Cara Mengejar Kebenaran (9)
Dalam pertemuan sebelumnya, kita mempersekutukan bagian kedua mengenai apa yang perlu orang lepaskan dalam konteks "cara mengejar kebenaran"—yaitu, perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka. Mengenai topik ini, kita menyebutkan empat hal yang perlu orang lepaskan: pertama, minat dan hobi; kedua, pernikahan; ketiga, keluarga; dan keempat, karier. Sebelumnya, kita bersekutu tentang minat dan hobi. Salah satunya adalah melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan orang yang muncul dari minat dan hobi. Setelah mendengarkan persekutuan-Ku, apakah setiap orang memiliki sikap dan cara pandang yang benar terhadap minat dan hobi? (Ya.) Tujuan kita bersekutu adalah untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi, tetapi untuk melepaskan hal-hal tersebut, engkau harus terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan minat dan hobi, lalu memahami bagaimana seharusnya engkau memperlakukannya, dan bagaimana melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi. Tidak menjadi masalah apakah kita mempersekutukan hal yang positif atau hal yang negatif. Singkatnya, tujuannya adalah untuk memungkinkan orang memahami apa yang dimaksud dengan minat dan hobi, dan kemudian memperlakukan dan menerapkannya secara benar, memberinya ruang atau nilai yang sesuai dengan keberadaannya, dan sekaligus memungkinkan orang untuk melepaskan pengejaran, keinginan, dan cita-cita yang tidak benar, tidak pantas, yang seharusnya tidak mereka miliki, yang memengaruhi kepercayaan mereka kepada Tuhan dan pelaksanaan tugas mereka. Dapat dikatakan bahwa pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobimu akan memengaruhi kehidupan, kelangsungan hidup, dan pandanganmu tentang kelangsungan hidup; tentu saja, hal-hal tersebut akan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar terhadap jalan yang kautempuh, serta tugas dan misimu dalam kehidupan ini. Jadi, dari sudut pandang pasif, pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang ditimbulkan oleh minat dan hobi pada orang bukanlah tujuan yang seharusnya mereka kejar, juga bukan arah yang seharusnya mereka kejar—apa lagi, hal-hal tersebut bukanlah pandangan terhadap hidup dan nilai-nilai yang seharusnya mereka miliki dalam kehidupan ini. Dengan mempersekutukan apa yang dimaksud dengan minat dan hobi, Aku memberi tahu orang-orang bagaimana cara mengetahui dan memperlakukan minat dan hobi secara benar, dan kemudian membuat mereka mengetahui apakah pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka itu benar atau tidak dari sudut pandang pengaruh minat dan hobi. Dengan kata lain, Aku menggunakan sisi positif dan negatifnya agar orang dapat memahami dengan jelas cara memperlakukan minat dan hobi secara tepat. Di satu sisi, jika orang memiliki pengetahuan yang benar dan pemahaman yang akurat tentang minat dan hobi, serta mampu memperlakukannya dengan tepat, maka mereka juga akan benar-benar melepaskan cita-cita dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi. Setelah engkau memiliki pemahaman yang benar tentang minat dan hobi, metode dan caramu memperlakukannya akan benar dan relatif berdasarkan prinsip dan tuntutan Tuhan terhadap manusia. Dengan demikian, engkau akan mampu melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi dengan cara yang positif. Di sisi lain, persekutuan ini juga memungkinkanmu untuk memahami dengan jelas berbagai pengaruh merugikan yang ditimbulkan oleh pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi, atau pengaruh negatif dan pertentangan yang dihasilkannya, yang kemudian memungkinkanmu untuk secara aktif melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang tidak pantas ini. Setelah persekutuan kita mengenai semua ini, bukankah ada orang-orang yang akan berkata: "Berbagai jenis orang di dunia ini semuanya memiliki minat dan hobi yang berbeda, dan minat dan hobi mereka masing-masing memunculkan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang berbeda-beda. Seandainya kita mengikuti cara berpikir kita saat ini, dan orang-orang tidak mengejar cita-cita dan keinginan mereka—akankah dunia ini berkembang? Bagaimana mungkin bidang-bidang seperti teknologi, kebudayaan, dan pendidikan manusia, yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan kehidupan manusia, tetap bisa berkembang? Apakah manusia masih akan dapat menikmati gaya hidup mereka yang sekarang ini? Akankah dunia berkembang menjadi seperti sekarang ini? Bukankah dunia ini akan seperti masyarakat primitif? Akankah kita memiliki gaya hidup manusia modern zaman sekarang ini?" Apakah ini sebuah masalah? Ada kemungkinan bahwa topik apa pun yang kita persekutukan, engkau semua menerimanya dari sudut pandang "Firman Tuhan adalah kebenaran, yang harus diterima dan dipatuhi", jadi sering kali, engkau semua tidak memiliki pendapat yang berbeda yang kaugunakan untuk menyanggah firman yang Kupersekutukan kepadamu. Namun, itu bukan berarti tidak ada siapa pun—atau tidak ada pihak ketiga—yang akan mengutarakan keraguan seperti itu, bukan? Jika benar-benar ada orang yang mengajukan pertanyaan seperti itu, bagaimana engkau semua akan menjawabnya? (Aku merasa sudut pandang yang dikemukakan dalam pertanyaan ini salah, karena minat dan hobi orang tidak mengendalikan perkembangan teknologi, juga tidak mengendalikan kemajuan zaman. Perkembangan teknologi dan kemajuan zaman semuanya berada di bawah kedaulatan Tuhan. Engkau tidak bisa berkata bahwa seseorang yang memiliki minat atau hobi dapat mendorong perkembangan dunia, bahwa mereka dapat mengubah dunia.) Engkau sedang berbicara pada tingkat makroskopis. Adakah cara yang berbeda untuk memandangnya? Itu tergantung pada apakah engkau benar-benar memahami kebenaran atau tidak. Apakah menurutmu setelah mendengar firman dari persekutuan ini, orang-orang tidak percaya akan mengajukan pertanyaan seperti itu? (Mungkin saja.) Jadi, jika mereka mengajukan pertanyaan seperti ini, bagaimana engkau bisa menjawab berdasarkan fakta objektif, dan berdasarkan kebenaran? Jika engkau tidak mampu menjawab, maka mereka akan berkata bahwa engkau telah disesatkan. Ketidakmampuanmu untuk menjawab setidaknya membuktikan satu fakta, yaitu engkau tidak memahami aspek kebenaran ini. Bukankah engkau semua tidak mampu menjawab? (Kami tidak mampu.) Jika demikian, mari kita membahas masalah ini.
Ada orang-orang yang berkata: "Jika manusia tidak mengejar cita-cita mereka, akankah dunia berkembang hingga seperti sekarang ini?" Jawabannya adalah "ya". Bukankah sesederhana itu? (Ya.) Apa penjelasan yang paling sederhana dan terus terang untuk jawaban "ya" ini? Penjelasannya adalah, entah manusia mengejar cita-cita mereka atau tidak, itu tidak membawa pengaruh apa pun terhadap dunia, karena perkembangan dunia hingga sekarang ini tidak pernah didorong maju dan dipimpin oleh cita-cita manusia; justru, Sang Penciptalah yang telah memimpin manusia sampai sekarang ini, hingga hari ini. Tanpa pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka pun, manusia tetap akan mencapai kondisi yang sama seperti sekarang ini, tetapi tanpa kepemimpinan dan kedaulatan Sang Pencipta, mereka tidak akan bisa mencapai kondisi seperti sekarang ini. Apakah penjelasan seperti itu tepat? (Ya.) Apa yang membuatnya tepat? Apakah itu menjawab pertanyaan tersebut? Apakah penjelasan tersebut menjelaskan esensi pertanyaannya? Itu tidak menjelaskannya; itu hanya menjawab pertanyaan tersebut secara teoretis, dalam apa yang bisa disebut visi. Namun, ada penjelasan yang lebih terperinci dan esensial yang belum diutarakan. Apa penjelasan detailnya? Mari kita terlebih dahulu bahas secara sederhana. Dalam seluruh manusia, manusia digolongkan dengan jenisnya masing-masing, setiap jenis orang memiliki misi tersendiri. Misi orang-orang yang percaya kepada Tuhan adalah bersaksi tentang kedaulatan Sang Pencipta, bersaksi tentang perbuatan-Nya, menyelesaikan apa yang telah Dia percayakan kepada mereka, melaksanakan tugas mereka dengan baik, dan pada akhirnya, diselamatkan. Inilah misi mereka. Secara spesifik, ini berarti menyebarluaskan firman Tuhan dan pekerjaan-Nya, dan kemudian dengan menerima kepemimpinan-Nya dan mengalami pekerjaan-Nya, mereka mampu membuang watak rusak mereka dan diselamatkan. Orang semacam ini dipilih oleh Tuhan. Mereka adalah jenis orang yang bekerja sama dalam pekerjaan yang Dia lakukan dalam pekerjaan pengelolaan-Nya. Misi orang semacam ini adalah melaksanakan tugas mereka dengan baik dan menyelesaikan apa yang telah Tuhan percayakan kepada mereka. Dapat dikatakan bahwa orang-orang semacam itu merupakan sekelompok orang yang istimewa di antara semua manusia. Sekelompok orang yang istimewa ini mengemban misi khusus dalam pekerjaan pengelolaan Tuhan, dalam rencana pengelolaan-Nya selama enam ribu tahun; mereka memiliki tugas khusus dan tanggung jawab khusus. Jadi, ketika Kukatakan agar engkau melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi, Aku sedang meminta orang-orang ini—yang Kutujukan adalah engkau semua—untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan pribadi, karena misimu, tugasmu, dan tanggung jawabmu ada di rumah Tuhan dan di gereja, bukan di dunia ini. Dengan kata lain, engkau semua tidak ada kaitannya dengan perkembangan dan kemajuan dunia ini atau tren apa pun di dalamnya. Dapat juga dikatakan bahwa Tuhan tidak memberikan kepadamu misi apa pun yang berkaitan dengan perkembangan dan kemajuan dunia ini. Ini adalah takdir-Nya. Apa misi yang Tuhan berikan kepada orang-orang yang telah Dia pilih, orang-orang yang akan Dia selamatkan? Misi itu adalah melaksanakan tugas mereka dengan baik di rumah Tuhan, dan diselamatkan. Salah satu hal yang Dia tuntut dari orang agar dapat diselamatkan adalah mengejar kebenaran, dan salah satu hal yang Dia tuntut dari orang untuk mengejar kebenaran adalah melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka. Jadi, firman dan tuntutan ini tidak ditujukan kepada semua manusia; tetapi ditujukan kepada dirimu, kepada setiap umat pilihan Tuhan yang telah Dia pilih, dan kepada semua orang yang ingin diselamatkan—dan tentu saja, firman dan tuntutan ini ditujukan kepada setiap orang yang mampu melaksanakan tugas mereka dalam pekerjaan pengelolaan Tuhan demi keselamatan manusia. Peran apa yang mampu engkau semua mainkan dalam pekerjaan rencana pengelolaan Tuhan? Engkaulah yang akan Tuhan selamatkan. Jadi, mengenai orang-orang yang akan Tuhan selamatkan, apa sajakah yang termasuk dalam "keselamatan" ini? Keselamatan ini mencakup menerima firman Tuhan, hajaran dan penghakiman-Nya, takdir-Nya, kedaulatan dan pengaturan-Nya, tunduk pada semua firman-Nya, mengikuti jalan-Nya, dan pada akhirnya, menyembah-Nya dan menjauhi kejahatan; dengan melakukannya, engkau akan diselamatkan, dan memasuki zaman selanjutnya. Inilah peran yang engkau semua mainkan di antara semua manusia, dan merupakan misi khusus yang Tuhan berikan kepadamu di antara semua manusia. Tentu saja, dari sudut pandangmu, ini adalah tanggung jawab dan tugas khusus yang kaumiliki di antara semua manusia. Ini berarti membahas masalah ini dari sudut pandang umat pilihan Tuhan yang telah Dia pilih. Yang kedua, di antara semua manusia, Tuhan telah memberi misi khusus tersebut kepada sekelompok orang unik ini. Dia tidak mengharuskan mereka untuk memiliki kewajiban atau tanggung jawab apa pun terhadap perkembangan, kemajuan, atau apa pun yang berkaitan dengan dunia. Selain sekelompok orang unik ini, Tuhan telah memberikan berbagai misi kepada berbagai macam orang yang belum Dia pilih, apa pun esensi natur mereka. Dalam berbagai periode waktu manusia, berbagai lingkungan sosial, dan di antara berbagai ras, misi mereka yang berbeda menyebabkan mereka memainkan berbagai peran, mereka ada di semua lapisan masyarakat. Karena berbagai peran yang telah Tuhan tetapkan untuk mereka mainkan, setiap mereka memiliki minat dan hobinya masing-masing. Di bawah prasyarat minat dan hobi tersebut, berbagai macam pengejaran, cita-cita, dan keinginan muncul di dalamnya. Karena mereka memiliki berbagai macam pengejaran, cita-cita, dan keinginan, di berbagai zaman dan di berbagai lingkungan sosial, dunia menghasilkan berbagai macam hal baru dan industri baru—sebagai contoh, teknologi, pengobatan, bisnis, ekonomi, dan pendidikan, atau industri ringan seperti tekstil dan kerajinan tangan, serta industri penerbangan dan maritim, dan lain sebagainya. Dengan demikian, para tokoh terkemuka, orang-orang terkenal, dan peminat khusus yang muncul di segala bidang sebagai hasil dari berbagai pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka, memiliki misinya masing-masing di berbagai zaman dan di berbagai lingkungan sosial. Demikian juga halnya, di lingkungan sosialnya masing-masing, mereka juga terus-menerus mengemban misi mereka. Dengan demikian, dalam berbagai kurun waktu dan lingkungan sosial manusia, masyarakat terus berkembang dan maju sebagai hasil dari terwujudnya pengejaran, cita-cita, dan keinginan orang-orang unik tersebut. Dan tentu saja, hal ini terus-menerus memberikan kualitas kehidupan materiel yang berbeda kepada manusia. Sebagai contoh, beberapa ratus tahun yang lalu, ketika belum ada listrik, orang menggunakan lampu minyak. Dalam keadaan tertentu ini, seseorang yang unik datang dan menemukan listrik, dan manusia mulai menggunakan listrik untuk penerangan. Contoh lainnya, dalam satu lingkungan sosial tertentu, orang unik lainnya muncul. Dia melihat bahwa menulis pada potongan bambu terlalu merepotkan, dan dia berharap akan tiba saatnya di mana orang dapat menulis pada permukaan yang tipis dan rata, yang nyaman dan mudah dibaca. Kemudian dia mulai meneliti teknik pembuatan kertas, dan melalui penelitian, eksplorasi, dan eksperimen terus-menerus, akhirnya dia menemukan kertas. Lalu ada pula penemuan mesin uap. Dalam kurun waktu tertentu, muncullah orang unik yang menganggap bekerja dengan tangan terlalu melelahkan, terlalu menguras tenaga manusia, dan sangat tidak efisien. Jika ada mesin atau cara lain yang dapat menggantikan tenaga manusia, maka manusia akan menghemat banyak waktu dan dapat melakukan hal-hal lainnya. Jadi, melalui penelitian dan eksplorasi, ditemukanlah mesin uap, kemudian ditemukanlah berbagai macam benda mekanis yang menggunakan prinsip-prinsip cara kerja mesin uap. Bukankah benar demikian? (Ya.) Jadi, di berbagai zaman, perwujudan dan pembuktian terus-menerus dari pengejaran, cita-cita, dan keinginan seseorang tertentu atau sekelompok orang tertentu secara berangsur dan terus-menerus memajukan dan mengembangkan industri ringan dan berat, membuat kualitas hidup dan kondisi kehidupan semua manusia terus meningkat. Industri ringan, seperti tekstil dan kerajinan tangan, kini sedang berkembang ke tingkat kualitas, kehalusan, dan presisi yang makin meningkat, dan kenikmatan manusia terhadap industri-industri tersebut pun makin bertambah. Industri berat, seperti berbagai jenis transportasi, seperti mobil, kereta api, kapal uap, dan pesawat terbang, memberikan kemudahan yang sangat besar bagi kehidupan orang, serta memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi orang untuk bepergian. Inilah proses sebenarnya dan perwujudan spesifik dari perkembangan manusia. Singkatnya, entah industri ringan atau industri berat, apa pun aspeknya, semuanya dimulai dan dihasilkan oleh minat dan hobi satu orang tertentu atau sekelompok orang tertentu. Karena minat dan hobi mereka yang unik, mereka memiliki pengejaran, cita-cita, dan keinginannya sendiri. Demikian juga halnya, karena pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka yang unik, dalam berbagai periode waktu manusia dan dalam lingkungan sosial tempat mereka tinggal, berbagai bidang di antara mereka memunculkan berbagai macam hal yang lebih modern, hal-hal yang lebih nyaman, hal-hal yang lebih bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup semua manusia. Hal ini memberikan kemudahan bagi manusia dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Kita tidak akan membahas semua hal ini. Sebaliknya, kita akan melihat asal-usul orang-orang unik ini. Dari manakah orang-orang unik dalam berbagai periode waktu ini berasal? Bukankah mereka ditetapkan oleh Tuhan? (Ya.) Hal ini sudah pasti dan tak ada seorang pun yang dapat menyangkalnya. Karena mereka ditetapkan oleh Tuhan, misi mereka juga berkaitan dengan takdir Tuhan. Apa yang dimaksud dengan "berkaitan dengan takdir Tuhan"? Maksudnya adalah, Tuhan telah memberikan misi khusus kepada orang-orang unik ini, membuat mereka muncul pada zaman tertentu, membuat mereka melakukan apa yang mereka inginkan pada zaman tertentu, dan kemudian mendorong kemajuan umat manusia di berbagai zaman melalui hal-hal unik yang dilakukan orang-orang tersebut. Karena orang-orang unik ini, dunia terus-menerus mengalami perubahan dan pembaruan yang tak kentara. Dengan cara seperti inilah manusia berkembang.
