80. Kisahku Bekerja dengan Orang Percaya Baru

Oleh Saudari Ouzhen, Myanmar

Pada April 2020, aku dipilih untuk melayani sebagai diaken gereja. Pada mulanya, aku agak gugup dan khawatir kinerjaku akan buruk, tapi berkat bantuan dan dukungan saudara-saudari, perlahan-lahan aku mulai memahami beberapa prinsip dan mampu melakukan beberapa pekerjaan. Belakangan, aku dipilih menjadi pemimpin gereja dan mengawasi lebih banyak pekerjaan. Terkadang, pemimpin atasanku sangat memujiku. Misalnya, dia berkata dia tidak perlu khawatir saat menugaskanku suatu pekerjaan, padahal dia harus mengawasi orang lain yang diberi pekerjaan yang sama. Ini membuatku berpikir bahwa kinerjaku cukup baik. Lalu, seorang saudara yang pernah kusirami, yang bernama Christopher, dipilih menjadi seorang peminmpin gereja. Kualitas Christopher biasa saja, tapi dia suka memberitakan Injil, dan hasilnya pun cukup bagus. Aku gembira saat dia terpilih karena itu mencerminkan kecakapanku, mengingat akulah yang menyirami dan membina dia.

Pada Juni 2022, aku pergi untuk memeriksa pekerjaan Injil di suatu desa. Christopher tidak bisa datang secara pribadi karena masalah keamanan, jadi dia menemaniku secara daring. Dia menanyakan situasi di desa kepadaku, dan ini dapat membantu kami mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya dengan tepat waktu. Namun saat itu, kupikir karena dia baru beriman dan baru saja menjadi pemimpin, mungkin dia tidak cakap dalam melakukan pekerjaan. Sudah dua tahun aku menjadi pemimpin dan aku telah memahami beberapa prinsip, apalagi aku sendirilah yang menyirami Christopher, jadi aku tak ingin bermitra dengannya dan tak ingin dia berpartisipasi dalam pekerjaan yang kuawasi. Suatu hari, Christopher mengirimiku pesan: "Apa rencanamu untuk desa itu ke depannya? Ayo kita diskusikan saat kau punya waktu luang." Aku merasa sedikit bertentangan saat melihat pesan itu: "Baru saja beberapa hari, dan kau sudah menanyakan perkembangan pekerjaanku? Mana bisa secepat itu. Lagi pula, proyekku bukan cuma ini." Aku tidak ingin membahas persoalan ini lebih lanjut dengannya, jadi aku hanya membalas, "Aku baru saja tiba dan belum mulai membuat rencana." Dia membalas: "Kalau begitu kau harus mulai membuat rencana sesegera mungkin." Sewaktu melihat pesannya, kupikir: "Apakah proyek ini bisa berhasil kalau aku membiarkan orang yang kualitas dan pengalamannya tidak sebanyak aku bertindak sebagai mitraku?" Aku tidak senang dengan semua ini. Setelah itu, saat Christopher menanyakan perkembangan terbaru pekerjaanku, aku hanya ingin mengabaikannya. Aku sangat jarang membahas pekerjaan dengannya, kurasa itu tidak ada gunanya, dan pada akhirnya aku sendirilah yang harus melakukan semuanya. Jadi, aku mengatur sendiri semua pekerjaan di desa. Suatu ketika, Christopher mengirimiku pesan yang isinya: "Ada beberapa petobat baru di desa tetangga yang tidak mau memberitakan Injil karena takut ditangkap. Sebelumnya mereka sangat bersemangat, tapi belakangan ini, mereka tidak lagi menghadiri pertemuan. Bisakah kau membantu mereka?" Saat membaca pesan darinya, kupikir: "Tidak perlu kau beri tahu. Tentu saja mereka butuh dukunganku, tapi sekarang aku tidak punya waktu. Desa itu pun cukup jauh, tidak semudah sekadar bangun lalu pergi. Lagi pula, akulah