnya, atau penyingkapan berbagai jenis manusia, seluruh ucapan dan pekerjaan Tuhan adalah untuk menyelamatkan orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Penghakiman yang benar adalah untuk memurnikan manusia, pemurnian yang tanpa ampun adalah untuk menyucikan manusia, perkataan keras atau hajaran semuanya adalah untuk memurnikan dan untuk keselamatan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Engkau Harus Mengesampingkan Berkat Status dan Memahami Kehendak Tuhan untuk Memberikan Keselamatan kepada Manusia"). Dahulu aku berpikir bahwa Tuhan menunjukkan kasih-Nya dengan menganugerahkan kasih karunia dan berkat kepada manusia. Aku tidak mengerti mengapa Tuhan berkata bahwa penghakiman dan hajaran-Nya juga merupakan kasih. Namun kemudian, aku mengalami dihakimi, disingkapkan, ditangani, dan dimurnikan oleh firman Tuhan, dan memperoleh sedikit pemahaman tentang natur jahatku yang sombong dan merasa diri penting. Sikap kasarku menjadi berkurang, dan aku jadi mampu dengan sadar berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran saat menghadapi masalah; aku juga jadi mampu mendengarkan saran orang lain dan hidup dalam sedikit keserupaan dengan manusia. Inilah bagaimana aku benar-benar mengalami bahwa penghakiman dan hajaran Tuhan adalah penyelamatan-Nya bagi umat manusia, bahwa keduanya adalah jenis kasih yang paling sejati.

Tahun lalu, gereja sedang bersiap untuk membuat sebuah film, jadi saudara-saudari merekomendasikan agar aku mengambil tugas sebagai sutradara. Aku ingat ketika pertama kali aku memulai tugas itu, aku merasa sedikit gugup, tetapi aku berdoa kepada Tuhan dan berangsur-angsur aku menjadi tenang, dan aku mulai memiliki pengalaman. Lalu, saudara-saudari terus mengadopsi gagasanku. Setelah melihat film yang kusutradarai, mereka mengaguminya. Pemimpin juga mengatakan bahwa aku memiliki kualitas untuk menjadi seorang sutradara. Aku sangat bahagia mendengar itu dan berpikir: "Dengan sedikit latihan lagi, tak diragukan lagi, aku akan menjadi mahir." Saat bekerja dengan saudara-saudari sejak saat itu, aku tidak serendah hati seperti sebelumnya, tetapi aku berbicara dengan penuh percaya diri, dan merasa sangat bangga. Aku juga ingin mengambil keputusan akhir dalam segala hal dan tidak memikirkan orang lain. Saat seseorang mempertanyakan gagasanku atau memberi saran lain, aku tetap bersikeras, bersikap tidak sabar, dan memandang rendah mereka. Aku merasa telah melampaui mereka dalam segala hal, bahwa mereka harus melakukan apa yang kukatakan, dan bukannya berdebat denganku. Dan di mataku, mereka hanya mengemukakan masalah-masalah kecil yang bahkan tak layak untuk didiskusikan. Jadi aku selalu bertanya, "Apakah ini masalah prinsip?" untuk membungkam mereka. Suatu kali, Saudari Zhang, pemeran utamanya, memintaku melihat semua kostum yang telah dipilihnya. Pikirku, "Bagaimana kau bisa memiliki selera yang sedemikian buruk?" Aku menyuruhnya untuk memilih yang baru semuanya. Aku menolak banyak pilihan pakaiannya. Aku dipenuhi dengan pemikiran bahwa karena aku adalah sutradaranya, maka kupikir perasaanku benar dan mereka harus mendengarkanku. Saudara-saudari akhirnya merasa terkekang olehku dan tidak mau memberi saran lagi. Aku benar-benar merasa tidak enak ketika melihat ini, tetapi kemudian pikirku, aku hanya mempertimbangkan pekerjaan kami, dan aku tidak mungkin salah dalam hal ini. Jadi, aku tidak terlalu memikirkannya. Selama masa itu, pemimpinku memberiku persekutuan dan menyingkapkan diriku, dengan mengatakan aku terlalu congkak dan aku suka mengendalikan orang, dan memperingatkanku untuk tidak mengarahkan pandanganku kepada orang lain, tetapi merenungkan diriku sendiri dan menerapkan kebenaran untuk menyelesaikan masalah-masalahku sendiri. Namun pada saat itu aku sama sekali tidak memahami naturku sendiri. Aku merasa aku benar-benar bertanggung jawab dalam pekerjaanku. Aku terus hidup dalam keadaan yang memberontak dan keras kepala seperti itu, dan aku tidak lagi dapat bekerja dengan baik bersama saudara-saudari. Dengan berjalannya waktu, masalah terus muncul dalam pekerjaan kami yang menghambat kemajuan kami.