Apa perbedaan antara mereka yang memiliki minat dan hobi unik tersebut dengan umat pilihan yang telah Tuhan pilih? Perbedaannya adalah, meskipun Tuhan telah menetapkan misi khusus bagi orang-orang ini, mereka bukanlah orang-orang yang Dia tetapkan untuk diselamatkan, jadi tuntutan-Nya terhadap mereka hanyalah bahwa mereka harus melakukan sesuatu yang unik pada zaman mereka yang unik, pada masa mereka yang unik. Mereka menyelesaikan misi mereka, dan kemudian pada waktu tertentu, mereka pergi. Selama mereka hidup di bumi, Tuhan tidak melakukan pekerjaan penyelamatan terhadap mereka. Mereka hanya memiliki misi untuk pengembangan dan kemajuan masyarakat dan manusia ini, atau memiliki misi untuk mengubah kondisi kehidupan manusia di berbagai periode. Mereka sama sekali tidak ada kaitannya dengan pekerjaan penyelamatan manusia dalam rencana pengelolaan Tuhan, jadi misi macam apa pun yang mereka selesaikan, sebesar apa pun kontribusi mereka terhadap manusia, atau sebesar apa pun pengaruh yang mereka miliki terhadap manusia, mereka tidak ada kaitannya dengan pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan manusia. Mereka adalah milik dunia, milik trennya, perkembangannya, dan milik setiap bidang serta industrinya; mereka tidak ada kaitannya dengan pekerjaan Tuhan dalam menyelamatkan manusia, sehingga mereka tidak ada kaitannya dengan setiap firman yang Dia ucapkan, setiap firman yang Dia berikan kepada manusia, kebenaran dan hidup yang Dia ungkapkan, atau berbagai tuntutan yang Dia miliki terhadap manusia. Apa maksudnya? Maksudnya, perkataan Tuhan kepada semua manusia, kepada seluruh alam semesta, hingga tuntutan dan prinsip khusus yang Dia bicarakan, tidak ditujukan kepada semua orang; tentu saja, perkataan Tuhan tidak ditujukan kepada orang-orang unik tersebut yang memiliki peranan penting dalam perkembangan kehidupan bermasyarakat manusia. Firman Tuhan—jalan, kebenaran, dan hidup—hanya ditujukan kepada umat pilihan yang telah Dia pilih. Masalah ini mudah dijelaskan: firman Tuhan ditujukan kepada siapa pun yang Dia pilih, siapa pun yang ingin Dia selamatkan. Jika orang tidak dipilih oleh Tuhan, dan jika Dia tidak berencana untuk menyelamatkan mereka, maka firman hidup ini tidak diucapkan kepada mereka—mereka tidak ada kaitannya dengan firman tersebut. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Orang-orang unik ini memiliki minat dan hobi yang unik, jadi mereka memiliki berbagai pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang lebih tinggi daripada orang-orang kebanyakan. Karena mereka memiliki pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang unik ini, dan karena mereka memiliki minat dan hobi yang berbeda dan unik, mereka memainkan peran penting dalam perkembangan kehidupan bermasyarakat manusia, dan tentu saja, mereka menyelesaikan misi penting mereka di zaman yang berbeda. Entah mereka pada akhirnya menyelesaikan misinya dengan standar yang dapat diterima atau tidak, merekalah satu-satunya yang ada kaitannya dengan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul karena minat dan hobi tersebut. Karena orang-orang ini memiliki misi khusus, mereka harus mewujudkan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka di zaman tertentu dan dalam situasi sosial tertentu. Inilah misi yang Tuhan berikan kepada mereka, misi yang Dia tambahkan kepada mereka; ini adalah tanggung jawab mereka, dan dengan cara seperti inilah mereka harus bertindak. Sebesar apa pun tekanan yang ditanggung oleh daging, hati, atau pikiran mereka, atau sebesar apa pun harga yang harus mereka bayar, agar dapat mengejar perwujudan cita-cita dan keinginannya, mereka semua akan—atau harus—menyelesaikan misi yang seharusnya mereka selesaikan, karena ini adalah takdir Tuhan. Tak ada seorang pun yang dapat lolos dari takdir Tuhan, juga tak ada seorang pun yang dapat lolos dari kedaulatan dan pengaturan-Nya. Jadi, mereka sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa yang sedang kita bahas mengenai perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka. Apa maksudnya mereka tidak ada kaitannya dengan perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka? Maksudnya, firman mengenai perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka tidak ditujukan kepada mereka. Kapan pun periode waktunya, bagaimanapun situasi sosialnya, dan sejauh mana pun perkembangan manusia, firman Tuhan ini tidak ada kaitannya dengan mereka. Firman ini tidak ditujukan kepada mereka, jadi firman ini bukanlah suatu tuntutan bagi mereka. Mereka harus menyelesaikan misi yang seharusnya mereka selesaikan di bawah takdir, kedaulatan, dan pengaturan Tuhan. Mereka harus melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan di berbagai zaman dan dalam berbagai situasi sosial manusia yang jahat dan rusak, melaksanakan kewajiban mereka, dan menyelesaikan misi yang seharusnya mereka selesaikan. Jadi, apakah mereka berperan sebagai pelaku pelayanan ataukah sebagai kontras? Engkau bisa mengatakan apa pun sesukamu. Singkatnya, mereka bukanlah orang-orang yang dipilih oleh Tuhan, dan mereka juga bukan orang-orang yang ingin Dia selamatkan—hanya itu. Jadi, bagaimanapun orang-orang percaya melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka, hal itu tidak akan memperlambat perkembangan dunia atau perkembangan manusia; dan tentu saja, hal itu juga tidak akan memperlambat perkembangan berbagai bidang dan industri dalam berbagai periode waktu dan situasi sosial dunia. Bukankah demikian? (Ya.) Apa alasannya? Alasannya, perkembangan manusia dan industri masyarakat tidak ada kaitannya dengan orang-orang percaya, atau dengan orang-orang yang Tuhan pilih, jadi engkau tidak perlu khawatir lalu berkata: "Jika kami melakukan apa yang Engkau firmankan dan melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan, lalu akankah masyarakat dan manusia ini terus berkembang?" Mengapa engkau merasa cemas? Engkau tidak perlu cemas. Tuhan memiliki rencana dan pengaturan—engkau mengerti hal itu, bukan? (Ya.) Kecemasanmu itu berlebihan, yang disebabkan karena engkau tidak melihat segala sesuatu dengan jelas, dan karena engkau tidak memahami kebenaran.
Apa sajakah pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang harus dimiliki oleh orang yang percaya kepada Tuhan? Engkau harus melaksanakan tugasmu dengan baik, sesuai standar yang dapat diterima, menyelesaikan apa yang telah Tuhan percayakan kepadamu, mengejar dan menerapkan kebenaran selama proses pelaksanaan tugasmu, memperoleh jalan masuk ke dalam kenyataan kebenaran, memandang orang dan hal-hal, dan berperilaku dan bertindak sepenuhnya berdasarkan firman Tuhan, dengan kebenaran sebagai standarmu. Inilah pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang seharusnya kaumiliki. Pengejaran, cita-cita, dan keinginan duniawi yang muncul dari minat dan hobi adalah hal-hal yang harus kaulepaskan. Mengapa engkau harus melepaskannya? Engkau berbeda dari orang-orang di luar gereja; Tuhan telah memilihmu, engkau telah memilih untuk mengejar kebenaran, dan engkau telah memutuskan untuk menempuh jalan mengejar kebenaran, jadi tujuan dan arah hidupmu harus mengalami perubahan, dan engkau harus secara total dan sepenuhnya melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi. Mengapa engkau harus melepaskannya? Karena itu bukanlah jalan yang seharusnya kautempuh. Itu adalah jalan orang-orang tidak percaya, yaitu orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Jika engkau terus menempuh jalan itu, itu berarti engkau bukanlah salah seorang dari mereka yang Tuhan pilih. Jika engkau mengejar cita-cita dan keinginan seperti yang dilakukan orang tidak percaya, maka engkau tidak mampu mengejar kebenaran, dan engkau tidak dapat memperoleh keselamatan. Secara lebih spesifik, jika engkau tidak mampu melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu, dan terlebih lagi, engkau ingin mewujudkannya, maka engkau tidak mampu tunduk pada pekerjaan Tuhan atau takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, dan engkau tidak akan pernah dapat diselamatkan. Apa maksudnya? Ketidakmampuan untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan, dan bahkan engkau ingin mewujudkannya, itu sama dengan engkau meninggalkan pengejaranmu akan kebenaran, melepaskan keselamatan, dan tidak mau tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Bukankah demikian? (Ya.) Jadi pada akhirnya, seperti yang Kukatakan: jika engkau ingin mengejar kebenaran, engkau harus terlebih dahulu melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari minat dan hobi. Engkau harus melepaskannya, karena mengejar cita-cita dan keinginan duniawi tidak ada kaitannya dengan mereka yang mengejar kebenaran dan keselamatan; itu bukanlah jalan yang seharusnya kautempuh, juga bukan tujuan dan arah yang seharusnya kautetapkan dan miliki dalam hidupmu. Jika engkau sering merencanakan dan memperhitungkannya dalam hatimu, memeras otakmu untuk memikirkan dan mempertimbangkannya, maka engkau harus melepaskannya sesegera mungkin. Engkau tidak boleh berdiri di atas dua perahu, ingin mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan, sementara juga ingin mengejar dunia, dan mewujudkan cita-cita dan keinginanmu sendiri. Dengan demikian, engkau bukan saja tak mampu mencapai atau mewujudkan kedua-duanya, tetapi bahkan—dan yang terpenting—hal ini akan memengaruhi keselamatanmu. Pada akhirnya, engkau akan melewatkan pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan manusia, melewatkan kesempatan terbaik Tuhan menyelamatkan manusia, dan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Pada akhirnya, engkau akan jatuh ke dalam bencana, merasa sedih dan marah, dan sudah terlambat untuk menyesal—ini akan menjadi nasib malangmu. Jika engkau cerdas, dan sudah memutuskan untuk mengejar kebenaran, maka engkau harus melepaskan cita-cita dan keinginan yang pernah kaumiliki atau yang masih kaukejar. Orang bodoh, orang idiot, orang yang tidak bijaksana, dan orang yang kacau—orang-orang ini ingin mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan, tetapi mereka tidak mau melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan duniawi mereka. Mereka ingin mendapatkan semuanya. Mereka menganggap tindakan seperti ini adalah tindakan yang menguntungkan, tindakan yang cerdas, padahal sebenarnya tindakan tersebut adalah tindakan yang paling bodoh. Orang yang cerdas akan sepenuhnya meninggalkan pengejaran, cita-cita, dan keinginan duniawi mereka, dan memilih untuk mengejar kebenaran dan memperoleh keselamatan. Sejauh mana pun dunia berkembang, dan bagaimanapun keadaan atau perkembangan berbagai bidang dan industri, tak ada satu pun yang ada kaitannya denganmu. Biarkan mereka yang merupakan milik dunia, setan-setan yang tinggal di bumi, melakukan apa pun yang seharusnya mereka lakukan. Hal yang akan kita lakukan adalah, di satu sisi, menyelesaikan tugas yang seharusnya kita selesaikan, dan di sisi lain, menikmati hasil kerja mereka. Betapa indahnya! Sebagai contoh, komputer dan perangkat lunak yang mereka ciptakan sangat bermanfaat bagimu dalam melaksanakan tugas dan bekerja. Engkau mengambil dan menggunakannya, membuatnya melayanimu; engkau membuatnya membantumu saat engkau melaksanakan tugasmu, membantumu menyelesaikan pekerjaanmu dengan lebih baik, meningkatkan efisiensi dalam melaksanakan tugasmu, dan dengan demikian, meningkatkan hasilnya, sekaligus menghemat lebih banyak waktu. Betapa indahnya! Engkau tidak perlu memeras otakmu untuk meneliti: "Bagaimana perangkat lunak ini ditemukan? Siapa yang menciptakannya? Bagaimana aku harus menggunakan perangkat lunak ini, dalam bidang teknis ini?" Tidak ada gunanya memeras otakmu seperti ini. Pemikiran dan tenagamu tidak dimaksudkan untuk melakukan hal ini. Engkau tidak perlu menyumbangkan tenaga atau sel otakmu untuk hal ini. Biarkan orang-orang duniawi yang seharusnya berkontribusi itu yang melakukannya; setelah kontribusinya, kita mengambil dan menggunakannya. Betapa indahnya! Semuanya sudah siap pakai. Tuhan telah terlebih dahulu mengatur segala sesuatu, jadi engkau tidak perlu mengejarnya, dan dalam hal ini, engkau tidak perlu cemas atau mengerahkan upaya. Dalam hal ini, engkau tidak perlu mengambil tindakan apa pun, juga tidak perlu khawatir atau mengkhawatirkan dirimu sendiri tentang apa pun. Yang perlu kaulakukan hanyalah melaksanakan tugasmu dengan baik, mengejar kebenaran, memahami kebenaran, dan masuk ke dalam kenyataan kebenaran. Bukankah ini jalan hidup yang paling benar? (Ya.)
Sekarang, apakah engkau semua memahami masalah tentang mengejar cita-cita dan keinginan? Ada orang-orang yang berkata, "Jika orang tidak mengejar cita-cita mereka, masih bisakah dunia mengalami perkembangan?" Menurut-Ku bisa. Apakah engkau semua memahami jawaban ini? Apakah engkau mengerti? (Ya.) Jika demikian, apakah engkau semua juga melihat dengan jelas esensi masalah yang sedang kita bahas? Bukankah itulah yang sebenarnya terjadi? (Ya.) Kesimpulannya, biarkan setan-setan yang berasal dari dunia, atau yang disebut "manusia" yang berasal dari dunia, yang berurusan dengan perkembangan, kemajuan, dan urusan dunia. Ini tidak ada kaitannya dengan mereka yang percaya kepada Tuhan. Apa misi dan tanggung jawab mereka yang percaya kepada Tuhan? (Melaksanakan tugas mereka dengan baik, mengejar kebenaran, dan memperoleh keselamatan.) Benar. Ini sangat spesifik dan nyata. Bukankah ini sangat sederhana? (Ya.) Mereka yang percaya kepada Tuhan hanya perlu mengejar kebenaran dan mengikuti jalan-Nya, lalu pada akhirnya mereka akan diselamatkan. Ini adalah misimu, dan inilah ekspektasi dan harapan terbesar Tuhan darimu. Tuhan yang mengatur sisanya, jadi engkau tidak perlu cemas atau khawatir. Ketika saatnya tiba, engkau akan menikmati semua yang seharusnya kaunikmati, memakan semua yang seharusnya kaumakan, dan menggunakan semua yang seharusnya kaugunakan. Semuanya akan melampaui imajinasi dan ekspektasimu, dan akan berlimpah. Tuhan tidak akan membiarkanmu hidup berkekurangan, atau menjadi miskin. Ada sebuah ayat dalam Alkitab yang mengatakan bahwa beban Tuhan itu ringan. Apa bunyinya? ("Karena kuk-Ku itu mudah dan beban-Ku pun ringan" (Matius 11:30).) Bukankah itu arti dari ayat tersebut? (Ya.) Mengharuskanmu untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu sendiri bukan bertujuan untuk menjadikanmu orang yang biasa-biasa saja, atau membuatmu malas, atau tanpa pengejaran, dan bukan juga untuk membuatmu menjadi mayat berjalan, orang yang tidak berjiwa. Sebaliknya, ini dimaksudkan untuk mengubah arah dan tujuan pengejaranmu yang salah. Engkau dimaksudkan untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang tidak seharusnya kaumiliki, dan untuk menetapkan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang benar. Hanya dengan demikian engkau dapat menempuh jalan hidup yang benar. Jadi, apakah masalah ini sudah terselesaikan? Jika orang tidak mengejar cita-cita mereka, akankah dunia terus berkembang? Jawabannya adalah "ya". Mengapa demikian? (Karena Tuhan telah menetapkan misi bagi mereka yang berasal dari dunia; merekalah yang akan melakukan pekerjaan ini.) Benar, karena Tuhan memiliki takdir dan pengaturan-Nya, engkau tidak perlu cemas. Dunia akan berkembang, dan orang-orang yang percaya kepada Tuhan tidak perlu mengemban misi ini, untuk melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban ini. Tuhan sudah mengatur segala sesuatunya. Engkau tidak perlu khawatir tentang siapa yang diatur oleh Tuhan. Cukup bagimu untuk mengejar kebenaran, mengikuti jalan Tuhan, dan memperoleh keselamatan. Perlukah engkau mengkhawatirkan hal lain? (Tidak.) Tidak. Jadi, melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan adalah jalan yang harus kauterapkan. Engkau tidak perlu khawatir tentang apa yang akan terjadi pada dunia atau manusia setelah engkau melepaskan cita-cita dan keinginanmu. Itu bukanlah sesuatu yang perlu kaukhawatirkan. Itu tidak ada kaitannya denganmu. Tuhan telah mengatur segala sesuatunya. Sesederhana itu. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Melalui persekutuan dengan cara seperti ini, bukankah Aku telah menyelesaikan sumber masalahnya? (Ya.) Jika ada orang yang kembali bertanya kepadamu, bagaimana engkau semua memandang dan menjelaskan masalah ini? Seandainya ada orang yang tidak percaya kepada Tuhan bertanya, "Engkau semua selalu berbicara tentang jangan mengejar cita-cita, melepaskan cita-cita dan keinginan. Seandainya semua orang mengikuti tindakanmu, akankah dunia tetap ada? Akankah manusia terus berkembang?" maka engkau dapat menjawab, "Setiap orang memiliki cita-citanya sendiri; engkau tidak boleh memaksa mereka." Ini adalah pepatah terkenal di dunia. Engkau harus berkata, "Tuhan menuntut orang untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka; itulah kebenarannya. Jika engkau bersedia menerima kebenaran ini, maka engkau akan mampu melepaskan hal-hal ini. Jika engkau tidak mau menerima hal ini, maka engkau juga boleh memilih untuk tidak melepaskannya. Tuhan tidak akan memaksa siapa pun. Melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu adalah kemauanmu sendiri, dan itu merupakan hakmu. Jika engkau tidak mau melepaskannya, itu juga adalah atas kemauanmu sendiri, dan juga merupakan hakmu. Setiap orang memiliki misi spesifiknya sendiri. Di antara semua manusia, setiap orang memiliki misinya masing-masing, memiliki peran mereka sendiri yang harus mereka jalankan. Pilihan orang berbeda-beda, jadi jalan yang mereka tempuh pun berbeda-beda. Engkau memilih untuk mengejar dunia, mewujudkan cita-cita dan keinginanmu di dunia, dan mewujudkan nilai-nilaimu, sedangkan aku memilih untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanku demi mengikuti Tuhan, mendengarkan firman-Nya, mengikuti jalan-Nya, dan menyenangkan-Nya. Pada akhirnya, aku akan dapat memperoleh keselamatan. Engkau tidak menempuh jalan ini, itu terserah padamu. Tak ada seorang pun yang dapat memaksamu." Bagaimana dengan jawaban ini? (Bagus.) Jika engkau mampu menerima gagasan bahwa orang perlu "melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka", maka firman ini ditujukan kepadamu. Jika engkau tidak dapat menerimanya, maka tidak ada indikasi bahwa engkau harus mendengarkan dan menerima firman ini. Engkau dapat memilih untuk tidak mendengarkan; engkau dapat memilih untuk mengabaikan pekerjaan pengelolaan Tuhan demi keselamatan manusia, dan membuang kesempatanmu untuk diselamatkan. Ini adalah hakmu. Engkau juga bisa memilih untuk tidak melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu, lalu dengan percaya diri dan berani mewujudkannya pada dunia. Tak ada seorang pun yang akan memaksamu, dan tak ada seorang pun yang akan menghukummu. Ini adalah hakmu. Pilihanmu juga merupakan misimu, dan misimu adalah peran yang telah Tuhan tetapkan untuk kaujalankan di antara manusia. Hanya itu. Inilah fakta yang sebenarnya. Apa pun pilihanmu, itulah jalan yang akan kautempuh; apa pun jalan yang kautempuh, itulah peran yang akan kaujalankan di antara manusia. Sesederhana itu. Inilah fakta yang sebenarnya. Jadi, ini masih sama seperti perkataan sebelumnya: "Setiap orang memiliki cita-citanya sendiri; engkau tidak boleh memaksa mereka". Namun, berasal dari manakah cita-cita tersebut? Pada dasarnya, hal itu ditetapkan oleh Tuhan. Jika engkau tidak memilih untuk menerima kebenaran dan melaksanakan tugasmu dengan baik, ini berarti Tuhan tidak memilihmu, dan engkau tidak mempunyai kesempatan untuk diselamatkan. Sederhananya, engkau tidak memiliki berkat ini; itu tidak ditetapkan oleh Tuhan. Jika engkau tidak tertarik untuk percaya kepada Tuhan atau mengejar kebenaran, jika engkau tidak mengejar aspek ini, artinya engkau tidak memiliki berkat ini. Mereka yang telah ditetapkan untuk datang ke dalam rumah Tuhan bersedia melaksanakan tugas mereka di sana. Apa pun yang Tuhan katakan, mereka dengarkan; jika Dia ingin mereka melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka, mereka melakukannya. Jika mereka tidak mampu melepaskannya, mereka akan memeras otak untuk memikirkan cara melakukannya. Orang seperti ini mau mengejar keselamatan. Ini adalah kebutuhan dan tuntutan jiwa mereka yang terdalam, yang telah ditetapkan oleh Tuhan, sehingga mereka mendapat berkat ini, yang adalah nasib baik mereka. Peran yang Tuhan tetapkan bagimu adalah peran yang harus kaujalankan. Itulah sumbernya. Mereka yang tidak diberkati mengejar dunia, sedangkan mereka yang diberkati mengejar kebenaran—bukankah benar demikian? (Ya.) Jadi, jika seseorang bertanya lagi kepadamu, bisakah engkau semua menjawabnya? (Ya.) Apa jawaban yang paling sederhana? (Setiap orang memiliki cita-citanya sendiri; engkau tidak boleh memaksa mereka.) Setiap orang memiliki cita-citanya sendiri; engkau tidak boleh memaksa mereka. Mengharuskanmu untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan hanya bertujuan untuk memberimu jalan penerapan. Engkau dapat memilih untuk melepaskannya, dan engkau dapat memilih untuk tidak melepaskannya. Setiap orang memiliki cita-citanya sendiri; engkau tidak boleh memaksa mereka. Jika engkau menerimanya, maka firman ini ditujukan kepadamu. Jika engkau tidak menerima, maka firman ini bukan ditujukan kepadamu, dan melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan tidak ada kaitannya denganmu; engkau bebas. Apakah masalah ini terselesaikan? (Ya.) Sudah selesai, jadi tak ada yang akan terus membicarakan hal ini, bukan? (Ya.)