yang pada akhirnya akan pergi, bukan kau. Kau tidak melakukan apa-apa, jadi tidak ada gunanya berdiskusi denganmu. Aku punya ide dan rencanaku sendiri untuk proyek ini, akan kulakukan sesuai dengan jadwalku, aku tak butuh dibimbing dan diperiksa olehmu." Jadi aku membalas: "Aku belum punya waktu untuk pergi. Para petobat baru itu bekerja pada siang hari, dan jadwalnya belum cocok." Balasan Christopher hanya sebuah kalimat, "Oh, baiklah kalau begitu." Saat itu, kurasa dia merasa dibatasi olehku. Biasanya, jika dengan orang lain, dia akan bertanya lebih jauh tentang perincian pekerjaan, tapi dia tidak berani melakukannya setelah mendapat balasanku. Setelah itu, aku sama sekali tidak lagi membahas pekerjaan dengan Christopher, dan ketika dia mencoba menjadwalkan pertemuan denganku, aku selalu berkata, "Aku sedang sibuk dengan pekerjaan lain. Kita mengadakan rapat lain kali saja, saat aku punya waktu." Meskipun aku punya waktu luang, aku tidak menghubunginya dan langsung melakukan pekerjaan lain. Perlahan-lahan, saudara-saudari di ketiga tim yang kuawasi tidak bisa bekerja sama dengan harmonis, mereka hanya melakukan pekerjaan masing-masing dan jarang berdiskusi. Suasana pertemuan kami tidak semeriah gereja-gereja lain, dan hasil pekerjaan Injil kami pun buruk. Saat itu, aku sedikit sadar bahwa ini karena aku belum bekerja sama dengan Christopher, dan Tuhan sedang mengingatkanku dengan cara ini, tapi aku hanya membuat alasan. Bukannya aku menghindari bekerja sama dengannya, tapi ada pekerjaan lain yang kulakukan dan aku tak punya banyak waktu untuk berdiskusi dengannya. Setelah itu, aku melanjutkan pekerjaan sendirian. Suatu ketika, Christopher mengundangku untuk mengadakan rapat bersama pengawas dari ketiga tim guna membahas dan mempersekutukan masalah dalam tugas kami. Christopher merujuk pada firman Tuhan dan berkata, "Firman Tuhan berkata, saat menemukan halangan dalam tugas, kita seharusnya berhenti sebentar untuk membahas masalahnya dan mengidentifikasi apakah ada penyimpangan. Sekarang, kita tidak bekerja sama dengan harmonis, semua orang bekerja masing-masing, kita tidak sepikiran, dan kita belum sepenuhnya mendukung saudara-saudari, ini yang membuat perkembangan pekerjaan kita terhambat. Ke depannya, kita harus lebih banyak berkomunikasi, berdiskusi, dan bekerja sama agar pekerjaan terselesaikan dengan baik." Dia dan yang lainnya juga bersekutu tentang cara-cara penerapan yang baik yang dilakukan gereja lain, tapi aku tidak ingin mendengarkan, dan terus bekerja dengan caraku sendiri. Akibatnya, pekerjaan yang kuawasi tidak membuahkan hasil apa pun selama tiga bulan penuh. Kemudian, lima orang pejabat pemerintah datang ke desa tempatku tinggal untuk menanyaiku, mencoba mencari teleponku, dan memperingatkanku bahwa jika mereka mendapatiku menyebarkan Injil di desa, mereka akan mengirimku ke pemerintah distrik untuk ditangani. Aku sedikit terkejut akan kejadian itu dan berpikir, "Mengapa ini bisa terjadi? Beberapa bulan ini hasil tugasku buruk dan aku jarang membahas pekerjaan dengan Christopher—apakah Tuhan sedang menggunakan situasi ini untuk mengingatkanku agar belajar dari rintangan ini? Kalau aku tidak merenung dan memperbaiki kesalahanku, mungkin tak lama lagi aku tidak akan melakukan tugas ini lagi."