Suatu hari, aku mendengar seorang pemimpin kelompok yang kukenal yang telah diberhentikan karena menunda pekerjaan dengan bersikap congkak, tidak mampu menerima kebenaran, dan mengekang saudara-saudari. Itu membuatku merasa agak takut. Aku tahu aku telah bersikap seperti pemimpin kelompok itu. Aku merasa Tuhan sedang memberiku peringatan, jadi aku memutuskan aku tidak bisa terus bersikap egois seperti itu. Sebaliknya, aku harus mengendalikan diri, berbicara dengan lebih ramah, dan melakukan yang terbaik untuk berkomunikasi dan mendiskusikan pekerjaan dengan orang lain. Namun aku masih belum memiliki pemahaman apa pun tentang naturku sendiri, jadi aku tidak mencari kebenaran untuk menyelesaikannya.

Setelah beberapa saat, karena kemajuan dalam tim kami sangat lambat, pemimpin mengatur agar Saudari Liu bekerja denganku. Awalnya aku tidak bisa menerimanya. Kupikir pemimpin pasti meragukan kemampuanku, tetapi karena itu sudah diatur, aku dengan enggan menerima keputusan itu. Dalam diskusi kerja sejak saat itu, aku mendapati pemimpin selalu meminta nasihat Saudari Liu. Aku benar-benar gelisah dan merasa pemimpin tidak menganggapku serius. Aku mulai membenci Saudari Liu. Namun lebih dari itu, aku menentang Saudari Liu. Aku tidak bisa menerima dia. Jadi, setiap kali kami mendiskusikan pekerjaan kami, aku hanya duduk diam di sana dengan cemberut. Suatu kali, dia menemukan beberapa masalah dalam pekerjaan tim dan memberikan beberapa saran yang sangat disukai saudara-saudari kami, tetapi aku sama sekali tidak menyukainya. Aku menolak untuk mendengarkan sarannya. Ketika semua orang meminta pendapatku, aku menahan amarahku dan berkata: "Terserah." Pemimpin kemudian menanganiku, dengan mengatakan aku tidak menjunjung tinggi pekerjaan rumah Tuhan. Aku sebenarnya merasa tidak enak dan aku tahu bahwa apa pun yang terjadi, aku tidak bisa terus-menerus melampiaskan perasaan frustrasiku pada pekerjaan rumah Tuhan. Namun aku benar-benar tidak bisa menerimanya. Pikirku, "Jika kau hanya selalu mendengarkan Saudari Liu, apa lagi yang harus didiskusikan?" Aku terus berpikir aku benar dalam segala hal, jadi dalam beberapa diskusi kerja selanjutnya aku berpegang teguh pada pendapatku sendiri dan aku tidak setuju dengan Saudari Liu bahkan ketika sarannya masuk akal. Aku menganggap dia sedang pamer. Pernah dia merekomendasikan aktor tertentu dan aku mengemukakan semua masalah dengan aktor itu dan menolak sarannya. Aku sama sekali tidak mau mendengarkannya. Aku ingin memegang kendali semua pekerjaan. Saudari Liu akhirnya merasa terkekang olehku dan tidak mau lagi memberikan sarannya. Selama masa itu, karena aku hidup dalam watak yang congkak, merasa diri benar, dan tidak mencari kebenaran, rohku perlahan-lahan jatuh ke dalam kegelapan. Aku merasa tertekan setiap hari dan sepertinya Tuhan sedang menyembunyikan diri dariku. Aku tidak memiliki apa pun untuk kukatakan kepada Tuhan dalam doa-doaku dan firman Tuhan tidak meresap ketika aku membacanya. Pikiranku kosong dan aku tumpul dalam tugasku. Aku tidak bisa melihat masalah apa pun. Aku hidup dalam keadaan gelisah, dan terus merasa sepertinya sesuatu akan terjadi.