Ada masalah lain tentang perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka. Ada orang-orang yang berkata, "Sekarang Engkau membahas tentang perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka—apakah itu karena waktunya sudah dekat, akhir zaman telah tiba, dan bencana telah datang, dan karena hari Tuhan telah tiba, sehingga Engkau menuntut orang untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka?" Benarkah demikian? (Tidak.) Jawabannya negatif: tidak! Jadi, mari kita membahas tentang alasan spesifiknya. Karena jawabannya adalah tidak, tentu saja ada beberapa permasalahan mendetail di sini yang perlu dipersekutukan dan dipahami. Mari kita membahasnya: dua ribu, atau bahkan beberapa ratus tahun yang lalu, seluruh lingkungan sosial berbeda dari zaman sekarang; keadaan semua manusia berbeda dari zaman sekarang. Lingkungan hidup mereka sangat teratur. Dunia tidak sejahat sekarang, kehidupan bermasyarakat manusia tidak sekacau sekarang, dan tidak ada bencana. Apakah manusia tetap perlu melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka? (Ya.) Mengapa? Berikan alasannya, dan sampaikanlah berdasarkan pengetahuan spesifikmu. (Setelah manusia dirusak oleh Iblis, mereka memiliki watak rusak Iblis, jadi ketika mereka mengejar cita-cita dan keinginan mereka, semuanya demi mengejar ketenaran, keuntungan, dan status. Karena mereka mengejar ketenaran dan keuntungan, mereka berjuang dan bertarung satu sama lain, berjuang untuk hidup dan mati, dan akibatnya mereka jauh lebih dirusak sedemikian dalamnya oleh Iblis, makin kehilangan keserupaan dengan manusia, makin menjauh dari Tuhan. Dengan demikian, orang dapat memahami bahwa jalan mengejar cita-cita dan keinginan adalah salah. Jadi, bukan karena hari Tuhan sudah dekat sehingga Dia menuntut orang untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka; melainkan, orang semestinya tidak boleh mengejar hal-hal ini dari awal. Mereka harus mengejar dengan benar, berdasarkan firman Tuhan.) Apakah menurutmu perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka adalah sebuah prinsip penerapan? (Ya.) Apakah perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka adalah kebenaran? Apakah ini merupakan tuntutan Tuhan terhadap manusia? (Ya.) Itu adalah kebenaran, tuntutan Tuhan terhadap manusia. Jadi, apakah ini jalan yang harus orang ikuti? (Ya.) Karena ini adalah kebenaran, tuntutan spesifik Tuhan terhadap manusia, dan jalan yang harus orang ikuti, apakah hal ini berubah sesuai dengan waktu dan latar belakang? (Tidak.) Mengapa tidak? Karena kebenaran, tuntutan Tuhan, dan jalan Tuhan tidak berubah seiring dengan perubahan waktu, tempat, atau lingkungan. Kapan pun waktunya, di mana pun tempatnya, dan di ruang apa pun, kebenaran tetaplah kebenaran, dan standar yang Tuhan tuntut terhadap manusia tidak berubah, demikian pula standar yang Dia tuntut dari para pengikut-Nya juga tidak berubah. Jadi, bagi para pengikut Tuhan, kapan pun waktunya, di mana pun tempatnya, atau apa pun latar belakangnya, jalan Tuhan yang harus mereka ikuti tidak berubah. Jadi, menuntut orang untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka pada zaman sekarang ini bukanlah suatu tuntutan yang diajukan terhadap manusia hanya karena waktunya sudah dekat, atau karena akhir zaman sudah tiba; bukan juga karena waktunya tinggal sedikit dan bencana yang terjadi sangat dahsyat, juga bukan karena takut manusia akan jatuh ke dalam bencana, sehingga ada tuntutan yang sangat mendesak bagi manusia, yang mengharuskan mereka untuk mengambil tindakan yang ekstrem atau radikal, agar dapat memperoleh jalan masuk tercepat ke dalam kenyataan kebenaran. Ini bukanlah alasannya. Lalu, apa alasannya? Kapan pun waktunya, entah beberapa ratus atau beberapa ribu tahun yang lalu—bahkan pada saat ini—tuntutan Tuhan terhadap manusia dalam hal ini tidak berubah. Hanya saja beberapa ribu tahun yang lalu, bahkan sampai kapan pun hingga hari ini, Tuhan belum mengumumkan firman ini secara terbuka kepada manusia secara terperinci, tetapi tuntutan-Nya terhadap manusia tidak pernah berubah sampai kapan pun. Sejak manusia pertama kali membuat catatan, tuntutan Tuhan terhadap mereka bukanlah untuk mengejar dunia dengan tekun, atau mewujudkan cita-cita dan keinginan mereka sendiri di dunia. Satu-satunya tuntutan-Nya terhadap mereka adalah mendengarkan firman-Nya, mengikuti jalan-Nya, tidak berkubang dalam dunia, dan tidak mengejar dunia. Biarkan orang-orang di dunia yang mengurusi hal-hal duniawi; biarkan mereka yang menyelesaikan hal-hal ini. Mereka tidak ada kaitannya dengan orang-orang yang memercayai dan mengikuti Tuhan. Satu-satunya hal yang perlu dilakukan oleh orang yang percaya kepada Tuhan adalah menaati jalan Tuhan dan mengikuti-Nya. Mengikuti jalan Tuhan adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh orang percaya dan pengikut Tuhan. Hal ini tidak tergantung pada waktu, tempat, atau latar belakang. Bahkan kelak, ketika manusia diselamatkan dan memasuki zaman selanjutnya, tuntutan ini tidak akan berubah. Mendengarkan firman Tuhan dan mengikuti jalan-Nya adalah sikap dan penerapan khusus yang harus dimiliki pengikut Tuhan terhadap-Nya. Hanya dengan mendengarkan firman Tuhan dan mengikuti jalan-Nya, barulah orang dapat dengan berhasil takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, Tuhan menuntut orang untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka tidak muncul karena waktu, juga bukan karena lingkungan atau latar belakang yang unik; sebaliknya, sejak awal manusia ada, sekalipun Tuhan belum memberikan firman tersebut kepada mereka dengan jelas, Dia telah selalu menuntut standar dan prinsip ini dari mereka. Sebanyak apa pun orang yang mampu mencapainya, sebanyak apa pun orang yang mampu menerapkan firman-Nya, atau sebanyak apa pun dari firman-Nya yang mampu mereka pahami, tuntutan dari Tuhan ini tidak berubah. Lihatlah di dalam Alkitab, di mana terdapat catatan tentang orang-orang unik yang Tuhan pilih di zaman yang unik—Nuh, Abraham, Ishak, Ayub, dll. Tuntutan Tuhan terhadap mereka, jalan yang mereka ikuti, tujuan dan arah hidup mereka, serta tujuan yang mereka kejar dan tindakan tertentu yang mereka ambil untuk hidup dan kelangsungan hidup, semuanya mencakup tuntutan Tuhan terhadap manusia. Apa sajakah tuntutan Tuhan terhadap manusia? Termasuk di dalamnya adalah orang harus melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka, bukan? (Ya.) Baik secara rohani maupun secara jasmani, mereka harus menjauhi manusia yang liar, kacau, dan jahat, serta menjauhi tren mereka yang liar, kacau, dan jahat. Sebelumnya, ada sebuah kata yang kurang sesuai—"dikuduskan". Sebenarnya, arti dari kata ini adalah menuntutmu untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginanmu—untuk menghalangimu agar tidak menjadi orang tidak percaya, ataupun melakukan hal-hal yang dilakukan orang tidak percaya, atau mengejar sesuatu yang dikejar orang tidak percaya, tetapi membuatmu mengejar hal-hal yang seharusnya dikejar oleh orang percaya. Itulah maksudnya. Jadi, jika ada orang-orang yang bertanya: "Apakah karena waktunya sudah dekat, akhir zaman sudah tiba, dan bencana telah datang, sehingga Tuhan menuntut orang untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka?" apa yang seharusnya menjadi jawaban atas pertanyaan ini? Jawabannya seharusnya adalah bahwa semua tuntutan Tuhan terhadap manusia adalah kebenaran, dan merupakan jalan yang harus orang ikuti. Tuntutan Tuhan tidak berubah berdasarkan perubahan waktu, tempat, lingkungan, lokasi geografis, atau latar belakang sosial. Firman Tuhan adalah kebenaran, kebenaran yang tidak pernah berubah sejak dahulu kala, yang tidak berubah sepanjang masa—jadi setiap tuntutan Tuhan terhadap manusia dan setiap prinsip penerapan spesifik yang Dia berikan kepada manusia sudah ada setelah Dia menciptakan manusia, ketika mereka belum memiliki catatan waktu. Mereka hidup berdampingan dengan Tuhan. Dengan kata lain, sejak saat manusia ada, manusia telah mampu memahami tuntutan Tuhan terhadap mereka. Bidang apa pun yang tercakup dalam tuntutan tersebut, semuanya bersifat kekal dan tidak akan berubah. Secara umum, tuntutan Tuhan terhadap manusia adalah mendengarkan firman-Nya dan mengikuti jalan-Nya. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Tuntutan Tuhan sama sekali tidak berkaitan dengan perkembangan dunia, dengan latar belakang sosial manusia, dengan waktu atau tempat, ataupun dengan lingkungan geografis dan ruang di mana manusia hidup. Setelah mendengarkan firman Tuhan, sudah sepantasnya orang menaati dan menerapkannya. Tuhan tidak mempunyai tuntutan lain terhadap manusia. Ketika mereka mendengar dan memahami firman-Nya, mereka hanya perlu menerapkan dan menaatinya; mereka akan mencapai standar sebagai makhluk ciptaan yang layak di mata-Nya. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Jadi, kapan pun waktunya, apa pun lingkungan sosial atau latar belakangnya, atau di mana pun lokasi geografisnya, yang harus kaulakukan adalah mendengarkan firman Tuhan, memahami apa yang Dia firmankan dan apa saja tuntutan-Nya terhadapmu, dan kemudian hal selanjutnya yang harus kaulakukan adalah mendengarkan, tunduk, dan menerapkan. Jangan mengkhawatirkan dirimu dengan hal-hal seperti, "Apakah bencana yang sedang terjadi di dunia saat ini sangat dahsyat? Apakah dunia ini sedang kacau? Apakah berbahaya untuk keluar ke dunia? Apakah aku bisa jatuh sakit karena wabah? Apakah aku bisa mati karena wabah? Akankah aku ditimpa bencana? Apakah ada godaan di luar sana?" Memikirkan hal-hal seperti itu tidak ada gunanya, dan itu tidak ada kaitannya denganmu. Engkau hanya perlu memusatkan perhatianmu pada mengejar kebenaran dan mengikuti jalan Tuhan, bukan pada lingkungan di dunia. Seperti apa pun lingkungan di dunia, engkau adalah makhluk ciptaan, dan Tuhan adalah Sang Pencipta. Hubungan antara Pencipta dan makhluk ciptaan tidak akan berubah, identitasmu tidak akan berubah, dan esensi Tuhan tidak akan berubah. Engkau akan selalu menjadi orang yang harus mengikuti jalan Tuhan, yang harus mendengarkan firman-Nya dan tunduk kepada-Nya. Tuhanlah yang berdaulat atas dirimu, mengatur nasibmu, dan menuntunmu sepanjang hidup. Hubunganmu dengan-Nya tidak akan berubah, identitas-Nya tidak akan berubah, dan identitasmu tidak akan berubah. Karena semua ini, kapan pun waktunya, tanggung jawab, kewajiban, dan tugas tertinggimu adalah mendengarkan firman Tuhan, tunduk pada firman, dan menerapkannya. Ini tidak akan pernah salah, dan ini adalah standar tertinggi. Apakah masalah ini terselesaikan? (Ya.) Sudah terselesaikan. Sudahkah Aku berbicara dengan jelas? Apakah perkataan-Ku lebih benar daripada perkataanmu? (Ya.) Dalam hal apa Aku benar? (Kami baru saja berbicara secara garis besar, tetapi Tuhan telah menganalisis masalah ini dengan sangat menyeluruh, dan juga telah mempersekutukan bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, dan itulah jalan yang harus orang patuhi, dan bahwa orang harus mendengarkan firman Tuhan dan mengikuti jalan-Nya. Tuhan telah membahas semua hal ini dengan jelas.) Yang Kubahas adalah satu aspek dari kebenaran. Ungkapan "satu aspek dari kebenaran" adalah sebuah teori, jadi apa yang mendukung teori ini? Ini adalah fakta dan topik khusus yang telah dibahas sebelumnya. Ada bukti dari semua fakta ini; tak ada satu pun darinya yang dibuat-buat, tak ada satu pun yang merupakan imajinasi. Semua itu adalah fakta, atau merupakan esensi dan kenyataan fenomena lahiriah dari fakta tersebut. Jika engkau mampu mengerti dan memahaminya, itu membuktikan bahwa engkau memahami kebenaran. Alasan mengapa engkau semua tidak dapat mengatakannya dengan lantang adalah karena engkau semua belum memahami aspek kebenaran ini, juga belum memahami esensi dan kenyataan yang mendasari fenomena ini, jadi engkau semua hanya membahas sedikit tentang perasaan dan pengetahuanmu, yang jauh dari kebenaran. Bukankah itu yang terjadi? (Ya.) Masalah ini sudah terselesaikan, jadi mari kita akhiri pembahasannya di sini. Mengenai topik tentang perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka yang muncul dari minat dan hobi, perlukah pertanyaan ini dimasukkan sebagai poin tambahan? (Ya.) Itu perlu. Setiap pertanyaan berkaitan dengan beberapa kebenaran, dengan kata lain, itu berkaitan dengan kenyataan dan esensi beberapa fakta, dan di balik kenyataan dan esensi tersebut selalu ada pengaturan, rencana, gagasan, dan kehendak Tuhan. Lalu apa lagi? Ada beberapa metode spesifik Tuhan, serta dasar, tujuan, dan latar belakang tindakan-Nya. Inilah kenyataannya.