Suatu hari di akhir bulan Agustus, aku bertemu secara daring dengan beberapa rekan kerja untuk membahas mengenai haruskah aku meninggalkan desa. Seorang pemimpin tim menanyaiku: "Selama tiga bulan terakhir ini kau belum mendapatkan hasil, menurutmu apa penyebabnya?" Kujawab, aku tak tahu. Pemimpin tim itu lalu berkata: "Bukankah kau seharusnya sedikit merenungkan masalah ini? Saudara-saudari berkata, kau bertindak semaumu dan tidak bekerja sama dengan orang lain. Kau juga tidak ada saat mereka mencarimu untuk membahas pekerjaan. Kami memintamu datang ke desa ini untuk menyemangati saudara-saudari dan memajukan pekerjaan Injil, tapi kau belum melakukan apa yang seharusnya kaulakukan." Pemimpin tim lain berkata: "Jika kau belum melakukan tugas yang seharusnya kaulakukan, sebaiknya pulang saja!" Aku merasa wajahku memerah, tiap perkataan yang mereka ucapkan menusuk hatiku. Pada saat itu, aku hanya ingin lari bersembunyi. Aku merasa amat bersalah, bukannya aku benar-benar tidak mau bekerja sama, dan bukan sepenuhnya salahku pekerjaan kami tidak berhasil. Pemerintah menganiaya kami dengan berat dan aku juga bertanggung jawab untuk proyek lain. Bagaimana bisa mereka berkata bahwa aku belum melakukan yang seharusnya kulakukan? Pemimpin tim bertanya apakah aku punya ide, tapi aku tak tahu harus berkata apa, jadi aku hanya menjawab, "Kalau begitu, aku pulang saja." Lalu aku langsung menutup teleponnya. Setelah menutup telepon, aku terjatuh di kasurku dan isak tangisku pecah. Kata-kata para pemimpin tim terus terngiang-ngiang di benakku, "Untuk apa kau masih di sini kalau kau belum melakukan yang seharusnya kaulakukan?" dan "Jika kau belum melakukan tugas yang seharusnya kaulakukan, sebaiknya pulang saja!" Makin kupikirkan, makin tertekan aku. Selama beberapa hari berikutnya, aku terus-menerus berdoa kepada Tuhan, pemimpinku pun bersekutu bersamaku dan mendukungku. Ini membuat pikiranku tenang dan aku bisa merenungkan keadaanku saat itu. Kupikir, "Belakangan ini aku melakukan semuanya sendirian. Aku meremehkan Christopher dan tak mau mendiskusikan pekerjaan bersamanya. Ketika dia berusaha membahas pekerjaan bersamaku, aku selalu berkata bahwa aku sibuk. Sebenarnya, aku hanya tidak mau dia ikut campur dalam pekerjaanku. Aku benar-benar terperosok dalam watak rusakku dan menunda pekerjaan, tapi ketika dipangkas dan ditangani, aku membantah dan tak punya sedikit pun nalar." Aku memikirkan perkataan saudara-saudari bahwa aku bertindak sewenang-wenang dalam tugasku dan tidak mendiskusikan pekerjaanku dengan orang lain. Ini masalah yang terlampau serius, jadi aku mencari ayat yang cocok dari firman Tuhan untuk kubaca. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Di luarnya, beberapa antikristus mungkin terlihat memiliki asisten atau rekan sekerja, tetapi ketika sesuatu benar-benar terjadi, antikristus tak pernah mendengarkan apa yang orang lain katakan, seberapapun benarnya perkataan mereka. Mereka bahkan tidak memikirkannya, apalagi mempersekutukannya. Mereka sama sekali tidak memperhatikannya, seakan-akan orang lain ini tidak ada di sana. Ketika antikristus mendengarkan apa yang orang lain katakan, mereka hanya bersikap asal-asalan atau berpura-pura agar dilihat orang. Keputusan akhir antikristuslah yang harus tetap ditaati; perkataan orang lain tidak perlu diperhatikan, sama sekali tidak penting. Sebagai contoh, ketika dua orang bertanggung jawab atas sesuatu, dan salah satunya memiliki esensi antikristus, apa yang diperlihatkan dalam diri orang ini? Dalam hal apa pun, mereka sendirilah yang memulai, yang mengajukan pertanyaan, yang menyelesaikan masalah, dan yang memberikan solusi. Dan sering kali, mereka merahasiakannya dari rekan sekerja mereka. Apa pandangan antikristus terhadap rekan sekerja mereka? Di mata antikristus, orang-orang itu bukan wakil mereka, melainkan hanya hiasan. Di mata antikristus, rekan sekerja sama sekali tak perlu dianggap sebagai rekan sekerja. Setiap kali ada masalah, antikristus memikirkannya, dan begitu mereka memutuskan suatu tindakan, mereka memberi tahu semua orang bahwa dengan cara inilah hal tersebut harus dilakukan, dan tak seorang pun diizinkan untuk mempertanyakannya. Apa esensi dari kerjasama mereka dengan orang lain? Esensinya adalah untuk menjadi penentu keputusan, tidak pernah mendiskusikan masalah dengan orang lain, menjadi satu-satunya penanggung jawab pekerjaan, dan