Beberapa hari kemudian, pemimpin kami datang untuk mengadakan pertemuan dengan kami. Dia menyingkapkan watakku dan berkata aku terlalu congkak, bahwa aku otoriter dan sewenang-wenang dalam tugasku, dan aku benar-benar telah mengganggu pekerjaan kami. Dia menyuruhku pulang untuk melakukan beberapa perenungan serius dan merenungkan diriku sendiri. Aku terkejut mendengarnya, tetapi aku berdoa kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, berkata dalam doaku, "Ya Tuhan, apa pun situasi yang kuhadapi, aku percaya itu semua diatur oleh-Mu dan aku bersedia untuk tunduk." Aku sama sekali tidak bisa tidur malam itu. Aku berpikir tentang betapa aku sudah lama menjadi sutradara, tetapi besok aku harus pergi dari situ. Aku tidak bisa melepaskannya dan aku benar-benar kesal, aku tidak bisa menahan air mataku. Aku ingin menggunakan kesempatan itu untuk melakukan perenunganku dan merenungkan diriku sendiri, sehingga aku bisa bangkit kembali di tempat aku telah jatuh. Namun di rumah aku tidak bisa berfokus pada firman Tuhan dan merasa benar-benar menderita. Yang bisa kulakukan adalah datang ke hadapan Tuhan dan berseru kepada-Nya berulang kali. Aku berkata, "Ya Tuhan, aku sangat menderita. Kumohon tolonglah aku dan lindungilah hatiku agar aku dapat memahami kehendak-Mu dalam situasi ini, dan mengenal diriku sendiri." Dengan terus berdoa kepada Tuhan, aku akhirnya bisa merasakan kedamaian.

Beberapa saudara-saudari datang untuk mengunjungiku pada keesokan harinya, untuk memberiku persekutuan dan membantuku, dan mereka menyebutkan beberapa masalahku. Aku ingat seorang saudari berkata, "Kau telah banyak berubah sejak mulai bekerja sebagai sutradara. Kau bahkan memandang orang lain secara berbeda dan kau ingin mengambil keputusan akhir dalam segala hal. Kau benar-benar suka mengendalikan orang dan sulit bekerja denganmu." Seorang saudara berkata, "Dalam diskusi kerja, kami semua santai ketika kau tidak berada di sana, tetapi segera setelah kau datang, kami semua gelisah, takut kau akan menolak pemikiran dan gagasan kami." Setiap perkataan yang keluar dari mulut mereka seperti pisau yang menusuk hatiku. Aku malu menghadapi mereka dan aku merasa sangat buruk. Sepanjang hidupku, aku tidak pernah merasa segagal itu. Sedemikian buruknya, sampai-sampai saudara-saudari tidak berani mendekatiku, dan takut ketika mereka melihatku. Pikirku, "Apakah aku masih manusia normal? Bagaimana aku bisa begitu tidak peka?" Aku tidak pernah menyadari bahwa watakku yang congkak dapat mengekang dan membahayakan orang lain. Aku sudah tahu bahwa aku congkak dan pemimpin sering bersekutu denganku, tetapi aku tidak pernah terlalu memikirkannya. Sebaliknya, aku menganggap kecongkakanku adalah karena aku memiliki kualitas yang lebih tinggi. Siapa yang tidak congkak jika mereka berbakat dan berkualitas tinggi? Itu sebabnya aku tidak pernah mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. Namun melalui pertolongan dan persekutuan saudara-saudari akhirnya aku menemukan kedamaian di hatiku dan bisa menenangkan diri untuk merenungkan perilakuku.