Setelah selesai mempersekutukan topik tentang perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka yang muncul dari minat dan hobi, sebaiknya kita mempersekutukan topik selanjutnya. Apa topik selanjutnya? Topik selanjutnya adalah tentang perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka yang muncul dari pernikahan. Tentu saja, topik ini menyentuh berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pernikahan. Bukankah topik ini lebih besar daripada minat dan hobi? Namun, jangan takut dengan besarnya topik ini. Kita akan menguraikannya sedikit demi sedikit, perlahan-lahan memahami dan mendalami topik ini melalui persekutuan. Jalur yang akan kita ambil dalam mempersekutukan topik ini adalah dengan menganalisis masalah pernikahan dari sudut pandang dan aspek esensi permasalahan di sini, baik positif maupun negatif; beragamnya pemahaman orang tentang pernikahan, baik yang benar maupun yang salah; kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan dalam pernikahan, serta berbagai pemikiran dan sudut pandang yang keliru yang membuat munculnya masalah tersebut, yang pada akhirnya memungkinkan orang untuk melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari pernikahan. Penerapan terbaik dan termudah untuk "melepaskan" adalah ini: pertama-tama, engkau harus melihat dengan jelas esensi permasalahannya, dan memahami yang sebenarnya mengenai, apakah masalah tersebut positif atau negatif. Kemudian engkau harus mampu menangani masalah tersebut secara tepat dan rasional. Ini adalah pada sisi aktifnya. Pada sisi pasifnya, engkau harus mampu memahami dan mengerti yang sebenarnya mengenai gagasan, sudut pandang, dan sikap keliru yang ditimbulkan oleh masalah-masalah tersebut, atau berbagai pengaruh berbahaya dan negatif yang dihasilkannya dalam kemanusiaanmu, dan kemudian dari aspek-aspek ini, engkau mampu melepaskan. Dengan kata lain, engkau harus mampu memahami dan mengerti yang sebenarnya mengenai masalah-masalah ini, tanpa terikat atau terkekang oleh gagasan-gagasan keliru yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, dan tidak membiarkannya mengendalikan hidupmu dan menuntunmu ke jalan yang sesat, atau membawamu untuk membuat pilihan yang salah. Singkatnya, entah kita mempersekutukan hal positif atau hal negatif, tujuan utamanya adalah untuk memungkinkan orang menangani masalah pernikahan secara rasional, tidak menggunakan gagasan dan pandangan yang keliru untuk memahami dan memperlakukannya, juga tidak mempunyai sikap yang salah terhadapnya. Inilah pemahaman yang benar dari penerapan "melepaskan". Baiklah, mari kita lanjutkan bersekutu tentang pengejaran, cita-cita, dan keinginan yang muncul dari pernikahan. Pertama-tama, mari kita lihat pengertian pernikahan, apa konsepnya. Sebagian besar darimu belum menikah, bukan? Aku melihat bahwa sebagian besar darimu adalah orang dewasa. Apa artinya menjadi orang dewasa? Artinya engkau sudah mencapai atau melewati usia pernikahan. Apakah engkau berada pada usia pernikahan atau telah melewati usia pernikahan, setiap orang memiliki pandangan, definisi, dan konsep pernikahan yang relatif borjuis, entah benar atau salah. Jadi, mari kita membahas terlebih dahulu apa sebenarnya arti pernikahan. Pertama, dengan kata-katamu sendiri: apa sebenarnya yang dimaksud dengan pernikahan? Jika kita ingin membicarakan siapakah yang memenuhi syarat untuk membahas tentang apa arti pernikahan, kemungkinan yang memenuhi syarat adalah mereka yang sudah pernah menikah sebelumnya. Jadi, mari kita mulai terlebih dahulu dengan mereka yang sudah menikah, dan setelah mereka selesai berbicara, kita bisa beralih ke orang dewasa yang belum menikah. Engkau semua dapat menyampaikan pandanganmu tentang pernikahan, dan kita akan mendengarkan pemahaman dan definisimu tentang pernikahan. Katakan apa yang ingin kaukatakan, entah enak didengar atau tidak—keluhan tentang pernikahan atau pengharapan akan pernikahan, semuanya diperbolehkan. (Sebelum menikah, semua orang memiliki pengharapan. Ada yang menikah agar mereka bisa menjalani hidup yang berkecukupan, ada pula orang yang mengejar pernikahan yang bahagia, mencari pangeran berkuda putih, berkhayal bahwa mereka akan menjalani kehidupan yang bahagia. Ada juga orang-orang yang ingin memanfaatkan pernikahan untuk mencapai tujuan mereka sendiri.) Jadi, menurut pandanganmu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pernikahan? Apakah itu bersifat transaksional? Apakah itu sebuah permainan? Atau apa? Beberapa situasi yang telah kausebutkan adalah tentang hidup berkecukupan, dan itu adalah semacam transaksi. Apa lagi? (Bagiku, aku merasa, pernikahan hanyalah sesuatu yang kudambakan, sesuatu yang kurindukan.) Siapa lagi yang mau bicara? Pengetahuan apa yang dimiliki orang yang sudah menikah tentang pernikahan? Terutama mereka yang telah menikah selama sepuluh atau dua puluh tahun—apa perasaanmu mengenai pernikahan? Bukankah engkau semua biasanya penuh dengan renungan mengenai pernikahan? Di satu sisi, engkau memiliki pengalaman dengan pernikahanmu sendiri, dan di sisi lain, engkau telah melihat pernikahan orang-orang di sekitarmu; demikian juga halnya, engkau telah merasakan pernikahan orang lain yang pernah kaubaca di buku-buku, majalah, dan film-film. Jadi, dari aspek-aspek tersebut, menurutmu apa yang dimaksud dengan pernikahan? Bagaimana engkau mendefinisikannya? Apa yang kaupahami tentang pernikahan? Bagaimana engkau menjelaskan pernikahan? Orang yang sudah menikah, mereka yang sudah menikah selama beberapa tahun—khususnya di antaramu yang pernah membesarkan anak—apa perasaanmu tentang pernikahan? Ayo, bicaralah. (Aku ingin menambahkan sedikit. Aku banyak menonton acara televisi sejak kecil. Aku selalu mendambakan kehidupan pernikahan yang bahagia, tetapi setelah menikah, aku sadar bahwa itu tidak seperti yang kubayangkan. Setelah menikah, hal pertama yang harus kulakukan adalah bekerja keras untuk keluargaku, dan itu sangat melelahkan. Selain itu, karena adanya ketidakcocokan antara temperamen suami dan temperamenku, dan antara hal-hal yang kami dambakan dan kejar—terutama perbedaan antara jalan yang kami kejar—kami memiliki banyak perbedaan dalam hidup, sampai-sampai kami selalu bertengkar. Hidup terasa sulit waktu itu. Pada saat itu, aku merasa bahwa kehidupan pernikahan yang kudambakan semasa kecil sebenarnya tidak realistis. Itu hanya keinginan yang menyenangkan, tetapi kehidupan nyata tidak seperti itu. Inilah pemikiranku tentang pernikahan.) Jadi, pemahamanmu tentang pernikahan itu pahit, benarkah? (Ya.) Jadi, semua kenangan dan ingatanmu terasa pahit, melelahkan, menyakitkan, dan tak tertahankan untuk diingat kembali; engkau merasa kesal, sehingga setelah mengingatnya, engkau tidak memiliki pengharapan yang lebih baik akan pernikahan. Engkau menganggap pernikahan tidak sesuai dengan keinginanmu, bahwa pernikahan adalah sesuatu yang tidak baik atau tidak romantis. Engkau memahami pernikahan sebagai sebuah tragedi—apakah itu yang kaumaksudkan? (Ya.) Dalam pernikahanmu, baik dalam hal-hal yang mampu kaulakukan maupun dalam hal-hal yang tidak ingin kaulakukan, engkau sangat lelah dan getir tentang segalanya, benarkah? (Ya.) Pernikahan itu pahit—itu adalah sejenis perasaan, perasaan yang bisa dialami atau dirasakan sendiri oleh orang-orang. Apa pun bentuknya, mungkin ada banyak pernyataan yang berbeda tentang pernikahan dan keluarga di dunia saat ini. Ada banyak sekali pernyataan tentang pernikahan di film dan buku, dan ada pakar pernikahan dan pakar hubungan di tengah masyarakat yang menganalisis dan menyelidiki segala jenis pernikahan, yang menangani dan menyelesaikan konflik-konflik yang muncul dalam pernikahan tersebut, agar dapat mendamaikan mereka. Pada akhirnya, masyarakat telah memopulerkan beberapa pepatah tentang pernikahan. Manakah di antara pepatah populer tentang pernikahan ini yang kausetujui atau merasakan hal yang sama? (Tuhan, orang-orang di tengah masyarakat sering mengatakan bahwa menikah itu seperti masuk ke dalam kuburan. Aku merasa setelah menikah, berkeluarga, dan memiliki anak, orang mempunyai tanggung jawab, mereka harus bekerja tanpa henti untuk menafkahi keluarganya, dan selain itu, ada ketidakharmonisan yang muncul dari dua orang yang hidup bersama, dan segala macam masalah dan kesulitan muncul.) Apa ungkapan spesifiknya? "Pernikahan adalah kuburan." Apakah ada beberapa pepatah yang terkenal dan populer di Tiongkok? Bukankah ungkapan "Pernikahan adalah kuburan" cukup populer? (Ya.) Apa lagi? "Pernikahan adalah sebuah kota yang dikepung—mereka yang berada di luar ingin masuk, dan mereka yang berada di dalam ingin keluar." Apa lagi? "Pernikahan tanpa kasih adalah tidak bermoral." Mereka menganggap pernikahan adalah tanda kasih, dan pernikahan tanpa kasih adalah tidak bermoral. Mereka menggunakan kasih yang romantis untuk mengukur standar moralitas. Itukah definisi dan konsep pernikahan yang dimiliki oleh orang yang sudah menikah? (Ya.) Singkatnya, mereka yang sudah menikah penuh dengan kepahitan. Menggunakan ungkapan untuk menggambarkannya: "Pernikahan adalah kuburan". Apakah sesederhana itu? Orang-orang yang sudah menikah sudah selesai berbicara, jadi sekarang kita bisa mendengarkan pendapat orang-orang yang belum menikah dan masih lajang. Siapa yang ingin menyampaikan pemahamannya tentang pernikahan? Sekalipun pendapat tersebut kekanak-kanakan, atau khayalan atau pengharapan yang tidak sesuai dengan kenyataan, semuanya diperbolehkan. (Tuhan, menurutku pernikahan adalah dua orang yang hidup sebagai pasangan, kehidupan yang memenuhi kebutuhan sehari-hari.) Apakah engkau pernah menikah sebelumnya? Apakah engkau punya pengalaman pribadi? (Tidak.) Kebutuhan sehari-hari, hidup sebagai pasangan—benarkah seperti itu menurutmu? Apakah serealistis itu? (Menurutku, pernikahan yang ideal tidak seperti itu, tetapi itulah yang kulihat dalam pernikahan orang tuaku sendiri.) Pernikahan orang tuamu seperti ini, tetapi pernikahan idealmu tidak. Apa pemahaman dan tujuanmu jika menyangkut pernikahan? (Saat aku masih kecil, pemahamanku tentang pernikahan hanyalah untuk menemukan seseorang yang kukagumi, lalu hidup dengan bahagia dan romantis bersamanya.) Engkau ingin hidup bersamanya, memegang tangannya, dan menghabiskan masa tua bersama, benarkah? (Ya.) Ini adalah pemahaman spesifikmu tentang pernikahan, yang melibatkan dirimu sendiri; engkau tidak mendapatkan pemahaman ini dari melihat pernikahan orang lain. Apa yang kaulihat dalam pernikahan orang lain hanyalah apa yang terlihat di luarnya, dan karena engkau sendiri belum mengalaminya, engkau tidak tahu apakah yang kaulihat itu adalah kenyataan yang sebenarnya atau hanya penampakan di luarnya; hal yang kauanggap nyata akan selamanya ada dalam gagasan dan sudut pandangmu. Satu aspek dari pemahaman kaum muda tentang pernikahan adalah hidup dengan romantis bersama kekasih mereka, berpegangan tangan dan menghabiskan masa tua bersama, dan menjalani kehidupan ini bersama-sama. Apakah engkau semua memiliki pemahaman lain tentang pernikahan? (Tidak.)
Ada orang-orang yang berkata: "Pernikahan adalah tentang menemukan seseorang yang mencintaimu. Entah dia romantis atau tidak, itu tidak menjadi masalah, engkau juga tidak perlu terlalu mencintainya. Setidaknya, dia harus mencintaimu, memilikimu di hatinya, dan memiliki tujuan, cita-cita, karakter, minat, dan hobi yang sama denganmu, sehingga engkau dapat menemukan kecocokan satu sama lain dan hidup bersama." Ada orang lain yang berkata: "Pernikahan adalah menemukan seseorang yang kaucintai dan yang mencintaimu untuk hidup bersamanya. Itu sendiri merupakan kebahagiaan." Dan ada pula orang yang pemahamannya tentang pernikahan adalah: "Engkau harus menemukan seseorang yang mapan secara ekonomi, agar engkau tidak perlu khawatir tentang sandang dan pangan hingga akhir hidupmu, sehingga kehidupan materielmu akan berkelimpahan, dan engkau tidak akan mengalami kemiskinan. Berapa pun usianya atau bagaimanapun penampilan, karakter, dan seleranya, dia boleh menjadi pasanganmu asalkan dia kaya. Selama dia mampu memberimu uang untuk dibelanjakan dan dapat memenuhi kebutuhan materielmu, dia dapat diterima. Hidup bersama orang seperti ini mendatangkan kebahagiaan, dan engkau akan merasa nyaman secara jasmani. Inilah pernikahan." Inilah beberapa persyaratan dan definisi yang orang berikan tentang pernikahan. Kebanyakan orang memahami bahwa pernikahan adalah menemukan kekasih, kekasih impian mereka, seorang pangeran tampan, dan hidup bersamanya serta menemukan kecocokan satu sama lain. Sebagai contoh, ada orang-orang yang membayangkan pangeran tampan mereka adalah seorang bintang film atau selebritas, seseorang yang memiliki uang, ketenaran, dan kekayaan. Mereka menganggap bahwa hanya hidup dengan orang semacam itulah yang merupakan pernikahan yang baik dan menyenangkan, pernikahan yang sempurna, dan hanya kehidupan seperti itulah yang bahagia. Ada orang-orang yang membayangkan pasangan mereka adalah seseorang yang memiliki status. Ada orang-orang yang membayangkan pasangan mereka adalah seseorang yang cantik dan menawan. Ada yang membayangkan pasangan mereka adalah seseorang yang memiliki banyak koneksi, berkuasa, keluarga kaya, dan orang kaya. Ada yang membayangkan pasangan mereka ambisius dan mapan dalam pekerjaannya. Ada yang membayangkan pasangan mereka memiliki bakat yang unik. Ada yang membayangkan pasangan mereka memiliki karakter yang khas. Semua ini dan masih banyak lagi adalah persyaratan yang orang miliki terhadap pernikahan, dan tentu saja, semua itu adalah imajinasi, gagasan, dan sudut pandang yang mereka miliki tentang pernikahan. Singkatnya, orang-orang yang pernah menikah mengatakan bahwa pernikahan adalah kuburan, bahwa memasuki pernikahan berarti masuk ke dalam kuburan, atau ke dalam bencana; mereka yang belum menikah membayangkan pernikahan sebagai sesuatu yang sangat menyenangkan dan romantis, serta penuh dengan kerinduan dan pengharapan. Namun, baik yang sudah menikah maupun yang belum, tak ada seorang pun yang mampu menyampaikan dengan jelas tentang pemahaman atau pengertian mereka tentang pernikahan, atau apa sebenarnya definisi dan konsep pernikahan itu, bukan? (Ya.) Mereka yang telah mengalami pernikahan berkata: "Pernikahan adalah kuburan, pernikahan itu pahit." Ada orang-orang yang belum menikah berkata: "Pemahamanmu tentang pernikahan tidak benar. Kau berkata pernikahan itu buruk, itu karena kau terlalu egois. Kau tidak mengerahkan banyak upaya dalam pernikahanmu. Karena berbagai kekurangan dan masalah dalam dirimu, kau membuat pernikahanmu berantakan. Kau sendirilah yang menghancurkan dan merusak pernikahanmu." Ada juga orang-orang yang sudah menikah yang berkata kepada para lajang yang belum menikah: "Kau adalah anak yang bodoh, kau tahu apa? Tahukah kau seperti apa pernikahan itu? Pernikahan bukanlah masalah satu orang, atau dua orang—ini adalah masalah dua keluarga, atau bahkan masalah dua suku. Ada banyak masalah di dalamnya yang tidak sederhana dan tidak jelas. Sekalipun di dunia ini hanya ada dua orang, yang mana ini hanya menyangkut masalah dua orang, hal ini tidaklah sesederhana itu. Betapa pun indahnya pemahaman dan khayalanmu tentang pernikahan, seiring berjalannya waktu, itu akan diruntuhkan oleh hal-hal sepele seperti kebutuhan hidup sehari-hari, hingga warna dan rasa pernikahan itu akan memudar. Kau belum menikah, jadi kau tahu apa? Kau belum pernah menikah, belum pernah hidup dalam pernikahan, jadi kau tidak memenuhi syarat untuk mengevaluasi pernikahan atau memberikan komentar yang kritis. Pemahamanmu tentang pernikahan hanyalah imajinasi, angan-angan—tidak didasarkan pada kenyataan!" Siapa pun yang membicarakannya, ada alasan objektifnya, tetapi kesimpulannya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pernikahan? Manakah perspektif yang paling benar dan paling objektif dalam memandangnya? Manakah yang paling sesuai dengan kebenaran? Bagaimana seharusnya orang memandang pernikahan? Entah berbicara tentang mereka yang pernah atau belum pernah menikah, di satu sisi, pemahaman mereka tentang pernikahan dipenuhi dengan imajinasi mereka sendiri, dan di sisi lain, manusia yang rusak penuh dengan emosi mengenai peran yang mereka mainkan dalam pernikahan. Karena manusia yang rusak tidak memahami prinsip-prinsip yang seharusnya mereka anut dalam berbagai situasi, dan tidak memahami peran yang mereka mainkan dalam pernikahan atau kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya mereka penuhi, ada beberapa perkataan yang mereka ungkapkan tentang pernikahan pasti bersifat emosional, dan melibatkan keegoisan serta sifat pemarah mereka, dll. Tentu saja, entah orang sudah menikah atau belum, jika mereka tidak memandang pernikahan dari sudut pandang kebenaran, dan jika mereka tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan yang murni tentang pernikahan dari Tuhan, maka selain dari pengalaman nyata mereka sendiri mengenai pernikahan, pemahaman mereka tentang pernikahan sebagian besar dipengaruhi oleh masyarakat dan manusia yang jahat. Pemahaman mereka juga dipengaruhi oleh suasana, tren, dan opini publik di tengah masyarakat, serta dipengaruhi oleh hal-hal keliru dan bias tentang pernikahan—dan yang mungkin secara lebih spesifik disebut dengan istilah tidak manusiawi—yang dikatakan oleh orang-orang di setiap tingkatan dan lapisan masyarakat. Karena hal-hal yang dikatakan orang lain ini, di satu sisi, orang tanpa sadar akan dipengaruhi dan dikendalikan oleh pemikiran dan sudut pandang ini, dan di sisi lain, mereka tanpa sadar akan menerima sikap dan cara memandang pernikahan ini, serta cara-cara dalam menangani pernikahan, dan sikap terhadap kehidupan yang dianut oleh mereka yang hidup dalam pernikahan. Pertama-tama, orang tidak memiliki pengertian yang positif tentang pernikahan, juga tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan yang positif dan akurat tentang pernikahan. Selain itu, baik masyarakat maupun manusia yang jahat menanamkan pemikiran yang negatif dan keliru tentang pernikahan ke dalam diri mereka. Oleh karena itu, pemikiran dan sudut pandang orang tentang pernikahan menjadi menyimpang, dan bahkan jahat. Selama engkau hidup dan bertahan hidup di tengah masyarakat ini dan memiliki mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan pemikiran untuk merenungkan pertanyaan, pada taraf yang berbeda, engkau akan menerima pemikiran dan sudut pandang yang keliru ini, yang mengarah pada pemahaman dan pengetahuan yang salah dan bias tentang pernikahan. Sebagai contoh, seratus tahun yang lalu, orang belum memahami apa arti kasih yang romantis, dan pemahaman mereka tentang pernikahan sangat sederhana. Setelah seseorang mencapai usia pernikahan, seorang mak comblang akan memperkenalkan mereka, orang tuanya akan mengurus segala sesuatu, dan kemudian dia akan melangsungkan pernikahan dengan lawan jenisnya, memasuki pernikahan, dan mereka berdua akan hidup bersama dan menjalani hari-hari mereka. Demikianlah mereka akan saling mendampingi di sepanjang hidup ini, hingga akhir hayat mereka. Sesederhana itulah pernikahan. Ini adalah masalah dua orang—dua orang dari keluarga berbeda yang hidup bersama, saling mendampingi, saling menjaga, dan menjalani hidup bersama seumur hidup. Sesederhana itu. Namun, pada satu saat, orang-orang mulai memunculkan apa yang mereka sebut kasih yang romantis, dan kemudian kasih yang romantis ditambahkan ke dalam kepuasan pernikahan, hingga saat ini. Istilah "kasih yang romantis", atau makna dan gagasannya, bukan lagi sesuatu yang, jauh di lubuk hatinya, membuat orang merasa malu atau sulit membicarakannya. Sebaliknya, itu sangat wajar ada dalam pemikiran manusia, dan wajar jika orang membicarakannya, sampai-sampai orang yang belum dewasa pun membicarakan apa yang mereka sebut dengan kasih yang romantis. Jadi, pemikiran, sudut pandang, dan pernyataan semacam ini secara tak kasat mata memberikan pengaruh pada semua orang, pria dan wanita, tua dan muda. Pengaruh inilah yang menjadi alasan mengapa pemahaman semua orang tentang pernikahan sangat berlebihan—lebih tepatnya, mereka berprasangka buruk. Semua orang sudah mulai bermain dengan kasih dan gairah. Apa yang disebut "kasih romantis" manusia hanyalah perpaduan antara kasih dan gairah.