menjadikan rekan sekerja mereka hanya sebagai hiasan. Mereka selalu bertindak sendiri dan tidak pernah bekerja sama dengan siapa pun. Mereka tidak pernah mendiskusikan atau membicarakan pekerjaan mereka dengan orang lain, mereka sering kali membuat keputusan sendiri dan menangani masalah seorang diri, dan dalam banyak hal, orang lain baru mengetahui bagaimana masalah diselesaikan atau ditangani setelah masalah itu selesai. Orang lain memberi tahu mereka, 'Semua masalah harus didiskusikan dengan kami. Kapan engkau menangani orang itu? Bagaimana caramu menangani dia? Mengapa kami tidak mengetahuinya?' Mereka tidak memberikan penjelasan ataupun memperhatikan; bagi mereka, rekan sekerja mereka sama sekali tidak ada gunanya dan hanya merupakan dekorasi atau hiasan. Ketika sesuatu terjadi, mereka memikirkannya, mengambil keputusan sendiri, dan bertindak sesuka hati mereka. Sebanyak apa pun orang-orang yang ada di sekitar mereka, seakan-akan orang-orang ini tidak ada di sana. Bagi antikristus, orang-orang ini bisa dianggap angin lalu. Oleh karena hal ini, adakah sesuatu yang nyata yang dihasilkan dari kerja sama mereka dengan orang lain? Sama sekali tidak, mereka hanya bersikap asal-asalan dan berpura-pura. Orang lain berkata kepada mereka, 'Mengapa engkau tidak bersekutu dengan orang lain ketika engkau menemukan masalah?' Mereka menjawab, 'Apa yang mereka ketahui? Aku pemimpin tim, terserah aku untuk memutuskan.' Yang lain berkata, 'Dan mengapa engkau tidak bersekutu dengan rekan sekerjamu?' Mereka menjawab, 'Kukatakan kepadanya, dia tidak memiliki pendapat.' Mereka menggunakan orang lain yang tidak memiliki pendapat atau tidak dapat berpikir sendiri sebagai alasan untuk mengaburkan fakta bahwa mereka sedang bertindak sekehendak mereka sendiri. Dan setelah beralasan seperti ini, mereka sama sekali tidak memeriksa diri mereka sendiri. Tidaklah mungkin bagi orang seperti ini untuk menerima kebenaran. Inilah masalah dengan natur antikristus" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Delapan (Bagian Satu)). Tuhan menyingkapkan bagaimana antikristus bertindak dengan semaunya, tidak bekerja sama dengan orang lain, membuat keputusan sendiri, menentukan semuanya sendiri, tidak membahas pekerjaan bersama mitra mereka, dan langsung bertindak setelah memutuskan sendiri. Mereka tidak menerima saran baik yang diberikan orang lain dan sering meremehkan orang lain, menganggap bahwa ide mereka cemerlang. Dalam pandangan antikristus, mitra hanyalah kebisingan latar belakang atau alat peraga pada lokasi syuting. Aku sadar bahwa aku bertindak seperti antikristus. Sejak aku mulai bermitra dengan Christopher, aku meremehkan kualitas buruknya, keterampilan kerjanya yang rendah, dan pengalamannya yang relatif sedikit. Aku tak mau dia berpartisipasi dalam proyekku. Kupikir aku sudah melayani sebagai pemimpin lebih lama darinya, lebih mengerti dibanding dengannya, dan aku dapat mengatur pekerjaanku sendiri, kurasa dia tidak bisa memberikan saran bagus apa pun, jadi tak ada gunanya berdiskusi dengan dia. Ketika dia menanyakan rencana pekerjaanku, sikapku menentang, dan aku merasa dia membuat dirinya seolah atasanku dengan cara segera menanyakan perkembanganku, jadi aku hanya mengabaikannya. Saat saudara-saudari tak berani melaksanakan tugas mereka karena takut ditangkap dan Christopher bertanya apakah aku membantu mereka, dia hanya melakukan tanggung jawabnya. Namun, dengan congkaknya aku berpikir, "Memangnya dia pikir dia siapa, bisa-bisanya menyuruhku saat dia tak bisa menyelesaikan masalah sendiri?" Kemudian, saat kami berkumpul untuk membahas masalah, saudara-saudari membagikan cara-cara penerapan, tapi aku tidak melakukannya. Karena aku bertindak sewenang-wenang, tidak bekerja sama dengan orang lain atau mengikuti saran mereka, aku terus-menerus gagal membuahkan hasil dari tugasku. Aku selalu melaksanakan tugasku berdasarkan keyakinanku sendiri, melakukan apa yang kupikir benar, sama sekali tidak bekerja sama dengan orang lain, yang membuat tertundanya pekerjaan. Aku sedang melakukan kejahatan! Dengan merenungkan hal ini, aku bisa menerima arahan dan penanganan para pemimpin tim. Tingkah lakuku sudah memengaruhi pekerjaan gereja secara negatif. Kalau mereka tidak menangani dan memangkasku seperti itu, aku tidak akan merenungkan diriku atau menyadari seberapa serius masalahku. Pemangkasan dan penanganan adalah wujud kasih Tuhan!