Ketika aku merenung, aku membaca dua bagian dari firman Tuhan. Tuhan berkata: "Jika engkau benar-benar memiliki kebenaran di dalam dirimu, jalan yang engkau tempuh akan secara alami menjadi jalan yang benar. Tanpa kebenaran, akan mudah bagimu untuk melakukan kejahatan, dan engkau akan melakukannya meskipun engkau sendiri tidak mau. Misalnya, jika kecongkakan dan kesombongan ada dalam dirimu, engkau akan merasa mustahil untuk berhenti menentang Tuhan; engkau akan merasa terdorong untuk menentang Dia. Engkau tidak akan melakukannya dengan sengaja; engkau akan melakukannya di bawah dominasi naturmu yang congkak dan sombong. Kecongkakan dan kesombonganmu akan membuatmu memandang rendah Tuhan dan menganggap-Nya tak berarti; itu akan mengakibatkanmu untuk meninggikan diri sendiri, membuatmu selalu menonjolkan diri, dan pada akhirnya duduk di tempat Tuhan dan memberi kesaksian bagi dirimu sendiri. Pada akhirnya engkau akan mengubah ide, pemikiran, dan gagasanmu sendiri menjadi kebenaran yang harus disembah. Lihatlah betapa banyak kejahatan yang dilakukan manusia di bawah dominasi natur mereka yang congkak dan sombong!" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Mengejar Kebenaran Orang Dapat Mencapai Perubahan dalam Wataknya"). "Kecongkakan adalah akar dari watak manusia yang rusak. Semakin congkak manusia, semakin besar kemungkinan mereka untuk menentang Tuhan. Seberapa seriuskah masalah ini? Orang yang memiliki watak yang congkak tidak hanya menganggap orang lain berada di bawah mereka, tetapi, yang terburuk dari semuanya, mereka bahkan bersikap merendahkan Tuhan. Meskipun, secara lahiriah, beberapa orang mungkin tampak percaya kepada Tuhan dan mengikuti Dia, mereka sama sekali tidak memperlakukan-Nya sebagai Tuhan. Mereka selalu merasa bahwa mereka memiliki kebenaran dan menganggap diri mereka hebat. Inilah esensi dan akar dari watak yang congkak, dan itu berasal dari Iblis. Karena itu, masalah kecongkakan harus diselesaikan. Merasa bahwa seseorang lebih baik daripada yang lain—itu adalah masalah sepele. Masalah seriusnya adalah bahwa sikap congkak seseorang menghalangi orang tersebut untuk tunduk kepada Tuhan, pada pemerintahan-Nya, dan pengaturan-Nya; orang seperti itu selalu merasa ingin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Orang seperti ini tidak sedikit pun menghormati Tuhan, apalagi mengasihi Tuhan atau tunduk kepada-Nya" (persekutuan Tuhan). Aku menyadari dari firman Tuhan bahwa kecongkakan dan kesombonganku menyebabkan aku memberontak dan menentang Tuhan. Sejak aku melakukan tugasku sebagai sutradara, saat aku berhasil, aku berpikir itu karena kerja kerasku sendiri, bahwa aku lebih baik daripada yang lain. Aku mulai mengabaikan orang lain, dan dengan keras kepala memegang pendapatku sendiri, ingin mengambil keputusan akhir dalam segala hal. Ketika aku gagal mencapai hasil dalam tugasku, aku tidak pernah memikirkan apakah masalahnya ada padaku, tetapi hanya berfokus kepada saudara-saudariku. Aku dengan sikap merendahkan menangani dan menceramahi orang lain. Aku memandang rendah semua orang karena kecongkakan dan kesombongan. Aku tidak bisa melihat kekuatan orang lain, dan menganggap semua gagasanku adalah yang terbaik. Aku menolak saran semua orang di