[a] Apa yang dimaksud dengan "kasih"? Kasih adalah sejenis rasa suka atau sayang. Apa yang dimaksud dengan "gairah"? Yang dimaksud dengan gairah adalah nafsu. Pernikahan tidak lagi sesederhana dua orang yang menjalani hari-hari bersama sebagai pasangan; justru, itu telah menjadi permainan kasih sayang dan nafsu. Bukankah demikian? (Ya.) Orang-orang telah memahami pernikahan sebagai perpaduan nafsu dan rasa sayang, jadi dapatkah pernikahan mereka menjadi baik? Pria dan wanita tidak hidup dengan benar, dan mereka juga tidak melaksanakan tanggung jawab mereka dengan baik, dan mereka menjalani hari-hari mereka dengan cara yang tidak praktis. Mereka sering berbicara tentang kasih, gairah, rasa sayang dan nafsu. Apakah menurutmu mereka dapat hidup dengan mulus dan stabil? (Tidak.) Siapakah orang yang mampu melewati godaan dan bujukan ini? Tak ada seorang pun yang mampu melewati godaan dan bujukan ini. Di tengah masyarakat, orang-orang dipenuhi dengan nafsu dan rasa sayang terhadap satu sama lain. Inilah yang mereka sebut kasih yang romantis, dan begitulah cara orang-orang masa kini memahami pernikahan; ini merupakan penilaian tertinggi dan cita rasa tertinggi mereka terhadap pernikahan. Jadi, keadaan pernikahan masyarakat masa kini telah berubah tanpa bisa dikenali lagi, dan berada dalam kekacauan yang sangat buruk. Pernikahan bukan lagi masalah yang sederhana antara seorang pria dan seorang wanita; justru, ini telah menjadi masalah semua orang, pria dan wanita, bermain dengan kasih sayang dan nafsu—benar-benar bejat. Di bawah bujukan tren jahat, atau melalui tertanamnya pemikiran jahat, pemahaman dan cara pandang orang terhadap pernikahan menjadi cacat, menyimpang, dan jahat. Selain itu, film-film dan program TV di tengah masyarakat, serta karya sastra dan seni, terus-menerus memberikan penafsiran dan pernyataan yang jauh lebih jahat dan tidak bermoral tentang pernikahan. Sutradara, penulis, dan aktor semuanya menggambarkan pernikahan sebagai keadaan yang buruk. Hal ini penuh dengan kejahatan dan nafsu, yang menyebabkan pernikahan yang baik menjadi kacau. Jadi, sejak adanya kasih yang romantis, perceraian menjadi makin lazim di kehidupan bermasyarakat manusia, begitu pula perselingkuhan; makin banyak anak yang terpaksa menanggung penderitaan akibat perceraian orang tuanya, terpaksa tinggal bersama ibu tunggal atau ayah tunggal, sehingga melewati masa kanak-kanak dan remajanya, atau bertumbuh di tengah situasi pernikahan buruk orang tuanya. Penyebab segala macam tragedi pernikahan ini, pernikahan yang tidak benar atau menyimpang ini, adalah karena pandangan tentang pernikahan yang dianjurkan oleh masyarakat adalah penuh prasangka buruk, jahat, dan tidak berakhlak, sampai-sampai tidak ada etika dan moralitas. Karena manusia tidak memiliki pemahaman yang akurat tentang hal-hal yang positif atau baik, orang-orang tanpa sadar akan menerima pemikiran dan sudut pandang yang dianjurkan oleh masyarakat, betapa pun buruknya pemikiran dan sudut pandang tersebut. Hal-hal ini seperti wabah, menyebar ke seluruh tubuhmu, merusak setiap pemikiran dan gagasanmu, dan mengikis aspek yang benar dari kemanusiaanmu. Hati nurani dan nalar kemanusiaanmu yang normal dengan cepat menjadi kabur, tidak jelas, atau lemah; kemudian, pemikiran dan sudut pandang yang berasal dari Iblis yang menyimpang, jahat, dan tidak beretika dan tidak bermoral ini, mengambil posisi yang lebih kuat dan berperan dominan di alam bawah sadarmu dan di lubuk hatimu, serta di dunia rohanimu. Setelah hal-hal ini mengambil posisi yang lebih kuat dan berperan dominan, sudut pandangmu tentang masalah pernikahan dengan cepat menjadi bengkok dan menyimpang, tidak beretika dan tidak bermoral, sampai-sampai menjadi jahat, tetapi engkau sendiri tidak menyadarinya, dan engkau menganggapnya sangat wajar: "Semua orang berpikir seperti ini, jadi mengapa aku tidak? Semua orang yang berpikir seperti ini adalah wajar, jadi bukankah wajar juga bagiku untuk berpikir seperti ini? Jadi, jika tidak ada orang lain yang tersipu-sipu ketika membicarakan kasih yang romantis, aku juga seharusnya tidak. Pertama kali membicarakannya, aku sedikit canggung, agak malu, dan sulit untuk berbicara. Setelah membicarakannya beberapa kali lagi, aku menjadi terbiasa. Mendengarkan lebih banyak dan membicarakannya lebih banyak menjadikannya pengalamanku." Benar, engkau berbicara dan mendengarkan, dan hal ini telah menjadi pengalamanmu, tetapi pemahaman yang asli dan sejati tentang pernikahan tidak dapat bertahan teguh di alam bawah sadarmu, jadi engkau telah kehilangan hati nurani dan nalar yang seharusnya kaumiliki sebagai manusia normal. Apa penyebab engkau kehilangan hati nurani dan nalar? Itu karena engkau telah menerima apa yang disebut pandangan "kasih yang romantis" tentang pernikahan. Apa yang disebut pandangan "kasih yang romantis" tentang pernikahan ini telah menghilangkan pemahaman asli dan rasa tanggung jawab yang dimiliki kemanusiaanmu yang normal terhadap pernikahan. Dengan sangat cepat, engkau mulai menerapkan pemahamanmu sendiri tentang kasih yang romantis. Engkau terus-menerus mencari orang yang kau anggap cocok, orang yang mencintaimu atau yang kaucintai, dan engkau mengejar kasih yang romantis dengan cara yang baik atau jahat, dengan bersusah payah dan bersikap sangat tidak tahu malu, sampai-sampai mengorbankan kekuatan sepanjang hidupmu demi kasih yang romantis—kemudian engkau merasa kelelahan. Selama proses mengejar kasih yang romantis, katakanlah seorang wanita menemukan seseorang yang dia kagumi, dan dia berpikir: "Kita sedang jatuh cinta, jadi ayo kita menikah." Setelah dia menikah, dia hidup bersama orang tersebut selama beberapa waktu, kemudian menyadari bahwa suaminya memiliki beberapa kekurangan, dan dia berpikir: "Dia tidak menyukaiku, dan aku tidak terlalu menyukainya. Kami berdua tidak cocok, jadi kasih romantis kami adalah sebuah kesalahan. Baiklah, kami bercerai saja." Setelah perceraian, dia memiliki tanggungan seorang anak berusia dua atau tiga tahun dan bersiap untuk mencari orang lain, dan berpikir: "Karena pernikahanku yang sebelumnya tanpa kasih, aku harus pastikan pernikahan berikutnya memiliki kasih sejati yang romantis. Kali ini aku harus yakin, jadi aku harus meluangkan waktu untuk menyelidiki." Setelah beberapa waktu, dia bertemu dengan orang lain, "Ah, inilah kekasih impianku, orang yang kubayangkan akan kusukai. Dia menyukaiku, dan aku menyukainya. Dia tak tahan berpisah dariku dan aku tak tahan berpisah darinya; kami ibarat dua magnet yang saling menarik, selalu ingin bersama. Kami sedang jatuh cinta, baiklah kami menikah saja." Jadi dia pun menikah lagi. Setelah menikah, dia melahirkan seorang anak lagi, dan setelah dua atau tiga tahun menikah, dia berpikir: "Orang ini memiliki banyak kekurangan; dia malas dan rakus. Dia suka membual dan menyombongkan diri, serta berbicara omong kosong. Dia tidak memenuhi tanggung jawabnya, dia tidak memberikan uang yang dia hasilkan kepada keluarga, dan dia mabuk-mabukan dan berjudi sepanjang hari. Ini bukan orang yang ingin kucintai, orang yang kucintai tidak seperti ini. Bercerai!" Setelah memiliki dua anak, dia kembali bercerai. Setelah bercerai, dia mulai berpikir: apa yang dimaksud dengan kasih yang romantis? Dia tak mampu menjawabnya. Ada orang-orang yang mengalami kegagalan dalam pernikahan dua atau tiga kali, dan apa yang mereka katakan pada akhirnya? "Aku tidak percaya pada kasih yang romantis, aku percaya pada kemanusiaan." Jadi, mereka merasa tidak yakin, dan mereka tidak tahu apa yang seharusnya mereka yakini. Mereka tidak tahu apa arti pernikahan; mereka menerima pemikiran dan perspektif yang keliru, dan menggunakan pemikiran dan perspektif tersebut sebagai standar mereka. Mereka secara pribadi menerapkan pemikiran dan perspektif ini, dan pada saat yang sama, mereka juga merusak pernikahan dan diri mereka sendiri, serta merugikan orang lain; pada taraf yang berbeda, mereka merugikan generasi selanjutnya dan diri mereka sendiri, baik secara jasmani maupun rohani. Hal-hal ini adalah bagian dari penyebab mengapa orang merasa sedih dan tidak berdaya sehubungan dengan pernikahan, mengapa mereka tidak memiliki perasaan yang baik terhadap pernikahan. Aku baru saja bersekutu tentang berbagai perspektif dan definisi orang tentang pernikahan, serta keadaan pernikahan manusia saat ini sebagai akibat dari sudut pandang keliru yang dianut orang-orang modern mengenai pernikahan; singkatnya, apakah situasi pernikahan manusia modern baik atau buruk? (Buruk.) Tidak ada masa depan, tidak ada optimisme, dan menjadi jauh lebih kacau. Dari Timur hingga Barat, dari Utara hingga Selatan, pernikahan manusia berada dalam keadaan yang sangat mengerikan dan buruk. Orang-orang dari generasi saat ini—orang-orang yang berusia di bawah empat puluh atau lima puluh tahun—semuanya menyaksikan kemalangan pernikahan generasi sebelumnya dan generasi berikutnya, mereka juga menyaksikan pandangan generasi ini tentang pernikahan, dan pengalaman pernikahan mereka yang gagal. Tentu saja, banyak orang yang berusia di bawah empat puluh tahun menjadi korban dari segala jenis pernikahan yang gagal; beberapa dari mereka adalah ibu tunggal, yang lainnya adalah ayah tunggal, walaupun tentu saja, secara relatif, jumlah ayah tunggal tidak sebanyak ibu tunggal. Ada orang-orang yang bertumbuh bersama ibu kandung dan ayah tirinya, ada yang bertumbuh bersama ayah kandung dan ibu tirinya, dan ada pula yang bertumbuh bersama kakak atau adik dari ibu dan ayah yang berbeda. Yang lain orang tuanya bercerai lalu menikah lagi, dan kedua orang tuanya tidak menginginkan mereka, sehingga mereka menjadi yatim piatu, yang bertumbuh dewasa setelah beberapa tahun berada di tengah masyarakat; kemudian mereka menjadi ayah tiri atau ibu tiri, atau mereka menjadi ibu tunggal atau ayah tunggal. Inilah situasi pernikahan modern. Bukankah pengelolaan pernikahan yang dilakukan manusia sampai pada taraf ini merupakan akibat dari perusakan Iblis terhadap pernikahan? (Ya.) Bentuk penting dari kelangsungan hidup dan reproduksi manusia yang paling mendasar telah sama sekali dirusak dan dikacaukan. Menurutmu, kehidupan seperti apa yang manusia jalani? Melihat kehidupan setiap keluarga sungguh menjengkelkan, bahkan terlalu mengerikan untuk dilihat. Mari kita akhiri pembahasan mengenai hal ini; makin orang membahasnya, makin jengkel perasaannya, bukan?
Mengingat kita sedang membahas tentang topik pernikahan, ada baiknya kita mengetahui apa sebenarnya definisi dan konsep pernikahan yang akurat dan benar. Karena kita sedang membahas tentang definisi dan konsep pernikahan yang akurat dan benar, kita harus mencari jawabannya di dalam firman Tuhan, untuk memberikan definisi dan konsep pernikahan yang benar berdasarkan semua yang telah Tuhan firmankan dan lakukan mengenai pernikahan, untuk memperjelas keadaan pernikahan yang sebenarnya, dan untuk memperjelas maksud di balik terciptanya dan adanya pernikahan. Jika orang ingin mengetahui secara jelas definisi dan konsep pernikahan, maka orang harus terlebih dahulu memulai dengan melihat nenek moyang manusia. Mengapa kita harus memulai dengan melihat nenek moyang manusia? Keberadaan manusia telah bertahan hingga saat ini karena pernikahan nenek moyang mereka; dengan kata lain, alasan utama terdapat begitu banyak manusia sekarang ini adalah pernikahan di antara manusia yang Tuhan ciptakan pada mulanya. Jadi, jika orang ingin memahami definisi dan konsep pernikahan yang akurat, mereka harus memulainya dengan melihat pernikahan nenek moyang manusia. Kapankah dimulainya pernikahan nenek moyang manusia? Pernikahan mereka dimulai sejak Tuhan menciptakan manusia. Kitab Kejadian telah mencatatnya sejak awal, jadi kita harus membuka Alkitab dan melihat apa yang dikatakan ayat-ayat ini. Apakah kebanyakan orang tertarik dengan topik ini? Mereka yang sudah menikah mungkin berpikir bahwa tidak ada apa pun yang bisa dibahas, bahwa topik ini sangat biasa, tetapi kaum muda yang masih lajang sangat tertarik dengan topik ini, karena mereka menganggap pernikahan itu misterius, dan ada banyak hal mengenai pernikahan yang tidak mereka ketahui. Jadi, mari kita mulai membahas pernikahan dari sumbernya. Silakan seorang membaca Kejadian 2:18. ("Lalu Tuhan Yahweh berfirman: Tidak baik manusia sendirian, Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengannya.") Selanjutnya, Kejadian 2:21-24. ("Dan Tuhan Yahweh membuat Adam tertidur lelap, dan dia pun tertidur: lalu Dia mengambil salah satu tulang rusuknya, dan menutupinya dengan daging; Dan dari tulang rusuk yang diambil Tuhan Yahweh dari manusia itu, Dia menjadikan seorang wanita, lalu dibawanya kepada manusia itu. Lalu Adam berkata, 'Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku: ia akan disebut perempuan, karena ia diambil dari laki-laki.' Karena itu, seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan akan bersatu dengan istrinya; dan mereka akan menjadi satu daging.") Selanjutnya, Kejadian 3:16-19. ("Kepada perempuan itu Dia berkata, Aku akan melipatgandakan rasa sakitmu pada saat mengandung; dalam kesakitan engkau akan melahirkan anak-anakmu; dan engkau akan berahi kepada suamimu, dan ia akan memerintah atasmu. Dan kepada Adam Dia berkata, Karena engkau telah mendengarkan perkataan istrimu dan telah makan dari pohon, yang Aku perintahkan jangan engkau memakannya: terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari makan dari tanah sepanjang umur hidupmu; Semak dan onak berdurilah yang akan ditumbuhkan bumi bagimu; dan engkau akan makan tumbuh-tumbuhan di padang; Dengan peluh di wajahmu engkau akan makan roti, sampai engkau kembali ke tanah; karena dari tanahlah engkau diambil: engkau berasal dari debu, dan kepada debu engkau akan kembali.") Cukup sampai di situ. Ada lima ayat dalam pasal dua dan empat ayat dalam pasal tiga, seluruhnya ada sembilan ayat Alkitab. Sembilan ayat dalam kitab Kejadian menjelaskan satu hal, yaitu bagaimana terjadinya pernikahan nenek moyang manusia. Bukankah benar demikian? (Ya.) Apakah engkau mengerti sekarang? Apakah engkau memahami makna keseluruhannya dengan sedikit lebih baik, dan apakah engkau mampu mengingatnya? Apa hal utama yang dibahas di sini? (Bagaimana pernikahan nenek moyang manusia terjadi.) Jadi, bagaimana sebenarnya pernikahan itu terjadi? (Tuhan yang mempersiapkannya.) Benar, itulah keadaan yang sebenarnya. Tuhan yang mempersiapkannya untuk manusia. Tuhan menciptakan Adam, kemudian menciptakan pasangan baginya, pasangan untuk membantu dan mendampinginya, untuk hidup bersamanya. Inilah asal-usul pernikahan nenek moyang manusia, dan merupakan sumber pernikahan manusia. Bukankah benar demikian? (Ya.) Kita mengetahui sumber pernikahan manusia: itu ditetapkan oleh Tuhan. Tuhan yang mempersiapkan jodoh bagi nenek moyang manusia, yang bisa juga disebut pasangan, yang kemudian akan membantu dan mendampinginya sepanjang hidup. Inilah asal-usul dan sumber pernikahan manusia. Jadi, setelah melihat asal-usul dan sumber pernikahan manusia, bagaimana seharusnya kita memahami pernikahan secara benar? Apakah menurutmu pernikahan itu sakral? (Ya.) Apakah pernikahan itu sakral? Apakah pernikahan ada hubungannya dengan kesucian? Tidak. Engkau tidak bisa mengatakan itu sakral. Pernikahan diatur dan ditetapkan oleh Tuhan. Asal-usul dan sumber pernikahan adalah karena ciptaan Tuhan. Tuhan menciptakan manusia pertama, yang membutuhkan pasangan untuk membantu dan mendampinginya, untuk hidup bersamanya, jadi Tuhan menciptakan pasangan untuknya, dan kemudian terjadilah pernikahan manusia. Hanya itu saja. Sesederhana itu. Inilah pemahaman mendasar tentang pernikahan yang harus kaumiliki. Pernikahan berasal dari Tuhan; itu diatur dan ditetapkan oleh-Nya. Setidaknya, dapat dikatakan bahwa pernikahan bukanlah hal yang negatif, melainkan hal yang positif. Dapat juga dikatakan dengan akurat bahwa pernikahan itu baik, bahwa pernikahan merupakan suatu bagian yang baik dalam perjalanan hidup manusia dan selama proses keberadaan manusia. Pernikahan tidak jahat, juga bukan alat atau sarana untuk merusak manusia; itu baik dan positif, karena diciptakan dan ditetapkan oleh Tuhan, dan tentu saja Dialah yang mengaturnya. Pernikahan manusia berasal dari ciptaan Tuhan, dan itu adalah sesuatu yang Dia atur dan tetapkan sendiri, jadi dari sudut pandang ini, satu-satunya pandangan yang harus orang miliki mengenai pernikahan adalah bahwa pernikahan itu berasal dari Tuhan, bahwa itu adalah hal yang baik dan positif, bahwa hal itu tidak negatif, jahat, egois, atau gelap. Pernikahan bukan berasal dari manusia, juga bukan berasal dari Iblis, dan terlebih lagi, itu bukan berasal dari perkembangan secara organik di alam; justru, Tuhan menciptakannya dengan tangan-Nya sendiri, dan mengatur serta menetapkannya secara pribadi. Ini adalah hal yang pasti. Inilah definisi dan konsep pernikahan yang paling asli dan akurat.
Setelah engkau memahami konsep dan definisi yang akurat tentang pernikahan yang seharusnya orang miliki, mari kita lihat: apa makna di balik ketetapan dan pengaturan Tuhan akan pernikahan? Hal ini disebutkan dalam ayat-ayat Alkitab yang baru kita baca, yaitu mengapa manusia mengadakan pernikahan, apa pemikiran Tuhan, bagaimana situasi dan keadaan pada saat itu, dan dalam keadaan seperti apa Tuhan memberikan pernikahan tersebut kepada manusia. Tuhan Yahweh berfirman seperti ini, "Tidak baik manusia sendirian, Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengannya." Firman ini mengatakan dua hal. Pertama, Tuhan melihat bahwa manusia ini sangat kesepian karena sendirian, tanpa pasangan, tanpa seseorang untuk diajak bicara, ataupun teman untuk berbagi kebahagiaan dan bertukar pikiran; Tuhan melihat bahwa hidup manusia akan membosankan, hambar, dan tidak menarik, jadi terlintas dalam benak Tuhan: manusia yang hanya seorang ini agak kesepian, jadi Aku harus menjadikan jodoh untuknya. Jodoh ini akan menjadi pasangannya, yang akan mendampinginya di mana pun dan membantunya melakukan segala sesuatu; dia akan menjadi jodoh dan pasangannya. Tujuan seorang pasangan adalah untuk mendampingi Adam sepanjang hidup, berjalan bersamanya di jalan kehidupannya. Entah selama sepuluh, dua puluh, seratus, ataupun dua ratus tahun, pasangan ini akan menjadi orang yang berada di sisinya, orang yang menemaninya di mana pun, yang akan berbicara dengannya, berbagi kebahagiaan, penderitaan, dan setiap emosi bersamanya, dan sekaligus mendampinginya dan memastikan agar dia tidak merasa sendirian atau kesepian. Pemikiran dan gagasan yang muncul dalam pikiran Tuhan inilah yang menjadi sumber pernikahan manusia. Dalam situasi seperti ini, Tuhan melakukan sesuatu yang lain. Mari kita lihat catatan Alkitab: "Dan Tuhan Yahweh membuat Adam tertidur lelap, dan dia pun tertidur: lalu Dia mengambil salah satu tulang rusuknya, dan menutupinya dengan daging; Dan dari tulang rusuk yang diambil Tuhan Yahweh dari manusia itu, Dia menjadikan seorang wanita, lalu dibawanya kepada manusia itu." Tuhan mengambil satu tulang rusuk dari manusia, lalu mengambil tanah liat, dan menggunakan tulang rusuk tersebut untuk menjadikan manusia lain. Orang ini diciptakan dari tulang rusuk manusia, diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dalam bahasa sehari-hari, orang ini—pasangan Adam diciptakan dari daging dan tulang yang diambil dari tubuhnya, jadi bukankah dapat dikatakan bahwa sebagaimana dia adalah pasangan Adam, dia juga merupakan bagian dari tubuh Adam? (Ya.) Dengan kata lain, dia berasal dari Adam. Setelah dia diciptakan, apa panggilan Adam untuknya? "Perempuan". Adam adalah laki-laki, sedangkan dia adalah perempuan; jelas sekali, ini adalah dua orang yang berbeda jenis kelamin. Tuhan pertama-tama menciptakan manusia dengan ciri-ciri fisiologis laki-laki, kemudian Dia mengambil tulang rusuk dari laki-laki dan menciptakan seorang manusia dengan ciri-ciri fisiologis perempuan. Kedua orang ini hidup bersama sebagai satu orang, yang merupakan sebuah pernikahan, sehingga terjadilah pernikahan. Jadi, orang tua mana pun yang membesarkan seseorang, pada akhirnya, dia harus menikah dan bersatu dengan pasangannya di bawah ketetapan dan pengaturan Tuhan, dan berjalan hingga akhir hayat mereka. Ini adalah ketetapan Tuhan. Di satu sisi, jika dilihat secara objektif, orang membutuhkan pasangan; di sisi lain, jika dilihat secara subjektif, karena pernikahan ditetapkan oleh Tuhan, maka suami dan istri seharusnya menjadi satu kesatuan, satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ini adalah fakta subjektif dan objektif. Jadi, setiap orang harus meninggalkan keluarga yang melahirkannya, menikah, dan membangun keluarga dengan pasangannya. Hal ini tidak dapat dihindari. Mengapa? Karena pernikahan ditetapkan oleh Tuhan, dan itu adalah sesuatu yang Dia atur sejak awal mula manusia. Apa yang hal ini sampaikan kepada manusia? Siapa pun yang kaubayangkan sebagai pasanganmu, entah mereka adalah orang yang secara subjektif kaubutuhkan dan harapkan, dan apa pun latar belakang mereka, siapa pun orang yang akan kaunikahi, dengan siapa pun engkau akan membangun sebuah keluarga dan menjalani hidup ini, tentu saja merupakan orang yang sudah Tuhan atur dan tetapkan bagimu. Bukankah benar demikian? (Ya.) Apa alasannya? (Ketetapan Tuhan.) Alasannya adalah ketetapan Tuhan. Dilihat dari konteks kehidupan sebelumnya, atau dari sudut pandang Tuhan, sepasang suami istri yang melangsungkan pernikahan sebenarnya adalah satu, jadi Tuhan mengatur agar engkau menikah dan menghabiskan hidupmu bersama orang yang menjadi satu denganmu. Sederhananya, memang begitulah adanya. Entah orang yang kaunikahi adalah kekasih impianmu atau bukan, entah dia adalah pangeran tampanmu atau bukan, entah dia adalah orang yang kaudambakan atau bukan, entah engkau mencintainya atau dia mencintaimu atau tidak, entah engkau menikah secara alami karena keberuntungan dan kebetulan atau karena keadaan lain, pernikahanmu ditetapkan oleh Tuhan. Engkau semua adalah pasangan yang telah Tuhan tetapkan satu sama lain, orang-orang yang telah Tuhan tetapkan untuk saling mendampingi, dan yang telah Dia tetapkan untuk menghabiskan hidup ini bersama-sama dan berjalan sampai akhir dengan bergandengan tangan. Bukankah benar demikian? (Ya.) Apakah menurutmu pemahaman ini berlebihan atau menyimpang? (Tidak.) Ini tidak berlebihan dan tidak menyimpang. Ada orang-orang yang berkata: "Yang Kaukatakan mungkin salah. Jika pernikahan ini benar-benar ditetapkan oleh Tuhan, lalu mengapa masih ada pernikahan yang berakhir dengan perceraian?" Itu karena kemanusiaan orang tersebut bermasalah, dan ini merupakan masalah tersendiri. Ini berkaitan dengan topik mengejar kebenaran, yang akan kita persekutukan nanti. Saat ini, jika berbicara tentang definisi, pengertian, dan konsep pernikahan yang akurat, itulah sebenarnya yang terjadi. Ada orang-orang yang berkata: "Karena Engkau berkata bahwa suami dan istri adalah satu, maka bukankah itu seperti yang dikatakan oleh orang tidak percaya, 'Jika itu memang sudah ditakdirkan, maka itu memang sudah ditakdirkan, dan jika itu tidak ditakdirkan, maka itu tidak ditakdirkan,' dan seperti yang dikatakan oleh orang-orang dari beberapa negara,[b] 'dibutuhkan karma yang baik selama seratus tahun untuk mendapat kesempatan bepergian bersama seseorang dengan perahu, dan dibutuhkan karma yang baik selama seribu tahun untuk hidup bersama dalam pernikahan'?" Apakah menurutmu pernikahan, seperti yang sedang kita bahas sekarang, ada hubungannya dengan pepatah ini? (Tidak.) Keduanya tidak ada hubungan. Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dibina menjadi ada, itu ditetapkan oleh Tuhan. Ketika Tuhan menetapkan dua orang untuk menjadi suami dan istri, untuk menjadi pasangan satu sama lain, mereka tidak perlu membina diri mereka sendiri. Apa yang akan mereka bina? Karakter moral? Kemanusiaan? Mereka tidak perlu membina diri sendiri. Itu adalah pepatah Buddhis, yang bukan kebenaran dan tidak ada kaitannya dengan kebenaran. Pernikahan manusia diatur dan ditetapkan oleh Tuhan. Baik secara nyata maupun secara harfiah, secara definisi maupun secara konsep, pernikahan harus dipahami dengan cara seperti ini. Melalui firman yang dicatat dalam Alkitab, melalui persekutuan ini, apakah engkau memiliki definisi dan konsep pernikahan yang akurat dan selaras dengan kebenaran? (Ya.) Konsep dan definisi ini tidak menyimpang; ini bukanlah perspektif yang dilihat secara objektif, apalagi dipahami dan ditentukan oleh emosi manusia. Sebaliknya, hal itu memiliki dasar; hal itu didasarkan pada firman dan tindakan Tuhan, serta didasarkan pada pengaturan dan ketetapan-Nya. Sampai di sini, apakah semua orang sudah memahami pengertian dan definisi dasar tentang pernikahan? (Ya.) Setelah engkau memahaminya, engkau tidak akan lagi memiliki khayalan yang tidak objektif tentang pernikahan, atau keluhanmu tentang pernikahan akan berkurang, bukan? Mungkin ada orang-orang yang berkata: "Pernikahan ditetapkan oleh Tuhan—tidak ada yang perlu dibicarakan tentang hal itu—tetapi pernikahan hancur. Mengapa itu bisa terjadi?" Ada banyak penyebab mengapa hal itu terjadi. Manusia yang rusak memiliki watak yang rusak, mereka tidak dapat memahami esensi permasalahannya, mereka mengejar kepuasan nafsu dan kesukaan mereka sendiri, sampai-sampai menganjurkan kejahatan, sehingga pernikahan mereka hancur. Ini adalah topik yang berbeda, yang tidak akan kita bahas lebih lanjut.
Mari kita membahas tentang saling membantu dan saling mendampingi dalam pernikahan. Tuhan berfirman: "Tidak baik manusia sendirian, Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengannya." Mereka yang sudah menikah mengetahui bahwa pernikahan membawa banyak manfaat bagi sebuah keluarga dan bagi kehidupan orang yang tidak pernah mereka bayangkan. Orang-orang pada awalnya merasa sangat kesepian dan sendirian ketika mereka hidup seorang diri, tidak ada orang yang bisa diajak untuk mencurahkan isi hati, tidak ada orang yang bisa diajak bicara, tidak ada orang yang menemani; hidup ini sangat membosankan dan hambar. Setelah menikah, orang tidak perlu lagi mengalami kesepian dan kesunyian. Mereka punya seseorang yang dapat diajak untuk mencurahkan isi hati. Terkadang, mereka menceritakan penderitaannya kepada pasangan mereka, dan terkadang, mereka mengungkapkan emosi dan kegembiraan mereka, atau bahkan melampiaskan amarah mereka. Terkadang, mereka saling mencurahkan isi hati mereka, dan hidup tampak menyenangkan dan bahagia. Mereka adalah orang kepercayaan satu sama lain, dan mereka saling percaya, jadi selain tidak lagi kesepian, mereka mengalami lebih banyak kesenangan, dan mereka menikmati kebahagiaan dengan memiliki pasangan. Selain berbagai suasana hati, emosi, dan perasaan, serta berbagai pemikiran yang perlu diungkapkan, orang harus menghadapi banyak masalah nyata dalam kehidupan mereka sehari-hari, selama menjalani hidup, masalah seperti kebutuhan sehari-hari, sandang, pangan, dan papan. Sebagai contoh, katakanlah ada dua orang yang ingin hidup bersama, dan mereka harus membangun sebuah gudang kecil. Laki-laki harus menjadi tukang batu, meletakkan batu bata untuk membangun tembok, dan perempuan dapat membantunya, memberinya batu bata dan mencampur adukan semen, atau menyeka keringatnya dan memberinya minum. Mereka berdua bercengkerama dan tertawa bersama, dan dia memiliki seorang penolong, yang adalah baik adanya. Bahkan sebelum hari gelap, pekerjaan tersebut sudah selesai. Ini seperti yang digambarkan dalam opera Tiongkok kuno "Pasangan Peri": "Aku menimba air dan kau menyirami taman." Apa lagi? ("Kau menggarap ladang dan aku menenun kain.") Benar. Yang satu menenun kain sementara yang lain menggarap ladang; yang satu adalah nyonya di dalam rumah, yang lain adalah tuan di luar rumah. Hidup dengan cara seperti ini cukup baik. Ini dapat disebut saling melengkapi secara harmonis, atau hidup berdampingan secara harmonis. Dengan cara seperti ini, dalam kehidupan, keterampilan laki-laki diperlihatkan, dan bidang-bidang di mana dia kurang atau tidak terampil dilengkapi oleh perempuan; ketika perempuan lemah, laki-laki memakluminya, membantu dan mendampinginya, dan kelebihannya juga diperlihatkan, sehingga menguntungkan laki-laki dalam keluarga. Suami dan istri masing-masing melaksanakan tugasnya, saling belajar dari kelebihan masing-masing untuk melengkapi kelemahan mereka masing-masing, dan bekerja sama untuk menjaga keharmonisan rumah tangga serta kehidupan dan kelangsungan hidup seluruh keluarga. Tentu saja, yang lebih penting daripada memiliki pasangan adalah bahwa mereka saling mendukung dan saling membantu dalam menjalani hidup, melewati hari-hari dengan baik, dalam keadaan miskin atau kaya. Singkatnya, sebagaimana Tuhan katakan, tidak baik bagi manusia untuk seorang diri, jadi Dia mengatur pernikahan mewakili laki-laki—laki-laki menebang kayu dan menjaga pekarangan, perempuan memasak, mencuci, menjahit dan menambal pakaian, serta melayani seluruh keluarga. Masing-masing melakukan pekerjaan mereka dengan baik, melakukan apa yang harus mereka lakukan dalam hidup, dan hari-hari mereka berlalu dengan bahagia. Kehidupan manusia berangsur-angsur berkembang lebih luas mulai dari titik ini, manusia terus bertambah banyak dan berlipat ganda hingga saat ini. Jadi, pernikahan sangat diperlukan bagi manusia secara keseluruhan—sangat diperlukan bagi perkembangan mereka, dan sangat diperlukan bagi mereka sebagai individu. Makna pernikahan yang sebenarnya bukan sekadar untuk memperbanyak manusia, tetapi yang lebih penting dari itu adalah, agar Tuhan mengatur jodoh bagi setiap laki-laki dan perempuan, yang akan mendampingi mereka melewati setiap masa dalam hidup mereka, baik dalam masa sulit dan penuh penderitaan, maupun dalam masa lancar, gembira, dan bahagia—dalam semua keadaan itu, mereka memiliki seseorang yang dengannya mereka dapat mencurahkan isi hatinya, menjadi sehati sepikir, dan untuk berbagi saat mereka mengalami kesedihan, penderitaan, kebahagiaan, dan sukacita. Inilah makna yang melatarbelakangi Tuhan mengatur pernikahan bagi manusia, dan itu merupakan kebutuhan subjektif setiap orang. Ketika Tuhan menciptakan manusia, Dia tidak ingin mereka menjadi kesepian, jadi Dia mengatur pernikahan untuk mereka. Dalam pernikahan, laki-laki dan perempuan masing-masing melakukan peran yang berbeda, dan hal yang terpenting adalah mereka saling mendampingi dan mendukung, menjalani hidup setiap hari dengan baik, menempuh jalan kehidupan dengan baik. Di satu sisi, mereka bisa saling mendampingi, dan di sisi lain, mereka bisa saling mendukung—inilah makna pernikahan dan perlunya keberadaan pernikahan. Tentu saja, ini juga merupakan pemahaman dan sikap yang harus orang miliki terhadap pernikahan, dan itu merupakan tanggung jawab serta kewajiban yang harus mereka penuhi terhadap pernikahan.
Mari kita kembali dan melihat Kejadian 3:16. Tuhan berfirman kepada perempuan itu: "Aku akan melipatgandakan rasa sakitmu pada saat mengandung; dalam kesakitan engkau akan melahirkan anak-anakmu; dan engkau akan berahi kepada suamimu, dan ia akan memerintah atasmu." Ini adalah tugas yang telah Tuhan berikan kepada gender perempuan, yang tentu saja, juga merupakan sebuah perintah, yang di dalamnya Dia menetapkan peran yang akan dimainkan oleh perempuan dalam pernikahan dan tanggung jawab yang akan dia pikul. Perempuan harus melahirkan, yang di satu sisi merupakan hukuman atas pelanggarannya sebelumnya, dan di sisi lain, merupakan tanggung jawab dan kewajiban yang harus dia terima dalam pernikahan sebagai perempuan. Dia akan mengandung dan melahirkan, dan selain itu, dia akan melahirkan anak-anak dalam kesakitan. Oleh karena itu, setelah menikah, perempuan tidak boleh menolak untuk mempunyai anak karena takut menderita. Ini adalah sebuah kesalahan. Melahirkan anak adalah tanggung jawab yang harus kaupikul. Oleh karena itu, jika engkau ingin memiliki seseorang untuk mendampingimu, untuk membantumu dalam kehidupan, engkau harus mempertimbangkan tanggung jawab dan kewajiban pertama yang kauterima saat engkau menikah. Jika ada perempuan yang berkata, "Aku tidak mau punya anak," maka sang laki-laki akan berkata, "Jika kau tidak mau punya anak, aku tak akan menikahimu." Jika engkau tidak ingin menderita kesakitan saat melahirkan, maka engkau tidak boleh menikah. Engkau tidak boleh memasuki pernikahan, engkau tidak layak untuk menikah. Setelah memasuki pernikahan, hal pertama yang harus kaulakukan sebagai seorang perempuan adalah memiliki anak, dan selain itu, menderita kesakitan. Jika engkau tidak mampu melakukannya, maka engkau tidak boleh menikah. Meskipun tidak dapat dikatakan bahwa engkau tidak layak menjadi perempuan, setidaknya, engkau telah gagal memenuhi tanggung jawabmu sebagai perempuan. Mengandung dan melahirkan anak merupakan persyaratan pertama bagi perempuan. Persyaratan kedua adalah "Engkau akan berahi kepada suamimu, dan ia akan memerintah atasmu." Menjadi pasangan laki-laki—sebagai perempuan, menikah dengan laki-laki membuktikan bahwa engkau adalah belahan jiwanya, dan secara dogmatis, engkau adalah bagian dari dirinya, sehingga keinginan hatimu harus tertuju kepadanya, dengan kata lain, dia harus ada di dalam hatimu. Hanya jika dia ada di dalam hatimu, barulah engkau bisa merawatnya dan dengan senang hati mendampinginya. Hanya dengan begitu, bahkan ketika suamimu sedang sakit, ketika dia menghadapi kesulitan dan kemunduran, atau ketika dia mengalami kegagalan, tersandung, atau kesulitan baik di tengah masyarakat atau dalam hidupnya sendiri, barulah engkau dapat memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu sebagai perempuan, memedulikannya, menghargainya, merawatnya, mencerahkannya, menghiburnya, dan menasihati serta menyemangatinya dengan cara yang feminin. Inilah pernikahan yang benar dan lebih baik. Hanya dengan cara seperti inilah pernikahanmu akan bahagia, dan baru setelah itulah engkau akan mampu memenuhi tanggung jawabmu sebagai perempuan. Tentu saja, tanggung jawab ini tidak dipercayakan kepadamu oleh orang tuamu, tetapi oleh Tuhan. Inilah tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perempuan. Sebagai perempuan, engkau seharusnya bersikap seperti ini. Dengan cara seperti inilah engkau seharusnya memperlakukan dan merawat suamimu; ini adalah tanggung jawab dan kewajibanmu. Jika perempuan tidak dapat melakukan hal ini, maka dia bukanlah perempuan yang baik, dan tentu saja, dia bukanlah perempuan yang layak, karena setidaknya, dia telah gagal memenuhi tuntutan Tuhan terhadap wanita bahwa "engkau akan berahi kepada suamimu." Apakah engkau mengerti? (Ya.) Sebagai belahan jiwa laki-laki, engkau mampu memujanya dan merawat suamimu ketika segala sesuatunya lancar, ketika dia memiliki uang dan kekuasaan, ketika dia taat dan menjagamu dengan baik, ketika dia membuatmu bahagia dan puas dalam segala hal. Namun, jika dia menghadapi kesulitan, mengidap penyakit, mengalami frustrasi, kegagalan, menjadi patah semangat, atau kekecewaan, jika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginannya, engkau tidak mampu memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu yang seharusnya, tidak mampu menghiburnya dari hati ke hati, mencerahkan, menyemangati, atau mendukungnya. Dalam hal ini, engkau bukanlah perempuan yang baik, karena engkau belum memenuhi tanggung jawab perempuan, dan engkau bukanlah pasangan yang baik bagi laki-laki. Jadi, dapatkah dikatakan bahwa perempuan seperti itu adalah perempuan yang buruk? "Buruk" tidak mungkin; tetapi setidaknya, engkau tidak memiliki hati nurani dan nalar yang Tuhan tuntut, yang seharusnya dimiliki oleh orang dengan kemanusiaan yang normal—engkau adalah perempuan yang tidak memiliki kemanusiaan. Bukankah benar demikian? (Ya.) Kita sudah selesai membahas tentang tuntutan Tuhan terhadap perempuan. Tuhan telah menyatakan tanggung jawab perempuan terhadap suaminya, yaitu: "Engkau akan berahi kepada suamimu." Kata "berahi" ini bukanlah tentang rasa cinta atau kasih sayang; melainkan, itu berarti dia harus ada di dalam hatimu. Dia harus menjadi orang yang kausayangi; engkau harus memperlakukan dia sebagai kekasihmu, belahan jiwamu. Dialah yang harus kauhargai, dampingi, dan rawat, yang dengannya engkau harus saling menjaga hingga akhir hayatmu. Engkau harus merawat dan menghargainya dengan segenap hatimu. Ini adalah tanggung jawabmu—inilah yang dimaksud dengan "berahi". Tentu saja, ketika Tuhan berkata "engkau akan berahi kepada suamimu," frasa "akan berahi" ini adalah sebuah ajaran yang diberikan kepada manusia. Sebagai perempuan yang memiliki kemanusiaan, perempuan yang layak, engkau seharusnya berahi kepada suamimu. Selain itu, Tuhan tidak berkata agar engkau berahi kepada suamimu dan laki-laki lain. Bukankah Tuhan tidak mengatakannya? (Dia tidak mengatakannya.) Tuhan menuntut agar perempuan setia kepada suaminya, dan bahwa satu-satunya orang yang ada di dalam hatinya, satu-satunya orang yang kepadanya dia berahi, adalah suaminya. Tuhan tidak ingin perempuan berubah dalam hal kepada siapa kasih sayangnya ditujukan, atau melakukan pergaulan bebas, atau tidak setia kepada suaminya, atau menginginkan orang lain di luar pernikahannya. Sebaliknya, Dia ingin agar perempuan berahi kepada orang yang dinikahinya dan menghabiskan sisa hidupnya bersama suaminya. Laki-laki inilah yang kepadanya berahimu yang sejati ditujukan, dengan dialah engkau harus menghabiskan sepanjang hidupmu dengan usahamu yang sungguh-sungguh untuk menjaga, menghargai, merawat, mendampingi, membantu, dan mendukung. Apakah engkau mengerti? (Ya.) Bukankah ini hal yang baik? (Ya.) Hal baik seperti ini ada di antara burung dan unggas, dan di antara binatang lainnya, tetapi sebenarnya lenyap di antara manusia—engkau dapat melihat seberapa dalamnya Iblis telah merusak manusia! Kita telah bersekutu dengan jelas mengenai kewajiban-kewajiban paling mendasar yang harus dipenuhi perempuan dalam pernikahan, serta prinsip-prinsip yang berdasarkannya dia harus memperlakukan suaminya. Selain itu, ada hal lain di sini, yaitu, pernikahan yang ditakdirkan dan diatur oleh Tuhan adalah monogami. Di manakah kita menemukan dasar untuk hal ini dalam Alkitab? Tuhan mengambil satu tulang rusuk dari tubuh laki-laki untuk menciptakan seorang perempuan—Dia tidak mengambil dua atau lebih tulang rusuk dari laki-laki, sehingga menciptakan banyak perempuan. Dia hanya menciptakan satu perempuan. Dengan kata lain, Tuhan menciptakan satu-satunya perempuan untuk satu-satunya laki-laki yang diciptakan-Nya. Artinya, hanya ada satu pasangan bagi laki-laki tersebut. Laki-laki hanya memiliki satu pasangan, dan perempuan hanya memiliki satu pasangan; selain itu, pada saat yang sama, Tuhan memperingatkan perempuan tersebut, "Engkau akan berahi kepada suamimu." Siapakah suamimu? Dia adalah orang yang kaunikahi, dan bukan orang lain. Dia bukanlah kekasih rahasiamu, juga bukan idola terkenal yang kaukagumi, juga bukan pangeran tampan impianmu. Dia adalah suamimu, dan engkau hanya punya satu suami. Inilah pernikahan yang Tuhan takdirkan—monogami. Apakah ini terkandung dalam firman Tuhan? (Ya.) Tuhan berfirman: "Tidak baik manusia sendirian, Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengannya." Tuhan tidak mengatakan bahwa Dia menyediakan beberapa atau banyak penolong untuknya, itu tidak perlu. Satu saja sudah cukup. Tuhan juga tidak mengatakan bahwa seorang perempuan harus menikah dengan banyak suami, atau bahwa seorang laki-laki harus memiliki banyak istri. Tuhan tidak menciptakan beberapa pasangan bagi seorang laki-laki, dan Dia juga tidak mengambil tulang rusuk dari beberapa laki-laki yang berbeda untuk menciptakan beberapa perempuan, jadi pasangan seorang laki-laki hanya boleh perempuan yang diciptakan dari tulang rusuknya sendiri. Bukankah benar demikian? (Ya.) Jadi, dalam perkembangan manusia selanjutnya, poligami muncul, begitu pula poliandri. Pernikahan seperti itu tidak normal dan sama sekali bukan pernikahan. Semua ini adalah percabulan. Kecuali jika ada beberapa keadaan tertentu, seperti seorang suami meninggal, dan istrinya menikah lagi. Hal ini ditakdirkan dan diatur oleh Tuhan, dan diperbolehkan. Singkatnya, pernikahan selalu mempertahankan monogami. Bukankah demikian? (Ya.) Lihatlah alam ini. Angsa liar monogam. Jika manusia membunuh salah satu angsa ini, angsa yang menjadi pasangannya tidak akan pernah "kawin lagi"—angsa tersebut akan menjadi angsa yang sendirian. Dikatakan bahwa ketika kawanan angsa terbang, yang memimpin biasanya adalah seekor angsa tanpa pasangan lagi. Segala sesuatunya sulit bagi seekor angsa tanpa pasangan. Dia harus melakukan hal-hal yang tidak ingin dilakukan oleh angsa lain dalam kawanannya. Saat angsa lain sedang makan atau beristirahat, angsa tersebut harus bertanggung jawab untuk menjaga keamanan kawanannya. Dia tidak boleh tidur ataupun makan; dia harus memperhatikan keamanan sekitarnya untuk melindungi kawanannya. Ada banyak hal yang tidak dapat dilakukannya. Dia hanya bisa hidup sendiri, tidak bisa menerima kasih yang lain. Dia tidak dapat mengambil pasangan lain selama dia hidup. Angsa liar selalu menaati aturan yang telah ditakdirkan Tuhan bagi mereka, tidak pernah berubah, bahkan hingga saat ini, tetapi manusia terbalik. Mengapa manusia sangat terbalik? Karena manusialah yang telah dirusak oleh Iblis, dan karena mereka hidup dalam kejahatan dan pergaulan bebas, mereka tidak mampu tetap monogam, dan mereka tidak mampu menjunjung tinggi peran pernikahan mereka ataupun memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka yang seharusnya. Bukankah benar demikian? (Ya.)