Setelah itu, aku datang ke hadirat Tuhan untuk berdoa dan mencari alasan mengapa aku tidak bisa bermitra dengan orang lain dalam tugasku dan selalu memutuskan semuanya sendiri. Lalu, aku menemukan bagian firman Tuhan yang dengan tepat berbicara mengenai keadaanku. Tuhan Yang Mahakuasa berfirman: "Engkau mungkin telah melaksanakan tugasmu selama beberapa tahun, tetapi belum terlihat adanya kemajuan dalam kehidupanmu, engkau hanya memahami beberapa doktrin dangkal, dan tidak memiliki pemahaman yang benar tentang watak dan esensi Tuhan, tidak memiliki terobosan sama sekali—dan jika inilah tingkat pertumbuhanmu sekarang ini, apa yang akan cenderung kaulakukan? Penyingkapan kerusakan apa yang akan kauperlihatkan? (Kecongkakan dan kesombongan.) Apakah kecongkakan dan kesombonganmu akan meningkat, ataukah tetap tak berubah? (Akan meningkat.) Mengapa itu akan meningkat? (Karena kami akan menganggap diri kami sangat berkualitas.) Dan dengan dasar apa orang menilai level kualitas mereka? Berdasarkan pada sudah berapa tahun mereka melaksanakan tugas tertentu, sudah sebanyak apa pengalaman mereka, bukan? Dan ketika orang merasa seperti ini, bukankah mereka akan mulai secara berangsur memikirkan senioritas? Sebagai contoh, ada seorang saudara telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun dan melaksanakan suatu tugas untuk waktu yang lama, jadi dia adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk berbicara; ada seorang saudari belum lama berada di sini, dan meskipun dia sedikit berkualitas, dia belum berpengalaman dalam melaksanakan tugas ini, dan belum lama percaya kepada Tuhan, jadi dia adalah orang yang paling tidak memenuhi syarat untuk berbicara. Orang yang paling memenuhi syarat untuk berbicara berpikir dalam hatinya, 'Karena aku memiliki senioritas, itu berarti pelaksanaan tugasku memenuhi standar, dan pengejaranku telah mencapai puncaknya, dan tidak ada yang perlu kuperjuangkan atau kumasuki. Aku telah melaksanakan tugas ini dengan baik, bisa dikatakan aku telah menuntaskan pekerjaan ini, Tuhan pasti dipuaskan.' Dengan demikian, mereka pun mulai makin berpuas diri. Apakah ini menunjukkan bahwa mereka telah masuk ke dalam kenyataan kebenaran? Mereka tidak lagi mengalami kemajuan. Mereka masih belum memperoleh kebenaran atau hidup, tetapi yakin diri mereka sangat berkualitas, dan berbicara dalam posisi senioritas, serta menantikan upah dari Tuhan. Bukankah inilah penyingkapan kerusakan itu? Jika orang tidak 'sangat berkualitas,' mereka sadar bahwa mereka harus waspada, mereka ingatkan diri mereka untuk tidak melakukan kesalahan; begitu mereka yakin bahwa mereka sangat berkualitas, mereka pun makin congkak, mulai menganggap diri mereka hebat, dan cenderung berpuas diri. Pada saat-saat seperti itu, bukankah kemungkinan besar mereka akan meminta upah dan mahkota dari Tuhan, seperti yang Paulus lakukan? (Ya.) Apa hubungan antara manusia dan Tuhan? Ini bukanlah hubungan antara Sang Pencipta dan makhluk ciptaan. Ini tidak lebih dari hubungan yang transaksional. Dan ketika hubungan sudah menjadi seperti itu, manusia tidak memiliki hubungan dengan Tuhan, dan kemungkinan besar Tuhan akan menyembunyikan wajah-Nya dari mereka—ini adalah sebuah tanda bahaya" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Hanya dengan Takut akan Tuhan Orang Dapat Menempuh Jalan Keselamatan"). Tuhan menyingkapkan, bila seseorang tidak mengejar kebenaran dan tidak memahami dirinya snediri, mereka akan berpikir bahwa mereka punya modal dan pengalaman setelah melaksanakan tugas selama suatu waktu dan akan mulai mengandalkan senioritas mereka, menganggap rendah orang lain, memperlihatkan kecongkakannya, gagal mencari prinsip kebenaran dan tidak bekerja sama dengan orang lain dalam tugas mereka, bertindak sewenang-wenang, berbuat sesuka hati, dan menempuh jalan yang menentang Tuhan. Sejak aku percaya kepada Tuhan, aku selalu melaksanakan tugas dan telah menjadi pemimpin selama dua tahun. Kupikir, aku sudah lama beriman, aku punya kemampuan kerja yang baik dan cukup berpengalaman, maka aku menjadi congkak. Aku sangat senang saat membina orang lain dan memeriksa pekerjaan mereka, tapi aku tidak senang saat Christopher menjadi mitraku dan mulai ikut serta dalam pekerjaanku. Aku terus berpikir bahwa akulah yang menyirami dan membinanya, bahwa kualitasnya lebih rendah dibanding denganku, dan dia baru saja memulai dan tak punya banyak pengalaman, jadi aku tidak ingin dia ikut serta dalam pekerjaanku. Saat dia menanyaiku tentang apakah aku membantu para petobat baru dan tentang jadwal kerjaku, aku merasa muak dan hanya menjawabnya dengan acuh tak acuh. Aku tak menganggap penting berdiskusi dengannya, dan meskipun kulakukan, dia tak akan memberi saran yang berguna. Kupikir aku bisa melakukan pekerjaan ini tanpa dia, jadi aku tak berdiskusi atau bekerja sama dengannya dan membuat kebanyakan keputusan serta pengaturan sendiri. Bagiku, dia hanya sebuah alat peraga. Tuhan menuntut kita untuk belajar bekerja sama dengan orang lain dalam tugas kita, inilah prinsip penting dalam melaksanakan tugas kita, tapi aku mengabaikan tuntutan Tuhan dan prinsip di rumah Tuhan. Aku selalu berpikir bahwa aku baik-baik saja sendiri, bisa bekerja sendiri, dan tak butuh bermitra dengan siapa pun. Kupikir aku bisa menangani semuanya dan tidak butuh siapa pun untuk mengawasi pekerjaanku. Betapa congkak dan sombongnya aku! Watak congkakku membuatku tidak menghargai orang lain dan tidak memberi tempat bagi Tuhan di hatiku. Aku tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan dan menempuh jalan permusuhan terhadap Tuhan. Ketika pertama kali tiba di desa, aku sangat beriman dan ingin melaksanakan tugasku untuk memuaskan Tuhan. Tak pernah terpikir olehku bahwa semuanya akan menjadi seperti ini. Bagaimana bisa aku menjadi begitu congkak dan mati rasa? Tak sedikit pun kusadari bahwa aku sedang menempuh jalan yang salah. Jika terus seperti itu, aku akan menjadi antikristus yang mengacaukan pekerjaan Tuhan dan pada akhirnya akan disingkapkan dan diusir oleh Tuhan, dan setelah itu berakhirlah kehidupan imanku. Setelah menyadari hal ini, aku merasa sedikit takut, lalu aku berdoa dalam hati kepada Tuhan: "Ya Tuhan, aku telah mengacaukan pekerjaan gereja. Sekarang aku sudah sadar akan kerusakanku dan betapa parahnya masalahku. Aku ingin bertobat, aku tak ingin menentang-Mu dengan watak rusakku."