setiap kesempatan, dan aku mengendalikan orang lain. Aku gagal mengenal diriku sendiri karena kecongkakan dan kesombonganku dan bahkan setelah dipangkas dan ditangani berkali-kali, aku tidak mau menerimanya atau merenungkan diriku. Aku sama sekali tidak memiliki hati seorang yang mencari. Ketika perkembangan pekerjaanku melambat dan menjadi jelas bahwa aku tidak bisa mengelola pekerjaan itu, aku tetap tidak mau bekerja dengan orang lain atau mengizinkan mereka ikut campur dalam tugasku. Aku merasa itu akan mengurangi otoritasku dan mengancam reputasi dan posisiku. Aku ingin secara total memegang kendali, dan aku ingin mengambil keputusan akhir. Bukankah aku sedang berjalan di jalan penentangan terhadap Tuhan? Ketika Saudari Liu berhasil dalam tugasnya sehingga mengancam posisiku, aku tahu betul bahwa dia benar dan apa yang disarankannya akan bermanfaat bagi pekerjaan rumah Tuhan, tetapi aku tidak mau menerimanya. Sebaliknya aku mencari-cari kesalahannya, dan ketika aku melihat saudara-saudari sependapat dengan dia, aku tidak bisa menerimanya, dan melampiaskan perasaan frustrasiku pada pekerjaan gereja. Aku lebih suka melihat pekerjaan rumah Tuhan mengalami kerugian demi melindungi reputasi dan statusku sendiri. Di mana rasa hormatku kepada Tuhan? Di mana hati nurani dan nalarku? Aku melihat aku telah hidup menurut watak jahatku yang congkak dan sombong, memaksakan pemikiran dan pendapatku sendiri kepada saudara-saudari seakan-akan itu adalah kebenaran, membuat orang mendengarkanku dalam segala hal. Bukankah itu artinya ingin setara dengan Tuhan, dan ingin mengendalikan orang lain? Aku sudah lama melanggar ketetapan administratif Tuhan: "Manusia tidak boleh membesarkan atau meninggikan dirinya sendiri. Dia harus menyembah dan meninggikan Tuhan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Sepuluh Ketetapan Administratif yang Harus Ditaati Umat Pilihan Tuhan pada Zaman Kerajaan"). Aku akhirnya menyadari bahwa aku berada dalam posisi yang rawan. Kelihatannya aku melakukan tugasku setiap hari, bahwa aku bersemangat untuk mengorbankan diri, tetapi aku menyingkapkan watak iblis dalam segala hal. Semua tindakanku bertentangan dengan kebenaran, aku sedang mengganggu pekerjaan gereja. Aku sedang melakukan kejahatan, menentang Tuhan, dan menyinggung watak-Nya! Aku heran bagaimana aku bisa sampai pada titik itu. Itu karena aku memiliki natur yang sedemikian congkak dan kerasnya. Aku tidak pernah menerima kebenaran, jadi akhirnya aku mendatangkan kemarahan Tuhan atasku. Aku melihat bahwa aku telah sedemikian dirusak oleh Iblis, sehingga aku sama sekali tidak memiliki kenyataan kebenaran. Mampu mengambil tugas yang sedemikian penting adalah cara Tuhan mengangkatku, dan mengalami kesuksesan dalam tugasku sepenuhnya adalah berkat pekerjaan Roh Kudus, sama sekali bukan karena aku punya kemampuan. Aku memahami bahwa ketika aku mengandalkan naturku yang congkak dalam tugasku, Roh Kudus berhenti bekerja dan aku tidak mampu menemukan solusi apa pun atau menyelesaikan apa pun. Namun meskipun demikian, aku masih merasa sepertinya aku baik-baik saja. Kecongkakanku tidak masuk akal, tanpa sedikit pun kesadaran diri. Baru pada saat itulah aku mulai merasa jijik dan benci pada naturku yang congkak.

