Firman Tuhan Harian: Jalan Masuk ke Dalam Kehidupan | Kutipan 525

23 Oktober 2020

Tuhan menghajar dan menghakimi manusia karena itulah yang dituntut oleh pekerjaan-Nya, dan, terlebih lagi, karena itulah yang dibutuhkan oleh manusia. Manusia perlu dihajar dan dihakimi, dan baru setelah itu dia dapat menggapai kasih Tuhan. Hari ini, engkau benar-benar yakin, tetapi ketika menghadapi kemunduran sekecil apa pun maka engkau menjadi risau; tingkat pertumbuhanmu masih terlalu kecil dan engkau masih perlu mengalami lebih banyak hajaran dan penghakiman seperti itu untuk mencapai pengetahuan yang lebih dalam. Hari ini, engkau memiliki rasa hormat kepada Tuhan dan takut akan Dia, dan engkau tahu bahwa Dia adalah Tuhan yang benar, tetapi engkau tidak memiliki kasih yang besar kepada-Nya, apalagi memperoleh kasih yang murni. Pengetahuanmu terlalu dangkal, dan tingkat pertumbuhanmu masih belum cukup. Apabila engkau benar-benar berhadapan dengan suatu lingkungan, engkau belum menjadi kesaksian, terlalu kecil jalan masukmu yang proaktif, dan engkau tidak tahu cara melakukannya. Kebanyakan orang bersikap pasif dan tidak aktif; mereka hanya diam-diam mencintai Tuhan di dalam hati mereka, tetapi tidak memiliki cara untuk melakukannya, serta tidak jelas tentang apakah tujuan mereka sebenarnya. Mereka yang telah disempurnakan tidak hanya memiliki kemanusiaan yang biasa, tetapi memiliki kebenaran yang melampaui kedalaman hati nurani, dan itu lebih tinggi dari standar hati nurani. Mereka tidak hanya menggunakan hati nurani mereka untuk membalas kasih Tuhan, tetapi terlebih lagi, mereka telah mengenal Tuhan dan telah menyaksikan bahwa Tuhan itu indah dan layak untuk dikasihi manusia. Ada begitu banyak kasih di dalam Tuhan yang membuat manusia tidak berdaya selain mengasihi Dia. Kasih kepada Tuhan oleh orang-orang yang telah disempurnakan adalah untuk memenuhi hasrat pribadi mereka sendiri. Kasih mereka bersifat spontan, kasih yang tidak meminta imbalan apa pun, dan bukan merupakan perdagangan. Mereka mengasihi Tuhan karena tidak ada apa pun selain pengetahuan mereka tentang Dia. Orang-orang seperti itu tidak peduli apakah Tuhan menganugerahkan rahmat kepada mereka, dan mereka tidak merasa puas dengan apa pun selain memuaskan Tuhan. Mereka tidak melakukan tawar-menawar dengan Tuhan, maupun mengukur kecintaan mereka kepada Tuhan dengan hati nurani: Engkau telah berkorban bagiku, maka aku mencintai-Mu sebagai balasannya; jika Engkau tidak berkorban bagiku, maka aku tidak memiliki apa pun yang dapat kuberikan kepada-Mu sebagai balasannya. Mereka yang telah disempurnakan selalu percaya bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta, bahwa Dia melaksanakan pekerjaan-Nya dalam diri mereka. Karena mereka memiliki kesempatan, kondisi, dan kualifikasi ini agar dapat disempurnakan, pencarian mereka seharusnya adalah menjalani kehidupan yang bermakna, dan mereka harus memuaskan hati-Nya. Sama seperti yang dialami Petrus: Manakala berada di titik terlemah, dia berdoa kepada Tuhan dan katanya, "Ya Tuhan! Tanpa menghiraukan waktu atau tempat, Engkau tahu bahwa aku selalu mengingat-Mu. Tidak peduli waktu atau tempat, Engkau tahu bahwa aku ingin mengasihi-Mu, tetapi