Aku juga merenungkan kesalahanku dalam kecenderunganku untuk berfokus pada kualitas orang dan pada pengalaman kerja saat berinteraksi. Aspek apa yang paling penting dalam tugasku? Saat aku kesulitan menjawab pertanyaan ini, aku menemukan bagian lain dari firman Tuhan. Firman Tuhan berkata: "Di rumah Tuhan, apa pun yang kaulakukan, engkau tidak sedang mengerjakan usahamu sendiri; itu adalah pekerjaan rumah Tuhan, itu adalah pekerjaan Tuhan. Engkau harus selalu mengingat pengetahuan dan kesadaran ini dan berkata, 'Ini bukan urusanku sendiri; aku sedang melakukan tugasku dan memenuhi tanggung jawabku. Aku sedang melakukan pekerjaan gereja. Ini adalah tugas yang Tuhan percayakan kepadaku dan aku melakukannya untuk Dia. Ini adalah tugasku, bukan urusan pribadiku sendiri.' Inilah hal pertama yang harus orang pahami. Jika engkau memperlakukan tugas sebagai urusan pribadimu sendiri, dan tidak mencari prinsip-prinsip kebenaran ketika engkau bertindak, serta melaksanakannya sesuai dengan motif, pandangan, dan agenda rahasiamu sendiri, maka kemungkinan besar engkau akan melakukan kesalahan. Jadi, bagaimana seharusnya engkau bertindak jika engkau ingin membuat perbedaan yang sangat jelas antara tugasmu dan urusan pribadimu sendiri, dan sadar bahwa ini adalah sebuah tugas? (Carilah apa yang Tuhan tuntut, dan carilah prinsip.) Benar. Jika sesuatu terjadi pada dirimu dan engkau tidak memahami kebenaran, dan engkau memiliki gagasan tertentu tetapi segala sesuatunya masih belum jelas bagimu, maka engkau harus mencari saudara-saudari yang memahami kebenaran untuk diajak bersekutu; inilah artinya mencari kebenaran, dan inilah sikap yang harus terlebih dahulu kaumiliki terhadap tugasmu. Engkau tidak boleh memutuskan segala sesuatu berdasarkan apa yang menurutmu benar, dan kemudian membuat keputusan akhir—ini dengan mudah menyebabkan masalah. ... Tuhan tidak peduli dengan apa yang terjadi padamu setiap hari, atau berapa banyak pekerjaan yang kaulakukan, berapa banyak upaya yang kaulakukan—yang Dia lihat adalah bagaimana sikapmu terhadap hal-hal ini. Berkaitan dengan apakah sikap yang dengannya engkau melakukan hal-hal ini, dan caramu melakukannya? Itu berkaitan dengan apakah engkau mengejar kebenaran atau tidak, dan juga berkaitan dengan jalan masuk kehidupanmu. Tuhan melihat jalan masuk kehidupanmu dan jalan yang kautempuh. Jika engkau menempuh jalan mengejar kebenaran, dan engkau memiliki jalan masuk kehidupan, engkau akan mampu bekerja sama secara harmonis dengan orang lain saat engkau melaksanakan tugasmu, dan engkau akan dengan mudah melaksanakan tugasmu sesuai standar" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Apa Arti Pelaksanaan Tugas yang Memadai?"). Firman Tuhan sangat jelas. Melaksanakan tugas di rumah Tuhan tidak berarti kita bisa berbuat sesuka hati tanpa melibatkan orang lain. Tugas kita adalah bagian dari pekerjaan rumah Tuhan, dan bila kita bertindak sewenang-wenang dan tidak bekerja sama, kita cenderung mengacaukan dan mengganggu pekerjaan. Aku juga belajar bahwa Tuhan tidak mengukur orang berdasarkan sudah berapa lama mereka beriman, berapa banyak pekerjaan yang mereka lakukan, atau seberapa berpengalaman mereka dalam tugasnya, tapi berdasarkan sikap mereka terhadap kebenaran, orientasi mereka dalam tugasnya, dan apakah mereka menempuh jalan yang mengejar kebenaran. Jika aku tidak mencari kebenaran, tidak menerima saran bagus dari orang lain, dan harus selalu memutuskan semuanya sendiri, aku tak akan mendapatkan hasil yang bagus dari tugasku. Aku selalu menganggap kualitasku, kepemimpinanku selama beberapa waktu, dan pengalamanku sebagai modal. Kupikir dengan kemampuan-kemampuan ini, aku bisa melaksanakan tugasku dengan baik. Sebenarnaya, memiliki pengalaman dan kualitas tak berarti aku memiliki prinsip kebenaran, semua itu hanyalah alat yang bisa kupakai dalam tugasku. Kusadari bahwa aku menganggap pengalaman dan kualitas sebagai prinsip kebenaran dan kukira aku memahami kebenaran dan bertindak berdasarkan prinsip. Aku menjadi makin congkak, meremehkan saudara-saudariku, dan berbuat sesuka hati. Akibatnya, setelah tiga bulan bekerja, aku tidak membuahkan hasil apa pun. Kusadari bahwa agar orang bisa melaksanakan tugas dengan baik, tidak penting sudah seberapa lama dia menjadi orang percaya, seberapa banyak kontribusinya dahulu, atau seberapa berpengalamannya dia. Yang terpenting adalah mencari kebenaran, bertindak berdasarkan prinsip, dan bekerja sama secara harmonis dengan orang lain.

Kemudian, aku membaca dua bagian dari firman Tuhan yang memberiku pemahaman yang lebih jelas tentang cara bermitra dengan orang lain secara harmonis. Firman Tuhan berbunyi: "Kerjasama yang harmonis melibatkan banyak hal. Setidaknya, salah satu dari banyak hal ini adalah membiarkan orang lain berbicara dan memberikan saran yang berbeda. Jika engkau benar-benar masuk akal, apa pun pekerjaan yang kaulakukan, engkau harus terlebih dahulu belajar mencari prinsip-prinsip kebenaran, dan engkau juga harus berinisiatif untuk mencari pendapat orang lain. Asalkan engkau menanggapi setiap saran dengan serius, dan kemudian bekerja sama untuk menyelesaikan masalah, pada dasarnya engkau akan mencapai kerja sama yang harmonis. Dengan cara ini, engkau akan menghadapi kesulitan yang jauh lebih sedikit dalam tugasmu. Apa pun masalah yang muncul, akan mudah untuk menyelesaikan dan menanganinya. Inilah efek dari kerjasama yang harmonis. Terkadang ada perselisihan karena hal-hal sepele, tetapi selama semua ini tidak memengaruhi pekerjaan, hal-hal itu tidak akan menjadi masalah. Namun, mengenai hal-hal penting dan hal-hal besar yang melibatkan pekerjaan gereja, engkau harus mencapai permufakatan dan mencari kebenaran untuk menyelesaikannya. ... Engkau harus melepaskan gelar kepemimpinanmu, melepaskan simbol statusmu, memperlakukan dirimu sebagai orang biasa, berdiri setara dengan orang lain, dan memiliki sikap yang bertanggung jawab terhadap tugasmu. Jika engkau selalu memperlakukan tugasmu sebagai gelar dan status resmi, atau semacam kehormatan, dan membayangkan bahwa orang lain berada di sana untuk melayani kedudukanmu, ini menyusahkan, dan Tuhan akan benci dan muak terhadapmu. Jika engkau percaya bahwa engkau setara dengan orang lain, bahwa engkau hanya memiliki sedikit lebih banyak amanat dan tanggung jawab dari Tuhan, jika engkau dapat belajar menempatkan dirimu setara dengan mereka, dan bahkan dapat merendahkan diri untuk meminta pendapat orang lain, dan jika engkau dapat dengan sungguh-sungguh, saksama, dan penuh perhatian mendengarkan apa yang mereka katakan, maka engkau akan bekerja secara harmonis dengan orang lain. Efek apa yang akan dicapai oleh kerjasama yang harmonis seperti ini? Efeknya sangat besar. Engkau akan mendapatkan hal-hal yang belum pernah kaudapatkan sebelumnya, yaitu terang kebenaran dan kenyataan hidup; engkau akan menemukan kebajikan orang lain dan belajar dari kelebihan mereka. Ada hal lainnya: engkau mungkin menganggap orang lain bodoh, dungu, tolol, lebih rendah daripada dirimu, tetapi ketika engkau mendengarkan pendapat mereka, atau orang lain membuka diri kepadamu, tanpa disadari engkau akan mendapati bahwa tak seorang pun sebiasa seperti yang kaupikirkan, bahwa semua orang dapat memberikan pemikiran dan ide yang berbeda, dan bahwa semua orang memiliki hal-hal yang bisa kaupelajari. Jika engkau belajar untuk bekerja sama secara harmonis, selain membantumu belajar dari kelebihan orang lain, ini dapat menyingkapkan kecongkakan dan sikapmu yang merasa diri benar, dan membuatmu tidak lagi membayangkan dirimu cerdas. Ketika engkau tidak lagi menganggap dirimu lebih cerdas dan lebih baik daripada orang lain, engkau akan berhenti hidup dalam keadaan narsistik dan menghargai diri sendiri ini. Dan itu akan melindungimu, bukan? Itulah pelajaran yang harus kaupetik dan manfaat dari bekerja sama dengan orang lain" (Firman, Vol. 4, Menyingkapkan Antikristus, Bab Delapan (Bagian Satu)). "Apakah menurutmu ada orang yang sempurna? Sekuat apa pun orang, atau betapapun cakap dan berbakatnya mereka, mereka tetap saja tidak sempurna. Orang harus menyadari hal ini, ini adalah fakta, dan ini adalah sikap yang seharusnya orang miliki agar mampu memperlakukan kekuatan dan kelebihan atau kesalahan mereka dengan cara yang benar; inilah rasionalitas yang harus orang miliki. Dengan rasionalitas seperti itu, engkau dapat menangani kekuatan dan kelemahanmu sendiri juga kekuatan dan kelemahan orang lain dengan tepat, dan ini akan memampukanmu untuk bekerja bersama mereka secara harmonis. Jika engkau telah memahami aspek kebenaran ini dan mampu menerapkan aspek kenyataan kebenaran ini, engkau akan dapat hidup secara harmonis bersama saudara-saudarimu, mampu memanfaatkan kelebihan mereka untuk mengimbangi kekurangan apa pun yang kaumiliki. Dengan cara ini, tugas apa pun yang sedang kaulakukan atau apa pun yang sedang kaulakukan, engkau akan selalu menjadi lebih baik dalam hal itu dan diberkati Tuhan" (Firman, Vol. 3, Pembicaraan Kristus Akhir Zaman, "Bagian Tiga"). Dari firman Tuhan, aku sadar bahwa dalam bermitra, kita harus memosisikan diri kita sejajar dengan orang lain, belajar mendengarkan mereka dengan cermat, serta dengan aktif menanyakan apa yang belum kita pahami. Menerapkan cara ini membantu kita menemukan kelebihan saudara-saudari dan hal-hal yang lebih mereka kuasai daripada kita. Dengan begitu kita tidak akan meremehkan mereka dan tidak akan begitu berpuas diri serta tidak berperilaku sewenang-wenang. Kita juga harus lebih memahami diri kita sendiri dan berhenti meninggikan diri. Kita harus belajar mengenali kekuatan orang lain dan belajar menyikapi kelemahan orang lain dengan benar. Dahulu, meski telah menjabat sebagai pemimpin selama dua tahun, aku tidak berbakat dalam menyebarkan Injil dan membutuhkan dukungan saat memeriksa pekerjaan Injil. Sedangkan Christopher, dia belum lama menjadi orang beriman, tapi dia selalu memberitakan Injil, mendapat hasil bagus, dan telah menobatkan banyak orang. Dia lebih berpengalaman dalam menyebarkan Injil, jadi seharusnya aku secara aktif mencari bantuannya. Christopher juga sangat bertanggung jawab dengan tugasnya, memikul beban pekerjaannya, dengan aktif mencariku untuk membahas pekerjaan kami, dan mengimplementasikan praktik-praktik baik dari gereja lain. Ini semua adalah kelebihannya yang bisa kupelajari. Tadinya aku terlalu congkak dan tidak bisa menyadari kelebihan Christopher, aku malah meremehkan dia. Aku tidak menerima sarannya dan tidak membiarkan dia berpartisipasi dalam pekerjaanku. Aku bukan apa-apa, tapi aku sangat percaya diri. Sungguh memalukan. Aku tak punya sedikit pun kesadaran diri. Kalau saja aku bekerja sama dengan Christopher dengan baik, pekerjaan tidak akan tertunda. Saat memikirkan itu, aku merasa sangat menyesal. Pelanggaranku di masa lalu tidak dapat ditebus, tapi aku bersedia melaksanakan tugasku dengan baik di masa mendatang. Aku akan berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain saat menghadapi masalah, memprioritaskan kepentingan gereja, belajar bekerja sama dengan orang lain dan tidak akan berbuat seperti dahulu lagi.