Kemudian aku membaca firman dari Tuhan berikut ini: "Engkau semua hidup di negeri dan penuh dosa dan kebejatan, dan engkau semua adalah orang yang bejat dan berdosa. Saat ini, engkau semua bukan hanya dapat memandang Tuhan, tetapi yang terlebih penting, engkau telah menerima hajaran dan penghakiman, engkau telah menerima penyelamatan yang benar-benar mendalam, dengan kata lain, engkau telah menerima kasih Tuhan yang terbesar. Dalam segala yang Dia lakukan, Tuhan benar-benar mengasihimu. Dia tidak memiliki niat jahat. Karena dosamulah Dia menghakimimu, supaya engkau memeriksa dirimu sendiri dan menerima penyelamatan yang luar biasa ini. Semua ini dilakukan dengan tujuan demi menyempurnakan manusia. Dari awal hingga akhir, Tuhan telah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan manusia, dan tidak memiliki keinginan untuk memusnahkan manusia sama sekali, manusia yang Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri. Kini, Dia telah datang di antaramu untuk bekerja, dan bukankah penyelamatan seperti ini bahkan lebih besar? Jika Dia membencimu, akankah Dia masih melakukan pekerjaan yang sedemikian besar untuk membimbing engkau semua secara pribadi? Mengapa Dia harus begitu menderita? Tuhan tidak membencimu atau berniat jahat terhadapmu. Engkau semua harus mengetahui bahwa kasih Tuhan adalah kasih yang paling sejati. Hanya karena ketidaktaatan manusia, Dia harus menyelamatkan mereka melalui penghakiman; jika bukan karena ini, mereka tidak akan mungkin diselamatkan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Fakta Sesungguhnya di Balik Pekerjaan Penaklukan (4)"). Aku membaca firman Tuhan berulang kali. Aku merasakan kehangatan di hatiku dan merasa sangat tersentuh. Aku memahami bahwa, dengan menyingkapkanku seperti itu, Tuhan tidak sedang menghukum atau menyingkirkanku, dan Dia tidak secara sengaja membuat segala sesuatu sulit bagiku. Dia sebenarnya melakukannya demi keselamatanku. Aku memiliki natur yang secongkak dan sekeras itu dan Tuhan tahu apa yang kubutuhkan. Dengan kehilangan tugasku dan dipangkas serta ditangani oleh saudara-saudari, aku mulai mengenal watak congkakku sendiri dan dapat merenungkan jalan yang telah kutempuh, dan sungguh-sungguh bertobat kepada Tuhan sehingga aku tidak akan lagi memberontak dan menentang Dia. Meskipun aku mengalami penderitaan dan kenegatifan melalui proses itu, tanpa penghakiman dan hajaran seperti itu, hatiku yang mati rasa tidak mungkin disadarkan. Aku tidak mungkin akan bisa merenungkan perilakuku atau mengetahui watak Tuhan yang benar. Aku tidak mungkin mampu sungguh-sungguh bertobat kepada Tuhan, tetapi hanya akan terus bersaing dengan-Nya dan menentang-Nya, akhirnya menyinggung watak-Nya dan dihukum. Aku akhirnya mengalami sendiri bahwa penghakiman dan penyingkapan firman Tuhan adalah perlindungan-Nya bagiku, dan kasih yang paling sejati. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan ketika aku menyadari hal ini dan merasa aku harus mengejar kebenaran dengan sungguh-sungguh di masa depan sehingga aku bisa membuang watakku yang rusak dan segera hidup dalam keserupaan dengan manusia.