Mari kita lanjutkan membaca. Tuhan berfirman: "Engkau akan berahi kepada suamimu, dan ia akan memerintah atasmu." Apa yang dimaksud dengan "memerintah"? Apakah maksudnya memerintah perempuan dengan tongkat, atau menjadikan perempuan sebagai budak? (Tidak.) Jadi, apa maksudnya? (Maksudnya adalah merawatnya dan bertanggung jawab terhadapnya.) Gagasan tentang "tanggung jawab" ini lebih mendekati. Hal memerintah ini berkaitan dengan masalah perempuan yang membujuk laki-laki untuk berbuat dosa. Karena perempuanlah yang pertama kali melanggar firman Tuhan dan dicobai oleh ular, lalu membawa laki-laki untuk terpikat sama seperti dia, untuk mengkhianati Tuhan, Tuhan sedikit marah kepada perempuan itu, dan oleh karena itu mengharuskan dia untuk mengekang diri dari mengambil inisiatif, untuk berkonsultasi dengan laki-laki dalam segala hal yang dilakukannya; akan lebih baik baginya untuk membiarkan laki-laki menjadi tuannya. Jadi, apakah perempuan diberi kesempatan menjadi tuan? Kesempatan seperti itu dapat diberikan kepada mereka. Seorang perempuan bisa berkonsultasi dengan suaminya, dan juga bisa menjadi tuannya, tetapi yang terbaik adalah dia tidak mengambil keputusan sendiri; dia harus berkonsultasi dengan laki-laki yang menjadi suaminya. Yang terbaik baginya adalah berkonsultasi dengan suaminya dalam masalah-masalah besar. Sebagai perempuan, engkau tidak saja harus mendampingi suami, engkau juga harus membantu suamimu untuk menangani tugas-tugas rumah tangga. Yang lebih penting dari itu, peran suamimu dalam keluarga dan pernikahanmu adalah sebagai tuan, jadi engkau harus berkonsultasi dengan suamimu dalam apa pun yang kaulakukan. Karena adanya perbedaan jenis kelamin, perempuan tidak memiliki keunggulan dibandingkan laki-laki dalam hal pemikiran, kesabaran, sudut pandang, atau dalam hal eksternal apa pun; sebaliknya, laki-laki lebih unggul dibandingkan perempuan. Jadi, berdasarkan perbedaan antara kedua jenis kelamin ini, Tuhan telah memberikan otoritas yang unik kepada laki-laki—dalam keluarga, laki-laki adalah tuannya, dan perempuan adalah penolong. Perempuan harus membantu suaminya, atau mendampingi suaminya dalam menangani urusan besar maupun kecil. Namun, ketika Tuhan berkata "ia akan memerintah atasmu", Dia tidak bermaksud bahwa laki-laki memiliki status lebih tinggi daripada perempuan, atau bahwa laki-laki harus mendominasi seluruh masyarakat. Itu tidak benar. Dengan mengatakannya, Tuhan hanya berbicara mengenai pernikahan; Dia hanya berbicara tentang keluarga, dan urusan rumah tangga sepele yang ditangani oleh laki-laki dan perempuan. Jika menyangkut urusan rumah tangga yang sepele, Tuhan tidak mengharuskan laki-laki untuk mengendalikan atau memaksa perempuan dalam segala hal; sebaliknya, laki-laki harus secara aktif memikul beban dan tanggung jawab keluarganya, dan pada saat yang sama, dia harus mendampingi perempuan, yang relatif lemah, dan dia harus memberikan bimbingan yang benar. Dari sudut pandang ini, laki-laki telah diberikan tanggung jawab khusus. Sebagai contoh, laki-laki harus berinisiatif untuk memikul tanggung jawab atas masalah-masalah besar yang menyangkut benar dan salah; dia tidak boleh menjerumuskan perempuan ke dalam lubang api yang menyala-nyala, juga tidak boleh membiarkan perempuan menderita penghinaan, penindasan, dan dipermalukan di tengah masyarakat. Laki-laki harus berinisiatif untuk memikul tanggung jawab ini. Hal ini bukan berarti bahwa karena firman Tuhan berkata "ia akan memerintah atasmu", maka dia dapat mengusir perempuan dengan tongkat, atau dia dapat mengendalikannya, atau menjadikannya budak yang diperlakukan sekehendak hatinya. Berdasarkan prasyarat dan kerangka pernikahan, laki-laki dan perempuan adalah setara di hadapan Tuhan; hanya saja laki-laki adalah suaminya, dan Tuhan telah memberinya hak dan tanggung jawab tersebut. Ini hanyalah semacam tanggung jawab, bukan kekuasaan khusus, dan bukan alasan untuk memperlakukan perempuan sebagai sesuatu selain manusia. Engkau berdua setara. Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan oleh Tuhan, hanya saja ada tuntutan khusus terhadap laki-laki, yaitu di satu sisi, dia harus menanggung beban dan tanggung jawab keluarga, dan di sisi lain, ketika ada masalah besar, laki-laki harus maju dengan berani dan memikul tanggung jawab dan kewajibannya yang seharusnya dalam perannya sebagai laki-laki dan suami—untuk melindungi perempuan, berusaha sekuat tenaga untuk menghalangi agar perempuan tidak melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan perempuan, atau dalam bahasa sehari-hari, agar dia tidak mengalami kesulitan, agar dia tidak menderita sebagaimana yang tidak seharusnya dialami oleh perempuan. Sebagai contoh, untuk meningkatkan kedudukannya, untuk hidup sejahtera dan menjadi kaya, untuk mengejar ketenaran, keuntungan, dan status, serta untuk membuat orang lain mengaguminya, ada laki-laki yang memberikan istri mereka kepada atasan mereka sebagai selir atau kekasih, melacurkan tubuh istri mereka. Setelah menjual istri mereka, ketika tujuan mereka tercapai, mereka tidak lagi menghargai istri mereka, dan mereka tidak menginginkannya. Laki-laki macam apa ini? Bukankah laki-laki semacam itu ada? (Ya.) Bukankah laki-laki ini jahat? (Ya.) Tujuan memerintah perempuan adalah agar engkau memenuhi tanggung jawabmu dan melindunginya. Hal ini karena, dari sudut pandang fisiologis gender, laki-laki memiliki keunggulan dibandingkan perempuan dalam berbagai gagasan, sudut pandang, tingkatan, dan wawasan yang mereka miliki terhadap berbagai hal; ini adalah fakta yang tidak dapat disangkali oleh siapa pun. Jadi, karena Tuhan telah memberikan perempuan kepada laki-laki, dengan mengatakan "ia akan memerintah atasmu", tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh laki-laki adalah menanggung beban keluarga, atau jika terjadi hal-hal yang serius, dia melindungi dan menyayangi istrinya, bersimpati dan memahaminya; bukan menjerumuskannya ke dalam pencobaan, melainkan memikul tanggung jawabnya yang seharusnya sebagai suami dan laki-laki. Dengan demikian, dalam keluarga dan dalam kerangka pernikahan, engkau akan memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu yang seharusnya, dan engkau akan membuat istrimu merasa bahwa engkau layak menerima kepercayaannya, bahwa engkau adalah orang yang dengannya dia akan menghabiskan sisa hidupnya, bahwa engkau dapat dipercaya, dan bahwa engkau dapat diandalkan. Ketika istrimu mengandalkanmu, ketika dia membutuhkanmu, sebagai suami, untuk membuat keputusan dalam menangani beberapa masalah serius, engkau jangan malah pergi tidur, mabuk-mabukan, atau berjudi, atau berkeliaran di jalan. Semua ini tidak dapat diterima; ini artinya engkau pengecut. Engkau bukan laki-laki yang baik; engkau belum memenuhi tanggung jawabmu yang seharusnya. Jika engkau sebagai laki-laki selalu membutuhkan istrimu untuk tampil ke depan dalam setiap masalah besar, dan jika engkau menjerumuskan istrimu, yang lebih lemah daripada laki-laki, ke arah lubang api yang menyala-nyala, menjerumuskannya ke tempat di mana angin dan ombak sedang bertiup kencang, menjerumuskannya ke dalam pusaran berbagai macam urusan yang rumit, itu bukanlah hal yang patut dilakukan oleh laki-laki yang baik, dan juga bukan perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh suami yang baik. Tanggung jawabmu bukan sekadar untuk membuat istrimu berahi terhadapmu, mendampingimu, dan membantumu untuk menjalani hidup dengan baik; bukan itu saja, engkau juga mempunyai tanggung jawab yang harus kaupikul. Istrimu telah memenuhi tanggung jawabnya terhadapmu—sudahkah engkau memenuhi tanggung jawabmu terhadapnya? Tidaklah cukup hanya memberinya makanan yang lezat, pakaian yang hangat untuk dikenakan, dan menenangkan hatinya; yang lebih penting adalah dalam berbagai urusan dan perselisihan besar yang menyangkut benar dan salah, engkau harus mampu membantunya menghadapi segala sesuatu secara akurat, benar, dan tepat, agar dia tidak merasa khawatir sedikit pun, agar dia dapat menerima manfaat nyata darimu, dan melihat bahwa engkau memenuhi tanggung jawabmu yang seharusnya sebagai suami. Inilah sumber kebahagiaan perempuan dalam pernikahan. Bukankah demikian? (Ya.) Semanis apa pun kata-katamu, atau dengan cara apa pun engkau memikat dirinya, atau sesering apa pun engkau mendampinginya, dalam menghadapi masalah besar, jika istrimu tidak dapat mengandalkanmu atau memercayaimu, jika engkau tidak memikul tanggung jawabmu yang seharusnya, dan malah membiarkan perempuan yang lembut untuk maju dan menanggung penghinaan, atau menanggung penderitaan apa pun, maka perempuan semacam itu tidak akan dapat merasakan kebahagiaan atau sukacita, dan dia tidak akan melihat harapan dalam dirimu. Jadi, perempuan mana pun yang menikah dengan laki-laki semacam itu akan merasa tidak beruntung dalam pernikahannya, dan hari-hari serta kehidupannya di masa depan akan tanpa harapan dan tanpa terang, karena dia menikah dengan laki-laki yang tidak dapat diandalkan, laki-laki yang tidak memenuhi tanggung jawabnya, seorang laki-laki yang tak berguna dan pengecut; dia tidak akan merasakan kebahagiaan. Jadi, laki-laki harus memikul tanggung jawabnya sendiri. Di satu sisi, hal ini merupakan tuntutan terhadap manusia, dan di sisi lain—dan yang lebih penting—mereka harus menerimanya dari Tuhan. Inilah tanggung jawab dan kewajiban yang telah Tuhan berikan kepada setiap laki-laki dalam pernikahan. Jadi, bagi perempuan: jika engkau ingin menikah dan menemukan belahan jiwamu, setidaknya engkau harus terlebih dahulu melihat apakah laki-laki tersebut dapat diandalkan atau tidak. Penampilannya, tinggi badannya, ijazahnya, apakah dia kaya atau tidak, dan apakah dia menghasilkan banyak uang atau tidak, semua itu adalah hal yang sekunder. Yang penting adalah melihat apakah orang tersebut memiliki kemanusiaan dan rasa tanggung jawab atau tidak, apakah dia sanggup memikul tanggung jawab atau tidak, dan ketika engkau mengandalkan dia, apakah dia akan terjatuh atau mampu menahanmu, dan apakah dia dapat diandalkan atau tidak. Tepatnya, apakah dia mampu atau tidak memenuhi tanggung jawab suami sebagaimana yang telah Tuhan firmankan, apakah dia orang yang seperti itu atau tidak; selain itu, apakah dia mengikuti jalan Tuhan atau tidak, setidaknya di mata Tuhan, dia harus menjadi orang yang memiliki kemanusiaan. Ketika dua orang hidup bersama, entah mereka kaya atau miskin, seperti apa kualitas hidup mereka, apa yang ada di dalam rumah mereka, atau apakah karakter mereka cocok atau tidak; setidaknya, laki-laki yang kaunikahi harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya terhadapmu, memiliki rasa tanggung jawab terhadapmu, dan memilikimu di dalam hatinya. Entah dia menyukaimu atau mencintaimu, setidaknya, dia harus memilikimu di dalam hatinya, untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya yang seharusnya dalam kerangka pernikahan. Baru setelah itulah hidupmu akan sukacita, hari-harimu akan bahagia, dan jalan masa depanmu tidak akan samar. Jika laki-laki yang dinikahi perempuan selalu tidak dapat diandalkan, dan melarikan diri serta bersembunyi saat sesuatu terjadi, dan dia membual dan menyombongkan diri ketika segalanya baik-baik saja, seolah-olah dia memiliki keterampilan yang hebat dan berani serta kuat, tetapi kemudian dia berubah menjadi lembek ketika sesuatu terjadi, apakah menurutmu perempuan tersebut akan sedih? (Ya.) Apakah dia akan bahagia? (Tidak.) Perempuan yang sopan dan baik akan berpikir, "Aku selalu merawat dan menghargainya, aku rela menderita apa pun, memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang istri, tetapi aku tidak bisa melihat masa depan dengan laki-laki ini." Bukankah pernikahan seperti itu menyakitkan? Bukankah rasa sakit yang dirasakan perempuan ini ada hubungannya dengan laki-laki tersebut, belahan jiwanya? (Ya.) Apakah ini tanggung jawab laki-laki? (Ya.) Laki-laki harus merenungkan dirinya. Dia tidak boleh selalu mengeluh bahwa perempuan itu rewel, suka mengomel dan berdebat. Kedua belah pihak harus saling merenungkan apakah mereka sedang memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mereka atau tidak, dan apakah mereka memenuhinya berdasarkan firman Tuhan atau tidak setelah mendengarnya. Jika mereka tidak memenuhinya, mereka harus segera berbalik, segera memperbaiki diri dan memperbaiki keadaan tersebut, ini belum terlambat. Apakah ini cara berperilaku yang baik? (Ya.)
Mari kita terus membaca. Setelah ini, ada perintah Tuhan yang lain kepada Adam, nenek moyang manusia yang pertama. Tuhan berfirman: "Karena engkau telah mendengarkan perkataan istrimu dan telah makan dari pohon, yang Aku perintahkan jangan engkau memakannya: terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari makan dari tanah sepanjang umur hidupmu; semak dan onak berdurilah yang akan ditumbuhkan bumi bagimu; dan engkau akan makan tumbuh-tumbuhan di padang; dengan peluh di wajahmu engkau akan makan roti, sampai engkau kembali ke tanah; karena dari tanahlah engkau diambil: engkau berasal dari debu, dan kepada debu engkau akan kembali" (Kejadian 3:17-19). Ayat ini pada dasarnya adalah perintah Tuhan kepada laki-laki. Apa pun keadaannya, karena Tuhan telah memberikan perintah kepada laki-laki, maka perintah-Nya adalah kewajiban dan tugas yang harus mereka penuhi dalam kerangka pernikahan dan keluarga. Tuhan mewajibkan laki-laki untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga setelah menikah, yaitu mereka harus bekerja keras seumur hidup mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Laki-laki harus memenuhi kebutuhan hidup mereka, jadi mereka harus bekerja; bahasa modernnya, mereka harus mencari pekerjaan dan bekerja untuk menghasilkan uang, atau mereka harus menanam padi di sawah, dan memanennya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Laki-laki harus bekerja keras untuk menafkahi seluruh keluarga, demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ini adalah perintah Tuhan bagi para suami, bagi laki-laki; ini adalah tanggung jawab mereka. Jadi, dalam kerangka pernikahan, laki-laki tidak boleh berkata, "Ah, kesehatanku buruk!" "Ah, pekerjaan sulit didapat di tengah masyarakat saat ini, aku sangat stres!" "Orang tuaku telah memanjakanku sejak kecil, aku tak mampu melakukan pekerjaan apa pun!" Jika engkau tidak mampu melakukan pekerjaan apa pun, mengapa engkau menikah? Jika engkau tidak mampu menafkahi keluarga, dan engkau tidak memiliki kemampuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh keluarga, mengapa engkau menikah? Ini adalah ucapan yang tidak bertanggung jawab. Di satu sisi, Tuhan menuntut manusia untuk bekerja dengan rajin, dan di sisi lain, Dia menuntut mereka untuk bekerja keras demi mendapatkan makanan dari tanah. Tentu saja, pada zaman sekarang, Dia tidak bersikeras agar engkau mendapatkan makanan dari tanah, tetapi bekerja adalah keharusan. Itulah sebabnya tubuh laki-laki sangat besar dan kuat, sedangkan tubuh perempuan relatif lemah; mereka berbeda. Tuhan menciptakan bentuk tubuh yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Secara alami, laki-laki harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, untuk menafkahi keluarganya; itu adalah perannya, dialah tulang punggung keluarga. Sebaliknya, perempuan tidak diperintahkan seperti itu oleh Tuhan. Jadi, apakah itu berarti perempuan dapat menuai di mana dia tidak menabur, menunggu untuk memakan makanan yang sudah siap disantap tanpa melakukan apa pun? Itu juga tidak benar. Meskipun Tuhan tidak memerintahkan perempuan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, dia tidak boleh berdiam diri saja. Jangan mengira bahwa karena Tuhan tidak memerintahkan perempuan maka mereka boleh berdiam diri saja dalam hal ini. Tidaklah demikian. Perempuan juga harus memenuhi tanggung jawab mereka; mereka harus membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Perempuan bukan saja harus menjadi pasangan—dia juga harus membantu suaminya memenuhi tanggung jawab dan misinya dalam keluarga. Dia tidak boleh diam saja, melihat dan mengolok-olok suaminya, dia juga tidak boleh menunggu makanan yang sudah siap disantap. Mereka berdua harus bekerja sama. Dengan demikian, kewajiban dan tanggung jawab yang seharusnya dipenuhi laki-laki dan perempuan akan semuanya terpenuhi dan terlaksana dengan baik.
Mari kita lanjutkan. Tuhan berfirman: "Semak dan onak berdurilah yang akan ditumbuhkan bumi bagimu; dan engkau akan makan tumbuh-tumbuhan di padang." Jadi, selain dari pekerjaan yang Tuhan berikan kepada laki-laki, ada beban tambahan; tidaklah cukup engkau bekerja keras, ladang juga ditumbuhi rumput liar yang harus kausiangi. Artinya, jika engkau seorang petani, engkau mempunyai pekerjaan tambahan yang harus kaulakukan selain menanam. Engkau juga harus menyiangi rumput liar, dan engkau tidak boleh bersantai; engkau harus bekerja cukup keras untuk memenuhi kebutuhan keluargamu, sebagaimana Tuhan berfirman: "Dengan peluh di wajahmu engkau akan makan roti." Apa arti kalimat ini? Artinya, ada beban tambahan yang diberikan kepada laki-laki selain dari pekerjaan mereka. Sampai kapan? "Sampai engkau kembali ke tanah." Sampai engkau mengembuskan napas terakhirmu, saat engkau menyelesaikan perjalanan hidupmu, barulah engkau tidak perlu lagi bekerja keras seperti ini, dan tanggung jawabmu akan dipenuhi. Ini adalah perintah yang diberikan Tuhan kepada laki-laki dan merupakan firman Tuhan kepada laki-laki, serta merupakan tanggung jawab dan beban yang telah Dia berikan kepada mereka. Apakah engkau bersedia atau tidak, ini sudah ditakdirkan oleh Tuhan, dan engkau tidak dapat menghindarinya. Jadi, di tengah seluruh masyarakat atau seluruh umat manusia, baik dilihat dari sudut pandang subjektif maupun objektif, ada tekanan yang lebih besar dalam hal kelangsungan hidup laki-laki di bumi dibandingkan dengan perempuan, yang mau tidak mau harus dikatakan sebagai hasil dari takdir dan pengaturan Tuhan. Dalam hal ini, laki-laki perlu menerimanya dari Tuhan dan memikul tanggung jawab dan kewajiban mereka yang seharusnya; khususnya, orang-orang yang memiliki keluarga dan pasangan dalam kerangka pernikahan tidak boleh berusaha menghindari atau menolak untuk memenuhi tanggung jawab mereka karena hidup ini sangat sulit, pahit, atau melelahkan. Jika engkau berkata, "Aku tidak mau memikul tanggung jawab ini, dan aku tidak mau bekerja keras," maka engkau dapat memilih untuk tidak menikah atau menolak pernikahan. Jadi, sebelum engkau menikah, engkau harus terlebih dahulu mempertimbangkan hal ini, memikirkan dan memahami dengan jelas tentang apa sajakah tanggung jawab yang Tuhan tuntut terhadap laki-laki yang sudah menikah, apakah engkau mampu memenuhinya atau tidak, apakah engkau mampu melakukannya dengan baik atau tidak, apakah engkau mampu memainkan peranmu dengan baik atau tidak, yaitu melakukan perintah Tuhan kepadamu, dan apakah engkau mampu atau tidak memikul beban-beban keluarga yang akan Tuhan berikan kepadamu. Jika engkau merasa tidak memiliki keyakinan untuk melakukan semua ini dengan baik, atau jika engkau tidak memiliki kemauan untuk melakukannya—jika engkau tidak mau melakukannya—jika engkau menolak tanggung jawab dan kewajiban ini, tidak mau menanggung beban dalam rumah tangga dan dalam kerangka pernikahan, maka sebaiknya engkau tidak menikah. Bagi laki-laki dan perempuan, pernikahan menyiratkan tanggung jawab dan beban; itu bukan masalah sepele. Meskipun pernikahan tidak sakral, menurut pemahaman-Ku, pernikahan setidaknya merupakan hal yang khidmat, dan orang harus memperbaiki sikap mereka terhadap pernikahan. Pernikahan bukanlah bertujuan untuk bermain-main dengan nafsu daging, juga bukan untuk memuaskan kebutuhan emosional sesaat, apalagi untuk memuaskan rasa keingintahuan orang. Pernikahan adalah sebuah tanggung jawab dan kewajiban; dan tentu saja, terlebih dari itu, pernikahan adalah penegasan dan pembuktian apakah seorang laki-laki atau perempuan memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab pernikahan. Jika engkau tidak mengetahui apakah engkau memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan kewajiban pernikahan atau tidak, jika engkau sama sekali tidak mengetahuinya, atau jika engkau tidak ingin menikah—atau sekalipun engkau muak akan gagasan itu—jika engkau tidak mau memikul tanggung jawab dan kewajiban dalam kehidupan berkeluarga, baik itu hal-hal yang sepele maupun hal-hal yang lebih serius, dan engkau ingin melajang—"Tuhan berkata tidak baik manusia sendirian, tetapi menurutku sendirian itu cukup menyenangkan"—maka engkau bisa menolak pernikahan, atau bahkan meninggalkan pernikahanmu. Hal ini berbeda dengan setiap orang, dan setiap orang dapat memilih dengan bebas. Namun, apa pun yang kaukatakan, jika engkau melihat apa yang tercatat dalam Alkitab tentang pernyataan dan takdir yang Tuhan berikan sehubungan dengan pernikahan manusia pada mulanya, engkau akan memahami bahwa pernikahan bukanlah sebuah permainan, juga bukan hal yang sepele; tentu saja, pernikahan bukanlah kuburan seperti yang digambarkan orang-orang. Pernikahan diatur dan ditakdirkan oleh Tuhan. Sejak awal penciptaan manusia, Tuhanlah yang menakdirkan dan mengaturnya. Jadi pepatah-pepatah duniawi itu—"Pernikahan adalah kuburan", "Pernikahan adalah sebuah kota yang dikepung", "Pernikahan adalah tragedi", "Pernikahan adalah bencana", dan sebagainya—Benarkah pepatah seperti ini? (Tidak.) Tidak. Ini hanyalah pemahaman manusia yang rusak tentang pernikahan setelah mereka memutarbalikkan, merusak, dan menstigmakan pernikahan tersebut. Setelah memutarbalikkan, merusak, dan menstigmakan pernikahan yang benar, mereka juga mengkritiknya, melontarkan beberapa kekeliruan yang tidak pantas, mengucapkan perkataan setan, dan akibatnya, mereka yang percaya kepada Tuhan pun ikut disesatkan, sehingga mereka pun memiliki pandangan yang salah dan tidak normal mengenai pernikahan. Apakah engkau semua juga telah disesatkan dan dirusak? (Ya.) Jadi, melalui persekutuan kita, setelah engkau memiliki pemahaman yang akurat dan benar tentang pernikahan, ketika seseorang kembali bertanya, "Tahukah engkau apa arti pernikahan?" akankah engkau tetap berkata, "Pernikahan adalah kuburan"? (Tidak.) Apakah pernyataan ini benar? (Tidak.) Haruskah engkau mengatakan itu? (Tidak.) Mengapa tidak? Karena pernikahan diatur dan ditakdirkan oleh Tuhan, maka manusia harus memperlakukan pernikahan dengan benar. Jika ada orang yang berbuat seenaknya, menurutkan hawa nafsunya, terlibat dalam pergaulan bebas dan mendatangkan akibat buruk, dengan mengatakan bahwa pernikahan adalah kuburan, maka Aku hanya dapat mengatakan bahwa mereka sedang menggali kuburan mereka sendiri dan sedang membuat masalah bagi diri mereka sendiri; mereka tidak boleh mengeluh. Itu tidak ada hubungannya dengan Tuhan. Bukankah demikian? Mengatakan bahwa pernikahan adalah kuburan adalah bentuk penyimpangan dan kecaman Iblis terhadap pernikahan dan hal yang positif. Makin positif suatu hal, makin Iblis dan manusia yang rusak mengubahnya menjadi sesuatu yang jahat. Bukankah ini jahat? Jika seseorang hidup dalam dosa, terlibat dalam pergaulan bebas dan cinta segitiga, mengapa orang tidak mengatakan itu jahat? Jika seseorang berzina, mengapa orang tidak mengatakan itu jahat? Pernikahan yang benar bukanlah perzinaan, bukan pula pergaulan bebas, bukan pemuasan nafsu daging, bukan pula hal yang sepele; tentu saja, terlebih lagi, pernikahan bukanlah kuburan. Pernikahan adalah sesuatu yang positif. Tuhan telah menakdirkan dan mengatur pernikahan manusia, dan Dia telah memberikan amanat dan perintah mengenai hal itu; tentu saja, bahkan terlebih lagi, Dia telah memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada kedua belah pihak dalam pernikahan melalui perintah, serta firman-Nya tentang apa yang dimaksud dengan pernikahan. Pernikahan hanya boleh terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Di dalam Alkitab, apakah Tuhan menciptakan seorang laki-laki, kemudian menciptakan laki-laki lain, dan kemudian menikahkan mereka? Tidak, tidak ada pernikahan homoseksual di antara dua laki-laki atau di antara dua perempuan. Hanya ada pernikahan seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pernikahan terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang bukan saja menjadi pasangan, melainkan juga penolong, yang saling mendampingi, saling menjaga, dan saling memenuhi tanggung jawab, hidup dengan baik dan saling mendampingi dengan baik di jalan kehidupan mereka, saling mendampingi melewati setiap masa sulit kehidupan, setiap masa yang berbeda dan unik; dan tentu saja, mereka juga melewati masa-masa biasa. Ini adalah tanggung jawab yang harus dipikul oleh kedua belah pihak dalam pernikahan, dan ini juga merupakan amanat Tuhan kepada mereka. Apa arti amanat Tuhan? Amanat adalah prinsip-prinsip yang harus orang patuhi dan terapkan. Jadi, bagi setiap orang yang menikah, pernikahan itu bermakna. Ini memiliki efek tambahan pada pengalaman dan pengetahuan pribadimu, serta pertumbuhan, kedewasaan, dan kesempurnaan kemanusiaanmu. Dan sebaliknya, jika engkau belum menikah, dan hanya hidup bersama orang tuamu, atau hidup seorang diri sepanjang hidupmu, atau jika pernikahanmu tidak normal, pernikahan yang tidak bermoral dan tidak ditakdirkan oleh Tuhan, maka apa yang kaualami bukanlah pengalaman hidup, pengetahuan, atau pertemuan, juga bukan pertumbuhan, kedewasaan, dan kesempurnaan kemanusiaan yang akan kauperoleh dari pernikahan yang benar. Dalam pernikahan, selain dua orang yang saling merasakan kebersamaan dan dukungan, mereka juga tentunya mengalami perbedaan pendapat, perselisihan, dan percekcokan yang muncul dalam hidup. Pada saat yang sama, mereka berdua mengalami kesakitan dalam melahirkan anak, dan pengalaman mengasuh dan membesarkan anak, serta menafkahi orang tua mereka, menyaksikan generasi berikutnya bertumbuh, menyaksikan generasi berikutnya menikah dan memiliki anak sama seperti mereka, mengulangi perjalanan hidup mereka yang sama. Dengan demikian, pengalaman, pengetahuan, atau pertemuan kehidupan orang cukup kaya dan beragam bukan? (Ya.) Jika engkau memiliki pengalaman hidup seperti itu sebelum engkau percaya kepada Tuhan, sebelum engkau menerima pekerjaan, firman, penghakiman dan hajaran Tuhan, dan terlebih lagi, jika engkau dapat menyembah Tuhan dan mengikuti Tuhan setelah engkau percaya kepada-Nya, maka hidupmu akan lebih berkelimpahan dibandingkan kebanyakan orang; pengalaman dan pemahaman pribadimu akan sedikit lebih banyak. Tentu saja, semua yang Kukatakan ini didasarkan pada pemikiran bahwa, dalam kerangka pernikahan sebagaimana yang ditetapkan oleh Tuhan, engkau harus dengan sungguh-sungguh memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu sendiri, tanggung jawab dan kewajiban laki-laki dan perempuan, dan tanggung jawab dan kewajiban suami dan istri. Ini adalah hal-hal yang harus dilakukan. Jika engkau tidak memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu, maka pernikahanmu akan berantakan, gagal, dan pada akhirnya pernikahanmu akan hancur. Engkau akan mengalami pernikahan yang rusak dan gagal, serta mengalami masalah, keterikatan, penderitaan, dan gejolak yang akan ditimbulkan pernikahan terhadapmu. Jika kedua belah pihak yang melangsungkan pernikahan tidak mampu berinisiatif dan memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya sendiri, mereka akan saling berdebat dan bertentangan. Seiring berjalannya waktu, mereka akan makin sering berdebat, pertentangan mereka akan makin dalam, dan keretakan rumah tangga akan mulai muncul dalam pernikahan mereka. Karena keretakan yang ada sudah berlangsung lama, mereka tidak akan mampu memperbaiki cermin pernikahan mereka yang pecah, dan pernikahan seperti itu pasti akan mengarah pada perpecahan, menuju kehancuran—pernikahan seperti itu pasti akan gagal. Jadi, dari sudut pandangmu, pernikahan yang Tuhan takdirkan tidak sesuai dengan keinginanmu, dan engkau menganggapnya tidak serasi. Mengapa engkau berpikir seperti itu? Karena dalam kerangka pernikahan, engkau tidak melakukan apa pun berdasarkan tuntutan dan perintah Tuhan; engkau dengan egoistis berusaha memuaskan kebutuhan, memuaskan kesukaan dan keinginan serta imajinasimu sendiri. Engkau tidak mengekang dirimu atau berubah demi pasanganmu, ataupun menanggung penderitaan apa pun; sebaliknya, engkau hanya berfokus pada alasanmu sendiri, keuntungan dan kesukaanmu sendiri, dan engkau tidak pernah memikirkan tentang pasanganmu. Apa yang akan terjadi pada akhirnya? Pernikahanmu akan hancur. Sumber kehancuran ini adalah watak rusak dalam diri manusia. Manusia terlalu egoistis, sedemikian rupa sehingga suami-istri yang seharusnya menjadi satu pun tidak mampu hidup bersama secara harmonis, tidak mampu bersimpati, saling memahami, saling menghibur, dan saling menerima, serta tidak mampu berubah dan mengalah bagi satu sama lain. Engkau dapat melihat betapa rusaknya manusia. Pernikahan tidak mampu mengekang perilaku orang, juga tidak mampu membuat orang melepaskan keinginan egoistisnya, sehingga tidak ada prinsip moral atau penerapan yang baik yang berasal dari masyarakat yang dapat membuat orang menjadi lebih baik, atau yang dapat menjaga hati nurani dan nalar mereka. Jadi, jika berkenaan dengan pernikahan, orang harus memahaminya dari cara Tuhan pertama kali menakdirkan pernikahan bagi manusia. Tentu saja, mereka juga harus memahami hal ini dari Tuhan. Memahami semua ini dari Tuhan adalah murni, dan jika manusia mampu memahami semua ini, maka sudut pandang dan pandangan mereka dalam memandang pernikahan akan benar. Alasan mengapa sudut pandang dan pandangan mereka terhadap pernikahan harus benar bukan saja agar mereka memahami konsep dan definisi pernikahan yang benar; melainkan itu juga memungkinkan manusia untuk memiliki cara penerapan yang baik, benar, akurat, tepat, dan masuk akal ketika mereka menghadapi pernikahan, agar mereka tidak disesatkan oleh Iblis atau berbagai gagasan dari tren jahat dunia dalam cara mereka memperlakukan pernikahan. Ketika engkau memilih pernikahan berdasarkan firman Tuhan, engkau yang adalah perempuan harus melihat dengan jelas apakah pasanganmu adalah tipe orang yang mampu memenuhi tanggung jawab dan kewajiban laki-laki sebagaimana yang Tuhan firmankan, apakah dia layak atau tidak yang kepadanya engkau dapat memercayakan seluruh hidupmu. Engkau yang adalah laki-laki harus melihat dengan jelas apakah seorang perempuan adalah tipe orang yang mampu mengesampingkan keuntungannya sendiri demi kehidupan berkeluarga dan suaminya, mengubah kekurangan dan kelemahannya. Engkau harus mempertimbangkan semua hal ini dan masih banyak lagi. Jangan mengandalkan imajinasimu, atau minat atau hobimu yang sesaat; apalagi mengandalkan gagasan keliru tentang kasih dan keromantisan yang Iblis tanamkan dalam dirimu untuk memilih pernikahan secara membabi buta. Dengan persekutuan ini, apakah semua orang memahami gagasan, pandangan, dan sudut pandang yang harus orang miliki terhadap pernikahan, serta penerapan yang harus mereka pilih dan prinsip-prinsip yang harus mereka anut sehubungan dengan pernikahan? (Ya.)
Hari ini, kita belum membahas mengenai perlunya orang melepaskan pengejaran, cita-cita, dan keinginan mereka akan pernikahan; kita baru memperjelas definisi dan konsep pernikahan. Bukankah Aku telah membahas topik ini dengan jelas? (Ya.) Aku telah membahasnya dengan jelas. Apakah engkau semua masih memiliki keluhan tentang pernikahan? (Tidak.) Dan apakah engkau masih menyimpan kebencian terhadap orang yang pernah kaunikahi, orang yang kautinggalkan? (Tidak.) Masih adakah pemahaman dan pandanganmu yang abnormal dan bias mengenai pernikahan, atau bahkan khayalanmu yang kekanak-kanakan yang tidak sesuai dengan fakta? (Tidak.) Engkau seharusnya lebih realistis sekarang. Namun, pernikahan bukanlah masalah kebutuhan sehari-hari yang sederhana. Ini berkaitan dengan kehidupan orang dengan kemanusiaan yang normal, dan tanggung jawab serta kewajiban mereka, dan selain itu, ada standar dan prinsip yang lebih nyata yang telah Tuhan peringatkan, tuntut, dan perintahkan kepada manusia. Ini adalah tanggung jawab dan kewajiban yang harus orang penuhi, dan merupakan tanggung jawab dan kewajiban yang harus mereka pikul sendiri. Inilah definisi dan makna penting yang sesungguhnya dari keberadaan pernikahan, yang seharusnya dimiliki oleh orang dengan kemanusiaan yang normal. Baiklah, mari kita akhiri persekutuan hari ini di sini. Selamat tinggal!
7 Januari 2023
Catatan kaki:
a. Naskah asli tidak mengandung frasa "Apa yang disebut 'cinta yang romantis' manusia hanyalah perpaduan antara cinta dan gairah".
b. Naskah asli tidak mengandung frasa "seperti yang dikatakan oleh orang-orang dari beberapa negara".