Kemudian, aku meninggalkan desa. Aku ditugasi proyek lain dan mendapat mitra baru. Kali ini aku bermitra dengan Saudari Mina. Aku senang bermitra dengan harmonis bersamanya untuk menyelesaikan tugas kami dengan baik. Lalu, perlahan mulai kusadari bahwa meski Mina lebih tua dariku, dia belum menjadi orang percaya atau melaksanakan tugas selama aku. Dia masih kurang dalam mengawasi dan memeriksa pekerjaan. Terkadang, aku mendengar saudara-saudari mengemukakan masalah Mina. Watak congkakku mulai muncul kembali. Aku mulai berpikir, akulah yang berperan penting dalam pekerjaan kami dan Saudari Mina hanya ada di sini untuk berlatih. Suatu kali, ketika kami harus menulis poposal pekerjaan, pemimpin kami secara khusus meminta kami untuk mendiskusikan pekerjaannya bersama-sama, tapi aku berpikir, "Ini bukan pekerjaan yang sulit, aku bisa melakukannya dengan mudah, dan ini tak perlu dikerjakan oleh kami berdua. Bukannya aku tidak bisa melakukannya sendiri." Seusai pertemuan, aku hanya ingin melakukan pekerjaan sendirian, tapi Mina langsung meneleponku dan aku tahu bahwa dia ingin berdiskusi. Karena merasa enggan, aku tidak mengangkat teleponnya. Setelah itu, aku merasa sedikit bersalah. Aku teringat bagaimana sikap congkakku dan ketidaksediaanku bermitra dengan Christopher telah menghambat pekerjaan sebelumnya. Jika aku terus seperti itu, pasti akan ada pengaruhnya terhadap pekerjaan kami. Jadi aku berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, Mina dengan aktif mencariku untuk membahas pekerjaan, tapi aku bersikap congkak dan tidak mau bekerja sama dengannya. Tuhan, aku tidak mau bertindak sewenang-wenang dan mengganggu pekerjaan gereja, tolong bimbinglah aku untuk berhenti bersikap congkak, agar aku bisa bermitra dengan Mina secara harmonis." Lalu aku teringat akan bagian dari firman Tuhan, "Engkau semua harus mencapai kerjasama yang selaras demi tujuan pekerjaan Tuhan, demi kepentingan gereja, dan agar memacu saudara-saudarimu untuk maju. Engkau harus berkoordinasi satu sama lain, masing-masing mengubah yang lainnya dan mencapai hasil kerja yang lebih baik, sehingga engkau dapat memperhatikan kehendak Tuhan. Inilah kerjasama yang sejati, dan hanya mereka yang terlibat di dalamnya akan mendapatkan jalan masuk yang benar" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Melayani Seperti yang Dilakukan Orang Israel"). Firman Tuhan sangat memengaruhiku. Untuk melaksanakan tugas dengan baik, aku harus belajar bermitra dengan Mina secara harmonis dan berhenti mengikuti watak congkakku dan bertindak sewenang-wenang. Lalu, aku menelepon Mina dan membahas pengaturan kerja kami ke depannya. Mina membagikan idenya denganku dan menurutku idenya sangat bagus, jadi akhirnya kuterapkan. Dalam waktu yang singkat, kami menyusun rencana jauh lebih cepat daripada yang bisa kulakukan sendiri sebelumnya. Aku sangat senang. Itu bukan pencapaian yang besar, tapi luar biasa rasanya bisa menyangkal diriku dan menerapkan berdasarkan firman Tuhan. Setelah itu, aku belajar untuk bermitra dengan saudara-saudari lain, dan ternyata pekerjaan kami mendapat hasil yang lebih bagus setiap bulannya. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan dari hatiku yang terdalam!

Sebelumnya: 79. Aku Tak Lagi Bekerja demi Uang

Selanjutnya: 85. Bagaimana Menyikapi Fakta yang Tak Menyenangkan

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Konten Terkait

10. Hati yang Dibebaskan

Oleh Saudari Zheng Xin, Amerika SerikatPada Oktober 2016, aku dan suamiku menerima pekerjaan Tuhan pada akhir zaman ketika kami berada di...

Pengaturan

  • Teks
  • Tema

Warna Solid

Tema

Jenis Huruf

Ukuran Huruf

Spasi Baris

Spasi Baris

Lebar laman

Isi

Cari

  • Cari Teks Ini
  • Cari Buku Ini