Setelah itu aku terus berdoa dan mencari. Aku bertanya-tanya bagaimana aku bisa berhenti hidup dengan watakku yang congkak dan berhenti menentang Tuhan. Sementara mencari, aku membaca firman dari Tuhan berikut ini: "Natur yang congkak membuatmu keras kepala. Ketika orang memiliki watak keras kepala ini, bukankah mereka cenderung bertindak semaunya dan gegabah? Lalu, bagaimana engkau menyelesaikan masalah keras kepalamu ini? Ketika engkau memiliki sebuah gagasan, tunjukkanlah dan katakanlah apa yang engkau pikirkan dan yakini tentang masalah ini, dan kemudian, sampaikankah hal itu kepada semua orang. Pertama, engkau dapat menjelaskan pandanganmu dan mencari kebenaran; inilah langkah pertama yang harus engkau lakukan agar dapat mengatasi watak keras kepalamu ini. Langkah kedua terjadi ketika orang lain menyuarakan pendapat yang berbeda—penerapan apa yang dapat engkau lakukan untuk membuatmu tidak keras kepala? Pertama-tama engkau harus memiliki sikap rendah hati, mengesampingkan apa yang engkau yakini benar, dan membiarkan semua orang mengikuti persekutuan. Meskipun engkau percaya jalanmu itu benar, engkau tidak boleh tetap bersikeras mempertahankannya. Itu, pertama-tama, adalah semacam peningkatan; hal itu menunjukkan sikap yang mencari kebenaran, menyangkal diri sendiri, dan memenuhi kehendak Tuhan. Sekali engkau memiliki sikap ini, pada saat yang sama engkau tidak mengikuti pendapatmu sendiri, engkau berdoa. Karena engkau tidak bisa membedakan antara benar dan salah, engkau mengizinkan Tuhan untuk menyingkapkan dan memberitahukan kepadamu apa yang terbaik, hal apa yang paling sesuai untuk kaulakukan. Sementara semua orang bergabung dalam persekutuan, Roh Kudus memberi kepadamu semua pencerahan-Nya" (persekutuan Tuhan). Aku menemukan jalan penerapan dari firman Tuhan. Jika aku tidak mau hidup dalam kecongkakan atau sewenang-wenang dalam tugasku, aku harus memiliki hati yang mencari kebenaran dan memiliki rasa hormat kepada Tuhan. Aku harus bekerja sama dengan saudara-saudari dan ketika ada perbedaan pendapat, aku harus bisa menyangkal diri dan mengesampingkan keakuanku, berdoa kepada Tuhan dan mencari kebenaran. Hanya dengan pola pikir itulah aku jadi lebih mudah dicerahkan oleh Roh Kudus, dan aku tidak akan pernah sampai memberontak dan menentang Tuhan serta merusak pekerjaan rumah Tuhan karena berpegang teguh pada gagasan-gagasanku sendiri. Menyadari semua ini seperti terang yang bersinar di hatiku. Aku menaikkan doa ini: "Ya Tuhan, mulai sekarang, aku ingin bekerja secara harmonis dengan saudara-saudari sehingga kami bisa mencari kebenaran bersama dan melakukan tugas kami sesuai dengan prinsip."

Tak lama setelah, itu aku diminta untuk menulis beberapa kalimat kaligrafi sebagai tugasku. Ketika aku mendengar ini, kupikir, "Menulis beberapa huruf kaligrafi tidaklah sulit. Aku sudah belajar kaligrafi, jadi aku cukup percaya diri untuk melakukan ini." Aku menulis beberapa versi, dan setelah melihatnya, Saudari Liu berkata, "Kurasa itu lumayan." Aku kembali merasa benci kepadanya saat itu dan berpikir, "Kau mengatakannya dengan sangat enggan. Apakah tulisan kaligrafiku benar-benar seburuk itu? Aku telah mempelajarinya, ini adalah sesuatu yang kukuasai. Bukankah aku tahu lebih banyak tentang kaligrafi daripadamu? Aku tahu bahwa kau tidak memiliki kemampuan untuk menilai hal semacam ini, dan kau sengaja mencari-cari kesalahan." Namun ketika pikiran-pikiran itu berseliweran di benakku, tiba-tiba aku menyadari bahwa aku salah. Bukankah itu kembali menyingkapkan watak yang congkak? Tanpa buang waktu lagi, aku segera datang ke hadapan