tingkat pertumbuhanku amat kecil. Aku terlampau lemah dan tidak berdaya, kasihku terlalu terbatas, dan ketulusanku terhadap-Mu sangat kurang. Dibandingkan dengan cinta-Mu, aku sangat tidak layak untuk hidup. Aku hanya berharap supaya hidupku tidak akan sia-sia. Aku tidak hanya dapat membalas cinta-Mu, tetapi terlebih lagi, aku dapat mencurahkan segala yang kumiliki untuk-Mu. Jika aku dapat memuaskan hati-Mu, maka sebagai makhluk ciptaan, aku akan memiliki kedamaian pikiran, dan tidak akan meminta apa pun lagi. Sekalipun aku lemah dan tidak berdaya sekarang, aku tidak akan melupakan nasihat-Mu dan tidak akan melupakan kasih-Mu. Sekarang aku tidak akan berbuat apa-apa selain membalas cinta-Mu. Ya Tuhan, aku merasa tidak layak! Bagaimana mungkin aku dapat membalas cinta dalam hatiku kepada-Mu, bagaimana aku dapat melakukan segala yang bisa kuperbuat, memenuhi segenap keinginan-Mu, dan dapat mempersembahkan semua yang kumiliki kepada-Mu? Engkau tahu kelemahan manusia; bagaimana aku bisa layak menerima kasih-Mu? Ya Tuhan! Engkau tahu tingkat pertumbuhanku sangat kecil, kasihku amat kurang. Bagaimana mungkin aku bisa melakukan yang terbaik yang bisa kuperbuat dalam lingkungan seperti ini? Aku tahu aku harus membalas cinta-Mu, dan aku harus memberikan segala yang kumiliki kepada-Mu, tetapi sekarang ini tingkat pertumbuhanku terlalu kecil. Aku memohon agar Engkau mengaruniakan kekuatan dan memberiku keberanian percaya, sehingga aku akan lebih mampu memiliki kasih yang murni untuk kupersembahkan bagi-Mu, dan lebih mampu mencurahkan segala yang kumiliki kepada-Mu. Aku tidak hanya akan mampu membalas cinta-Mu, tetapi juga lebih sanggup mengalami hajaran, penghakiman dan ujian, dan bahkan kutuk yang lebih kejam. Engkau telah mengizinkan aku untuk menyaksikan kasih-Mu, namun aku tidak mampu mengelak untuk mengasihi-Mu, dan meskipun aku lemah dan tidak berdaya hari ini, bagaimana mungkin aku bisa melupakan-Mu? Kasih, hajaran, dan penghakiman-Mu semuanya telah menyebabkan aku mengenal Engkau, namun aku juga merasa tidak mampu memenuhi kasih-Mu, karena Engkau begitu agung. Bagaimana mungkin aku bisa mencurahkan segala yang kumiliki kepada Sang Pencipta?" Demikianlah permohonan Petrus, tetapi tingkat pertumbuhannya sangat kurang. Saat ini, ia merasa seolah-olah sebilah pisau sedang dipuntir di dalam jantungnya dan dia menderita kesakitan; dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam kondisi seperti itu. Namun ia tetap terus berdoa: "Ya Tuhan! Manusia memiliki tingkat pertumbuhan kanak-kanak, hati nuraninya lemah, dan satu-satunya hal yang dapat kulakukan adalah membalas cinta-Mu. Hari ini, aku tidak tahu bagaimana cara memuaskan keinginan-Mu, atau melakukan segala yang bisa kuperbuat, atau memberikan semua yang kumiliki, atau bagaimana mencurahkan segala yang kumiliki bagi-Mu. Tanpa menghiraukan penghakiman dan hajaran-Mu, terlepas dari apa yang Engkau anugerahkan kepadaku, tidak peduli apa yang Engkau ambil dariku, semuanya itu membuat aku terbebas dari sikap bersungut-sungut terhadap Engkau. Sering kali, saat Engkau menghajar dan menghakimiku, aku menggerutu dalam hati dan merasa tidak mampu mencapai kesucian atau memenuhi segala keinginan-Mu. Pembalasan kasihku kepada-Mu terlahir dari paksaan, dan saat ini aku lebih membenci diriku sendiri." Semua itu karena Petrus mencari kasih akan Tuhan yang lebih suci sehingga ia berdoa dengan cara demikian. Ia mencari, memohon, dan terlebih lagi, ia mendakwa dirinya sendiri dan mengakui dosa-dosanya kepada Tuhan. Ia merasa berhutang budi kepada Tuhan, dan merasa benci pada dirinya sendiri, namun ia juga agak sedih dan pasif. Ia selalu merasa demikian, seolah-olah ia tidak cukup layak untuk memenuhi kehendak Tuhan dan tidak dapat melakukan yang terbaik. Dalam kondisi seperti itu, Petrus tetap meneladani iman Ayub. Ia merasa betapa hebatnya iman Ayub, sebab Ayub telah menganggap bahwa seluruh miliknya telah dianugerahkan oleh Tuhan, dan wajar bila Tuhan mengambil segala sesuatu darinya, karena Tuhan akan melimpahkan kepada siapa pun yang Dia kehendaki—demikianlah watak Tuhan yang benar. Ayub tidak bersungut-sungut dan tetap mampu memuji Tuhan. Petrus juga mengenal dirinya sendiri, dan di dalam hatinya ia berdoa, "Sekarang ini aku tidak boleh puas dengan membalas kasih-Mu menggunakan hati nuraniku dan dengan penuh kasih sayang kubalaskan kepada-Mu, sebab pikiranku terlalu rusak, dan karena aku tidak mampu memandang Engkau sebagai Pencipta. Karena aku tetap tidak layak untuk mencintai-Mu, aku harus mencapai kemampuan untuk mencurahkan segala yang kumiliki kepada-Mu, yang akan kulakukan dengan sukarela. Aku harus tahu semua yang telah Engkau perbuat dan tidak punya pilihan lain. Aku harus menyaksikan kasih-Mu dan mampu menaikkan pujian bagi-Mu, serta memuji nama-Mu yang kudus, sehingga Engkau dapat menerima kemuliaan yang besar melalui diriku. Aku bersedia berdiri teguh dalam kesaksian ini bagi-Mu. Ya Tuhan! Cinta-Mu sangat berharga dan indah; bagaimana mungkin aku bisa berharap untuk hidup di tangan si jahat? Bukankah Engkau menciptakan aku? Bagaimana mungkin aku bisa hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis? Aku lebih suka seluruh diriku berada di tengah-tengah hajaran-Mu. Aku tidak mau hidup di bawah wilayah kekuasaan si jahat. Jika aku bisa disucikan dan dapat mempersembahkan segalanya bagi-Mu, aku bersedia mempersembahkan segenap tubuh dan pikiranku kepada penghakiman dan hajaran-Mu, sebab aku membenci Iblis dan tidak mau hidup di bawah wilayah kekuasaannya. Melalui penghakiman-Mu terhadap diriku, Engkau menunjukkan watak-Mu yang benar. Aku bahagia, tanpa ada keluhan sedikit pun. Jika aku mampu melakukan tugas sebagai makhluk ciptaan, aku bersedia jika seluruh hidupku disertai dengan penghakiman-Mu, yang melaluinya aku akan mengenal watak-Mu yang benar dan akan menyingkirkan diriku dari pengaruh si jahat." Petrus selalu berdoa dan memohon demikian, maka ia mencapai ranah yang lebih tinggi. Tidak hanya mampu membalas cinta Tuhan, tetapi, yang terlebih penting, dia juga memenuhi tugasnya sebagai makhluk ciptaan. Tidak hanya berhenti didakwa oleh hati nuraninya, tetapi ia juga mampu melampaui standar hati nurani. Doanya terus naik di hadapan Tuhan, sehingga hasratnya membubung dan cintanya kepada Tuhan makin besar. Sekalipun ia menderita kesakitan, tetap saja ia tidak lupa untuk mencintai Tuhan, dan ia tetap berusaha mencapai kemampuan untuk memahami kehendak Tuhan. Dalam doa-doanya terucap kata-kata berikut: Aku telah mencapai tahap yang tidak lain hanya pembalasan terhadap kasih-Mu. Aku belum menjadi kesaksian bagi-Mu di hadapan Iblis, belum membebaskan diriku dari pengaruhnya, dan masih hidup di tengah-tengah kedagingan. Aku ingin menggunakan kasihku untuk mengalahkan Iblis dan mempermalukannya, dengan demikian ini akan memuaskan keinginan-Mu. Aku ingin mempersembahkan segenap diriku kepada-Mu dan tidak menyerahkan diriku sedikit pun kepada Iblis, sebab Iblis adalah musuh-Mu. Semakin ia mencari ke arah ini, semakin ia tergugah, dan semakin tinggi pengetahuannya akan hal-hal ini. Tanpa menyadarinya, ia menjadi tahu bahwa ia harus membebaskan dirinya dari pengaruh Iblis, dan sungguh-sungguh berbalik kepada Tuhan. Seperti itulah taraf yang dicapainya. Ia melampaui pengaruh Iblis dan menyingkirkan dirinya sendiri dari kesenangan dan kenikmatan daging, serta bersedia mengalami lebih banyak lagi hajaran Tuhan dan penghakiman-Nya. Katanya, "Sekalipun aku hidup di tengah-tengah hajaran-Mu, dan di tengah penghakiman-Mu, terlepas dari kesulitan yang menyertai, tetap saja aku tidak mau hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis, tidak mau terpikat oleh tipu dayanya. Aku bersukacita karena hidup di tengah-tengah kutuk-Mu, dan hatiku sakit karena hidup di tengah berkat-berkat Iblis. Aku mencintai-Mu dengan hidup di tengah-tengah penghakiman-Mu, dan ini membuat aku sangat bersukacita. Hajaran dan penghakiman-Mu benar dan kudus; untuk mentahirkan aku, dan bahkan terlebih lagi untuk menyelamatkan aku. Aku lebih suka menghabiskan seluruh hidupku di tengah-tengah penghakiman-Mu supaya berada dalam pemeliharaan-Mu. Aku tidak mau hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis meski hanya sesaat; aku ingin Engkau mentahirkan aku untuk menanggung penderitaan, serta tidak mau dimanfaatkan dan diperdaya oleh Iblis. Aku, makhluk ciptaan ini, haruslah dipakai, dimiliki, dihakimi, dan dihajar oleh Engkau. Aku bahkan harus dikutuk oleh-Mu. Hatiku bersukacita ketika Engkau berkenan memberkati aku, sebab telah kulihat kasih-Mu. Engkau adalah Sang Pencipta, dan aku adalah makhluk ciptaan. Jangan sampai aku mengkhianati Engkau dan hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis, serta dimanfaatkan oleh Iblis. Lebih baik menjadi kuda atau lembu-Mu, daripada hidup bagi Iblis. Aku lebih suka hidup di tengah-tengah hajaran-Mu, tanpa kebahagiaan fisik, dan ini akan mendatangkan kenikmatan bahkan seandainya aku kehilangan kasih karunia-Mu. Meskipun anugerah-Mu tidak menyertaiku, aku menikmati saat dihajar dan dihakimi oleh Engkau; ini adalah anugerah terbaik-Mu, kasih karunia yang terbesar. Sekalipun Engkau selalu megah dan penuh murka terhadapku, aku tetap tidak sanggup meninggalkan-Mu, aku tetap belum cukup mencintai-Mu. Aku lebih suka berdiam di rumah-Mu. Aku lebih suka dikutuk, dihajar, dan dipukul oleh-Mu dan tidak ingin hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis. Aku juga tidak mau terburu-buru dan sibuk hanya demi kedagingan, apalagi rela hidup bagi daging." Kasih Petrus adalah kasih yang murni. Inilah pengalaman disempurnakan, dan merupakan ranah tertinggi untuk disempurnakan, dan tidak ada kehidupan lagi yang lebih berarti. Ia menerima hajaran dan penghakiman Tuhan, ia menghargai watak Tuhan yang benar, dan tidak ada yang lebih berharga tentang Petrus selain hal itu. Katanya, "Iblis memberiku kesenangan materi, tetapi aku tidak menghargainya. Hajaran dan penghakiman Tuhan menimpaku—dalam hal inilah aku diberi anugerah, dalam hal inilah aku menemukan kenikmatan dan dalam hal inilah aku diberkati. Seandainya bukan karena penghakiman Tuhan, aku tidak akan pernah mengasihi Tuhan, aku masih tetap hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis, masih dikendalikan dan diperintah olehnya. Jika demikian, aku tidak akan pernah menjadi manusia sesungguhnya, karena aku tidak akan mampu memuaskan hati Tuhan dan tidak akan mencurahkan segenap hidupku kepada-Nya. Sekalipun Tuhan tidak memberkati aku, membiarkan aku tanpa kenyamanan batin, seolah-olah api membakar dalam diriku, tanpa kedamaian ataupun sukacita, dan meskipun hajaran dan disiplin Tuhan tidak pernah terpisah dariku, dalam hajaran dan penghakiman Tuhan, aku bisa melihat watak-Nya yang benar. Karena itulah aku bergirang; tidak ada hal yang lebih berharga atau bermakna dalam hidup ini. Sekalipun perlindungan dan pemeliharaan-Nya telah menjadi hajaran, penghakiman, kutuk, dan pukulan yang kejam, tetap saja aku menikmati semua ini, sebab itulah yang lebih mentahirkan dan mengubah aku, membawaku lebih dekat kepada Tuhan, menjadikan aku lebih mampu mengasihi Tuhan dan membuat cintaku pada Tuhan lebih murni. Itulah yang membuat aku mampu memenuhi tugasku sebagai makhluk ciptaan, dan membawa diriku menghadap Tuhan dan menjauh dari pengaruh Iblis, sehingga aku tidak lagi melayani dia. Manakala aku tidak hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis, lalu aku dapat mencurahkan segala yang kumiliki dan semua yang dapat kuperbuat kepada Tuhan, tanpa menahan apa pun—demikianlah yang akan terjadi apabila aku sangat puas. Hajaran dan penghakiman Tuhan itulah yang telah menyelamatkan aku, dan hidupku tidak dapat dipisahkan dari hajaran dan penghakiman-Nya. Kehidupanku di bumi berada di bawah wilayah kekuasaan Iblis, dan kalau bukan karena pemeliharaan dan perlindungan dari hajaran dan penghakiman Tuhan, aku akan selalu hidup di bawah wilayah kekuasaan Iblis, dan terlebih lagi, aku tidak akan memiliki kesempatan atau sarana untuk menjalani kehidupan yang bermakna. Hanya dengan hajaran dan penghakiman Tuhan yang tidak pernah meninggalkan aku, maka aku dapat ditahirkan oleh Tuhan. Hanya dengan firman yang keras dan watak Tuhan yang benar, serta penghakiman Tuhan yang megah, maka aku akan mendapatkan perlindungan tertinggi, hidup dalam terang, dan memperoleh berkat-berkat Tuhan. Dapat ditahirkan dan membebaskan diriku sendiri dari Iblis, serta hidup di bawah kekuasaan Tuhan—inilah berkat terbesar dalam hidupku hari ini." Inilah ranah tertinggi yang dialami oleh Petrus.

—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pengalaman Petrus: Pengetahuannya tentang Hajaran dan Penghakiman"

Lihat lebih banyak

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Bagikan

Batalkan