Tuhan dalam doa: "Ya Tuhan, aku ingin memiliki sikap yang mencari dan taat, mengesampingkan diriku sendiri, dan memberikan segalanya demi menyelesaikan tugasku." Aku menulis versi lainnya dengan pola pikir itu, dan ketika Saudari Liu melihatnya, dia memberikan lebih banyak saran, menanyakan apakah aku bisa membuatnya lebih baik. Beberapa saudara-saudari sebenarnya mengatakan itu sudah bagus. Berdasarkan pada bagaimana perilakuku sebelumnya, jika aku menganggap aku benar dan orang lain juga setuju denganku, tidak ada lagi yang perlu dikatakan, dan aku akan tetap pada pendirianku. Namun bukan itu yang kupikirkan saat itu. Aku berpikir, "Saudara-saudari mengemukakan sudut pandang yang berbeda karena mereka sedang memikirkan tugas kami. Tak seorang pun yang melakukannya untuk mempersulit orang lain. Dan gagasanku belum tentu benar. Pada akhirnya, kami harus memutuskan apa yang akan mencapai hasil terbaik dalam tugas kami." Dengan pemikiran ini, aku mengambil inisiatif dan berkata: "Bagaimana kalau aku membuat versi lain dan kalian bisa memutuskan mana yang terbaik. Gunakan yang mana yang lebih kalian sukai." Ketika menulis dengan pola pikir itu aku merasa sangat tenang dan damai, kehilangan muka bahkan tidak terpikir olehku. Setelah aku selesai, aku kembali meminta pendapat mereka dan saudara-saudari memberiku lebih banyak saran. Itu semua adalah saran-saran yang bermanfaat. Yang kurasakan saat itu adalah bahwa aku sebenarnya membuat banyak kesalahan dan bahwa saudara-saudari memiliki banyak masukan-masukan bagus yang tidak kumiliki. Banyak gagasan dan saran mereka menutupi kelemahanku. Jadi melalui bantuan semua orang, melalui saling menutupi kelemahan masing-masing, kami lebih berhasil dalam tugas kami pada akhirnya. Setelah bekerja dengan saudara-saudari dengan cara ini selama beberapa waktu, aku mulai merasa sangat damai dan lebih dekat dengan mereka semua. Aku tidak kasar atau sombong dan sok berkuasa seperti sebelumnya, dan aku tidak lagi sulit didekati ketika yang lainnya mendekat kepadaku. Aku juga mendapati bahwa tidaklah terlalu sulit untuk menerima saran saudara-saudari, dan aku bisa menerima apa yang mereka katakan tentang kekuranganku dengan cara yang benar. Ada beberapa hal terjadi yang tidak kusukai, dan aku memang menyingkapkan beberapa kecongkakan, tetapi dengan saudara-saudari yang mengingatkan, aku dapat segera datang ke hadapan Tuhan. Aku rela mengesampingkan diriku sendiri, mencari kebenaran, dan melaksanakan tugasku sesuai dengan prinsip. Setelah melewati semua ini, yang sebenarnya kurasakan di hatiku adalah perasaan bahagia yang sejati. Aku melihat bahwa akhirnya aku mampu melakukan beberapa firman Tuhan, yang sebelumnya sangat sulit bagiku. Mengesampingkan diriku sendiri dan menerima saran orang lain begitu sulit, tetapi sekarang aku mampu mengamalkan sedikit firman Tuhan. Akhirnya aku bisa hidup dalam sedikit keserupaan dengan manusia. Aku tidak kasar seperti sebelumnya, aku tidak begitu menjijikkan bagi Tuhan, dan aku tidak mengekang orang lain seperti yang kulakukan sebelumnya. Setiap kali aku merenungkan semua itu, aku merasa sangat bersyukur kepada Tuhan. Jika bukan karena Tuhan menangani dan memangkasku, tanpa penghakiman dan penyingkapan firman-Nya, aku sama sekali tidak tahu seberapa congkak atau jahatnya diriku sekarang. Sedikit pemahaman dan perubahan yang kucapai hari ini sepenuhnya berkat penghakiman dan hajaran firman Tuhan.

Sebelumnya: 66. Bagaimana Aku Mengubah Diriku Yang Sombong

Selanjutnya: 68. Menuai Tuaian dari Dipangkas dan Ditangani

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini