Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (12) Bagian Satu

Apa yang telah Kupersekutukan pada pertemuan sebelumnya, adakah yang bisa memberitahukannya kepada kita? (Sebelumnya Tuhan mempersekutukan dua aspek. Satu aspek adalah ketika beberapa peristiwa tertentu terjadi di gereja pada periode atau tahap yang berbeda—sebagai contoh, ada orang-orang yang ditangkap oleh si naga merah yang sangat besar, ada pemimpin dan pekerja yang diganti, ada orang-orang yang jatuh sakit, dan ada yang menghadapi masalah hidup dan mati—peristiwa-peristiwa ini tidak terjadi secara kebetulan, dan kami harus mencari kebenaran tentang hal-hal tersebut. Tuhan juga telah menyampaikan beberapa jalan penerapannya. Ketika menghadapi berbagai keadaan ini, kami harus mematuhi dua hal: yang pertama adalah menempati posisi kami yang benar sebagai makhluk ciptaan; yang kedua adalah memiliki hati yang tulus dan tunduk—entah menghadapi penghakiman dan hajaran, ujian dan pemurnian, atau kasih karunia dan berkat, kami harus menerima bahwa semua ini adalah dari Tuhan. Selain itu, persekutuan Tuhan juga menganalisis sebuah pepatah tentang perilaku moral dalam budaya tradisional, yaitu bahwa "Orang tidak boleh dirusak oleh kekayaan, diubah oleh kemiskinan, atau ditundukkan secara paksa".) Topik utama dari persekutuan sebelumnya juga adalah masalah dengan pepatah tentang perilaku moral. Aku telah sejak lama mempersekutukan topik ini, menyingkapkan beberapa pepatah umum, tuntutan dan definisi perilaku moral dalam budaya tradisional. Setelah mempersekutukan topik-topik ini, apakah engkau semua memiliki pemahaman baru dan definisi baru mengenai pepatah-pepatah tentang perilaku moral ini? Sudahkah engkau mengetahui yang sebenarnya tentang pernyataan-pernyataan ini dan mengetahui esensinya dengan jelas? Mampukah engkau melepaskan hal-hal ini dari lubuk hatimu, meninggalkannya, tidak lagi secara keliru menganggapnya sebagai kebenaran, dan tidak lagi menganggapnya hal yang positif, tidak lagi mengejarnya sebagai kebenaran dan mematuhinya? Khususnya ketika menghadapi beberapa masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pepatah tentang perilaku moral, apakah ada kesadaran di dalam dirimu, dan mampukah engkau merenungkan dengan saksama apakah engkau masih dipengaruhi oleh pepatah tentang perilaku moral ini atau tidak? Apakah engkau diikat, dibelenggu, dan dikendalikan oleh hal-hal ini? Di dalam hatimu, mungkinkah engkau masih menggunakan pepatah tentang perilaku moral ini untuk membatasi dirimu dan memengaruhi perkataan dan perilakumu, serta sikapmu terhadap hal-hal? Bagikan pemikiranmu. (Sebelum Tuhan mempersekutukan dan menganalisis budaya tradisional, aku tidak menyadari bahwa gagasan dan pandangan tentang perilaku moral ini salah, atau kerugian apa yang akan diakibatkannya terhadapku, tetapi sekarang aku sedikit menyadarinya.) Bagus jika engkau telah sedikit menyadarinya. Tentu saja, setelah beberapa waktu, engkau harus mampu mengenali kekeliruan dari pepatah tentang perilaku moral ini. Dari sudut pandang subjektif, engkau juga mungkin telah mampu meninggalkannya dan tidak lagi menganggapnya hal yang positif, tetapi dari sudut pandang objektif, engkau tetap harus dengan saksama memahami, menyelidiki, dan mengenali pepatah tentang perilaku moral dalam kehidupan sehari-hari, agar engkau dapat mengetahui yang sebenarnya tentang pepatah-pepatah tersebut dan meninggalkannya. Menyadari dari sudut pandang subjektif bukan berarti engkau mampu meninggalkan gagasan dan pandangan budaya tradisional yang salah ini dalam kehidupanmu sehari-hari. Ketika menghadapi hal-hal semacam itu, mungkin saja engkau tiba-tiba merasa bahwa pepatah-pepatah ini masuk akal, dan tidak mampu meninggalkannya sepenuhnya. Dalam kasus seperti itu, engkau harus mencari kebenaran dalam pengalamanmu, dengan saksama menganalisis pandangan keliru tentang budaya tradisional ini berdasarkan firman Tuhan, dan mencapai titik di mana engkau dapat melihat dengan jelas bahwa esensi pepatah dari budaya tradisional itu bertentangan dengan kebenaran, tidak realistis, menyesatkan, dan merugikan manusia. Hanya dengan cara seperti inilah racun dari pandangan yang tidak masuk akal ini dapat sepenuhnya disingkirkan dari hatimu. Engkau semua sekarang telah menyadari kekeliruan dari berbagai pepatah budaya tradisional dalam hal doktrin, dan ini bagus, tetapi ini baru permulaannya. Sedangkan tentang apakah kelak pengaruh racun dari budaya tradisional dapat sepenuhnya diberantas atau tidak, itu tergantung pada bagaimana cara orang mengejar kebenaran.

Semua pepatah tentang perilaku moral adalah semacam pandangan ideologis tentang perilaku moral yang dianjurkan oleh manusia. Sebelumnya kita telah menyingkapkan esensi dari banyak pepatah tentang perilaku moral, tetapi selain aspek-aspek yang telah kita persekutukan sebelumnya, tentu saja masih ada beberapa pepatah tentang perilaku moral lainnya yang harus disingkapkan, agar engkau memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan kemampuan mengetahui yang sebenarnya mengenai pepatah tentang perilaku moral yang dianjurkan oleh manusia yang tak terhitung banyaknya itu. Ini adalah sesuatu yang harus engkau semua lakukan. Mengenai pepatah tentang perilaku moral "Orang tidak boleh dirusak oleh kekayaan, diubah oleh kemiskinan, atau ditundukkan secara paksa" yang kita persekutukan sebelumnya, berdasarkan dari arti kalimat ini, pepatah ini terutama ditujukan bagi para pria. Itu adalah tuntutan bagi para pria, dan itu juga merupakan standar untuk apa yang manusia sebut sebagai "pria jantan yang maskulin". Kita telah menyingkapkan dan menganalisis standar yang berkenaan dengan pria. Selain tuntutan terhadap pria, ada juga pepatah "Seorang wanita harus berbudi luhur, baik hati, lemah lembut, dan bermoral", yang telah kita persekutukan sebelumnya, dan pepatah ini berkenaan dengan wanita. Dari kedua pepatah ini dapat dilihat dengan jelas bahwa budaya tradisional manusia tidak hanya mengajukan tuntutan yang tidak realistis, tidak manusiawi, dan tidak sesuai dengan kodrat manusia terhadap wanita, tetapi juga mengajukan pernyataan dan tuntutan yang tidak bermoral, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan kodrat manusia terhadap pria, sehingga pepatah-pepatah ini bukan saja merampas hak asasi wanita, tetapi juga hak asasi pria. Dari sudut pandang ini, tampaknya adil untuk bersikap tidak memihak, yaitu dengan tidak bersikap lunak terhadap wanita, juga tidak bersikap lunak terhadap pria. Namun, berdasarkan tuntutan dan standar budaya tradisional terhadap para wanita dan pria, jelas ada masalah serius dalam pendekatan ini. Di satu sisi, meskipun budaya tradisional mengajukan standar perilaku moral terhadap wanita dan, di sisi lain, juga menetapkan standar perilaku terhadap pria jantan yang maskulin, berdasarkan tuntutan dan standar ini jelas sekali terdapat ketidakadilan. Dapatkah dikatakan demikian? (Ya.) Tuntutan dan standar bagi perilaku moral wanita ini sangat membatasi kebebasan wanita, membelenggu bukan saja pemikiran wanita, tetapi juga kaki mereka, dengan mengharuskan mereka tinggal di rumah dan hidup menyendiri, tidak pernah keluar rumah dan memiliki kontak yang sangat sedikit dengan dunia luar. Selain menganjurkan bahwa wanita harus berbudi luhur, baik hati, lemah lembut, dan bermoral, mereka bahkan memberlakukan aturan yang tegas tentang ruang lingkup tindakan dan kehidupan wanita, dengan mengharuskan mereka agar tidak tampil di depan umum, tidak bepergian jauh, dan tidak berkarier, apalagi memiliki ambisi, keinginan, dan cita-cita yang besar, dan bahkan sampai bertindak terlalu jauh dengan mengajukan pernyataan yang lebih tidak manusiawi—bahwa kebajikan pada seorang wanita adalah tidak memiliki keterampilan. Bagaimana perasaanmu mendengar hal ini? Apakah pernyataan bahwa "Kebajikan pada seorang wanita adalah tidak memiliki keterampilan" sesungguhnya benar? Bagaimana mungkin wanita dianggap memiliki kebajikan dalam dirinya jika dia tidak memiliki keterampilan? Apa sebenarnya arti kata "kebajikan" ini? Apakah berarti tidak berbudi ataukah berbudi luhur? Jika semua wanita yang tidak memiliki keterampilan dianggap berbudi luhur, lalu apakah semua wanita yang memiliki keterampilan tidak berbudi dan tidak bermoral? Apakah ini kritik dan kecaman terhadap wanita yang memiliki keterampilan? Apakah ini merupakan perampasan hak asasi wanita yang serius? Apakah ini penghinaan terhadap martabat wanita? (Ya.) Ini bukan saja mengabaikan keberadaan wanita, tetapi juga tidak menghormati keberadaan mereka, dan ini tidak adil bagi para wanita dan tidak bermoral. Jadi, apa pendapatmu tentang pepatah "Kebajikan pada seorang wanita adalah tidak memiliki keterampilan"? Apakah itu tidak manusiawi? (Ya.) Bagaimana seharusnya kata "tidak manusiawi" ditafsirkan? Apakah itu artinya tidak bermoral? (Ya.) Ini sangat tidak bermoral. Menggunakan pepatah Tiongkok, itu disebut tanpa kebajikan selama delapan masa kehidupan. Pernyataan semacam ini jelas sekali tidak manusiawi! Orang-orang yang menyuarakan pernyataan bahwa "Kebajikan pada seorang wanita adalah tidak memiliki keterampilan" memiliki motif dan tujuan tersembunyi: mereka tidak ingin wanita menjadi terampil, dan mereka tidak ingin wanita berpartisipasi dalam pekerjaan masyarakat dan berdiri setara dengan pria. Mereka hanya ingin wanita menjadi alat untuk melayani pria, dengan patuh menunggu pria di rumah dan tidak melakukan apa pun—mereka menganggap inilah yang dimaksud dengan "kebajikan". Mereka ingin menganggap wanita sebagai orang yang tidak berguna, dan menyangkali nilai seorang wanita, mengubahnya menjadi tak lebih daripada budak bagi pria, dan membuat mereka melayani pria selamanya, tanpa pernah mengizinkan mereka berdiri setara dengan pria dan menikmati perlakuan yang sama. Apakah sudut pandang ini berasal dari pemikiran manusia normal, ataukah dari Iblis? (Iblis.) Benar, itu pasti berasal dari Iblis. Apa pun kelemahan naluri atau fisik yang wanita miliki, semua itu bukan masalah dan tidak boleh dijadikan dalih atau alasan bagi pria untuk memfitnah wanita, menghina martabat wanita, dan merampas kebebasan atau hak asasi wanita. Di mata Tuhan, kelemahan dan kerentanan bawaan yang orang kaitkan dengan wanita ini bukan merupakan masalah. Mengapa demikian? Karena wanita diciptakan oleh Tuhan, hal-hal yang dianggap orang sebagai kelemahan dan masalah ini justru berasal dari Tuhan. Semua itu diciptakan dan ditentukan dari semula oleh-Nya, dan sebenarnya bukan merupakan kekurangan atau masalah. Hal-hal yang tampak sebagai kelemahan dan kekurangan di mata manusia dan Iblis ini pada dasarnya adalah hal-hal yang alami dan positif, dan juga sesuai dengan hukum alam yang dirumuskan oleh Tuhan ketika Dia menciptakan manusia. Hanya Iblis yang dapat merendahkan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dengan cara seperti ini, dengan menganggap hal-hal yang tidak sesuai dengan gagasan manusia sebagai kekurangan, kelemahan, dan masalah yang berkaitan dengan ketidakmampuan naluriah, dan meributkannya, serta menggunakannya untuk memfitnah, mencemooh, merendahkan, dan mengucilkan orang, dan untuk merampas hak wanita untuk hidup, merampas hak mereka untuk memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka di antara manusia, dan juga merampas hak mereka untuk memperlihatkan keterampilan dan bakat khusus mereka di antara manusia. Misalnya, istilah seperti "pemalu" atau "feminin" sering digunakan di masyarakat untuk menggambarkan wanita dan merendahkan mereka sebagai orang yang tidak berharga. Kata-kata apa lagi? "Banci", "berambut panjang tetapi berpikiran sempit", "wanita berparas cantik biasanya berotak tumpul" dan sebagainya, semua itu adalah istilah-istilah yang melecehkan wanita. Seperti yang kauketahui, istilah-istilah ini digunakan untuk menghina wanita dengan merujuk pada ciri khas atau sebutan mereka yang berkaitan dengan wanita. Jelas sekali, sudut pandang masyarakat dan manusia dalam memandang wanita berbeda dengan sudut pandang mereka dalam memandang pria, sudut pandang yang juga tidak setara. Bukankah ini tidak adil? Ini berarti tidak berbicara atau memandang masalah atas dasar kesetaraan antara pria dan wanita, melainkan memandang wanita dengan penghinaan dari sudut pandang keunggulan pria, dan ketidaksetaraan penuh antara pria dan wanita. Oleh karena itu, di tengah masyarakat atau di antara manusia, telah banyak bermunculan istilah-istilah yang mengacu pada ciri khas wanita dan sebutan-sebutan bagi wanita untuk menggambarkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan orang, peristiwa, dan hal-hal. Sebagai contoh, ungkapan "pemalu", "feminin", "banci" dan juga "berambut panjang tetapi berpikiran sempit", "wanita berparas cantik biasanya berotak tumpul" yang baru saja kita sebutkan tadi digunakan oleh orang-orang bukan saja untuk menggambarkan wanita dan menargetkan wanita, tetapi juga untuk mengejek, merendahkan, dan menyingkapkan orang, peristiwa, dan hal-hal yang mereka pandang rendah, dengan menggunakan istilah yang berkaitan dengan ciri wanita dan jenis kelamin wanita. Ini sama seperti ketika menggambarkan seseorang yang tidak memiliki kemanusiaan, orang mungkin berkata bahwa orang ini memiliki hati serigala dan paru-paru anjing, karena orang menganggap hati serigala atau paru-paru anjing bukanlah hal yang baik, jadi mereka menggabungkan kedua hal ini untuk menggambarkan betapa kejinya seseorang yang telah kehilangan kemanusiaannya. Demikian pula, karena manusia memandang rendah wanita dan mengabaikan keberadaan wanita, mereka menggunakan beberapa istilah yang berkaitan dengan wanita untuk menggambarkan orang, peristiwa, dan hal-hal yang mereka pandang rendah. Ini jelas sekali merendahkan wanita. Bukankah demikian? (Ya.) Bagaimanapun juga, cara yang manusia dan masyarakat gunakan untuk memandang dan mendefinisikan wanita tidaklah adil dan bertentangan dengan fakta. Singkatnya, sikap manusia terhadap wanita dapat digambarkan dalam dua kata, yaitu "merendahkan" dan "menekan". Wanita tidak diperbolehkan untuk berkarier dan melakukan hal-hal, ataupun memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sosial, apalagi memainkan peran apa pun di tengah masyarakat. Singkatnya, wanita tidak diperbolehkan keluar rumah untuk berpartisipasi dalam pekerjaan apa pun di tengah masyarakat—ini merampas hak-hak wanita. Wanita tidak diperbolehkan berimajinasi secara bebas, tidak diperbolehkan berbicara secara bebas, apalagi bertindak secara bebas, dan tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang seharusnya mereka lakukan. Bukankah ini penganiayaan terhadap wanita? (Ya.) Penganiayaan terhadap wanita oleh budaya tradisional terlihat jelas dari tuntutan perilaku moral yang dikenakan terhadap mereka. Berdasarkan berbagai tuntutan yang dikenakan terhadap wanita oleh keluarga, masyarakat, dan komunitas, penganiayaan terhadap wanita secara resmi dimulai ketika komunitas pertama kali terbentuk dan orang-orang membuat pemisahan yang jelas di antara jenis kelamin. Kapan itu mencapai puncaknya? Penganiayaan terhadap wanita mencapai puncaknya setelah secara berangsur muncul berbagai pepatah dan tuntutan tentang perilaku moral dalam budaya tradisional. Karena adanya peraturan tertulis dan pepatah yang dinyatakan dengan jelas, peraturan tertulis dan pepatah yang dinyatakan dengan jelas di masyarakat ini telah membentuk opini publik dan juga membentuk semacam kekuatan. Opini publik dan kekuatan ini telah menjadi semacam penjara dan belenggu yang tak terhindarkan bagi para wanita, yang hanya bisa menerima nasib mereka, karena mereka hidup di antara manusia dan di era masyarakat yang berbeda, wanita hanya dapat menanggung ketidakadilan dan mengalami penghinaan, merendahkan diri mereka sendiri, dan menjadi budak bagi masyarakat dan bahkan menjadi budak bagi pria. Sampai hari ini, gagasan dan pepatah lama dan kuno yang diajukan tentang perilaku moral masih sangat memengaruhi manusia di tengah masyarakat modern, termasuk pria, dan tentu saja wanita. Wanita, tanpa mengetahui dan menyadarinya, menggunakan pepatah tentang perilaku moral dan pendapat masyarakat pada umumnya untuk membatasi diri mereka sendiri, dan tentu saja mereka juga tanpa sadar sedang berjuang untuk melepaskan diri dari belenggu dan penjara ini. Namun, karena orang tidak memiliki penentangan terhadap kekuatan opini publik yang kuat di tengah masyarakat ini—atau lebih tepatnya, manusia tidak dapat memahami dengan jelas esensi dari berbagai pepatah dalam budaya tradisional, atau mengetahui yang sebenarnya mengenainya—maka mereka tidak mampu melepaskan diri dan melangkah keluar dari belenggu dan penjara ini, meskipun mereka sangat ingin melakukannya. Pada tingkat subjektif, ini disebabkan orang tidak dapat melihat masalah ini dengan jelas; pada tingkat objektif, ini disebabkan karena orang tidak memahami kebenaran, ataupun memahami apa tepatnya maksud Sang Pencipta ketika menciptakan manusia, atau mengapa Dia menciptakan naluri pria dan wanita. Oleh karena itu, baik pria maupun wanita hidup dan bertahan hidup dalam kerangka moralitas sosial yang luas ini, dan sekeras apa pun mereka berjuang di tengah lingkungan sosial yang luas ini, mereka tetap tidak mampu melepaskan diri dari belenggu pepatah tentang perilaku moral dalam budaya tradisional, pepatah yang telah menjadi belenggu tak terlihat di benak setiap orang.

Pepatah-pepatah yang menganiaya wanita dalam budaya tradisional itu seperti belenggu yang tak terlihat, bukan saja bagi wanita, tetapi tentu saja juga bagi pria. Mengapa Kukatakan demikian? Karena pria dilahirkan di antara umat manusia, dan merupakan anggota masyarakat yang sama pentingnya, mereka juga ditanamkan dan dipengaruhi oleh budaya moralitas tradisional ini. Hal-hal ini juga telah berakar begitu dalam di benak semua manusia, dan semua pria tanpa sadar dipengaruhi dan dibelenggu oleh budaya tradisional. Sebagai contoh, pria juga sangat percaya pada ungkapan seperti "pemalu", "kebajikan pada seorang wanita adalah tidak memiliki keterampilan", "seorang wanita harus berbudi luhur, baik hati, lemah lembut, dan bermoral", dan "wanita haruslah tidak bernoda", serta mereka sangat dibatasi oleh hal-hal budaya tradisional ini, seperti halnya wanita. Di satu sisi, pepatah yang menganiaya para wanita ini sangat bermanfaat dan membantu dalam meningkatkan status para pria, dan berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa, di tengah masyarakat, para pria sangat terbantu oleh opini publik dalam hal ini. Oleh karena itu, mereka dengan mudah menerima pendapat dan ungkapan yang menganiaya wanita ini. Di sisi lain, para pria juga disesatkan dan dipengaruhi oleh hal-hal dari budaya moralitas tradisional ini, sehingga dapat juga dikatakan bahwa pria—selain juga wanita—adalah korban lain dari arus budaya tradisional. Ada orang-orang yang berkata: "Masyarakat pada umumnya menganjurkan supremasi hak-hak pria, jadi mengapa dikatakan bahwa pria juga menjadi korban?" Ini harus dipandang dari sudut pandang bahwa manusia dicobai, disimpangkan, disesatkan, dilumpuhkan, dan dibatasi oleh budaya moralitas tradisional. Wanita telah sangat dirugikan oleh gagasan tentang moralitas dalam budaya tradisional, dan pria juga telah sangat disesatkan dan sangat menderita. Apa arti lain dari "disesatkan"? Artinya, orang tidak memiliki sudut pandang yang benar dalam menilai pria dan mendefinisikan wanita. Dari sudut mana pun mereka memandang hal-hal ini, semua pandangan itu berdasarkan budaya tradisional, bukan berdasarkan kebenaran yang diungkapkan oleh Tuhan atau berbagai aturan dan hukum yang dirumuskan Tuhan untuk manusia, juga bukan berdasarkan hal-hal positif yang telah Dia singkapkan kepada manusia. Dari sudut pandang ini, pria juga menjadi korban yang telah digoda, disimpangkan, disesatkan, dilumpuhkan, dan dibatasi oleh budaya tradisional. Oleh karena itu, pria tidak boleh menganggap wanita sangat menyedihkan hanya karena mereka tidak memiliki status di masyarakat ini, dan tidak boleh berpuas diri hanya karena status sosial mereka lebih tinggi daripada wanita. Jangan terlalu cepat bergembira; sebenarnya pria juga sangat menyedihkan. Jika engkau membandingkan mereka dengan wanita, mereka sama-sama menyedihkan. Mengapa Kukatakan mereka semua sama-sama menyedihkan? Mari kita lihat kembali definisi serta penilaian masyarakat dan manusia tentang pria, serta tentang beberapa tanggung jawab yang diberikan kepada mereka. Berdasarkan tuntutan manusia terhadap pria yang kita persekutukan sebelumnya—"Orang tidak boleh dirusak oleh kekayaan, diubah oleh kemiskinan, atau ditundukkan secara paksa"—tujuan utama tuntutan ini adalah untuk mendefinisikan pria sebagai pria jantan yang maskulin, yang mana ini adalah sebutan standar untuk pria. Setelah sebutan "pria jantan yang maskulin" ini dibebankan di pundak seorang pria, dia terikat untuk hidup sesuai dengan sebutan ini, dan jika dia ingin hidup sesuai dengan sebutan tersebut, dia harus melakukan banyak pengorbanan sia-sia dan melakukan banyak hal dengan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan yang normal. Sebagai contoh, jika engkau seorang pria dan engkau ingin masyarakat mengenalmu sebagai pria jantan yang maskulin, maka engkau tidak boleh memiliki kelemahan, engkau tidak boleh menjadi penakut apa pun yang terjadi, engkau harus memiliki tekad yang kuat, engkau tidak boleh mengeluh bahwa engkau lelah, engkau tidak boleh menangis, ataupun menunjukkan kelemahan manusiawi apa pun, engkau bahkan tidak boleh bersedih, dan engkau tidak boleh mengendur. Engkau harus selalu memiliki binar di matamu, tatapan tegas dan tak kenal takut, serta harus mampu meluapkan amarah terhadap musuh-musuhmu, agar dapat memenuhi sebutan sebagai "pria jantan yang maskulin". Dengan kata lain, engkau harus memaksa dirimu untuk menjadi berani dan tidak takut dalam hidup ini. Engkau tidak boleh menjadi orang kebanyakan, biasa, rata-rata, atau biasa-biasa saja. Engkau harus melampaui manusia biasa dan menjadi manusia super yang memiliki tekad yang luar biasa serta ketekunan, daya tahan, dan keuletan yang luar biasa, agar engkau layak dianggap sebagai "pria jantan yang maskulin". Ini hanya salah satu dari tuntutan budaya tradisional terhadap pria. Dengan kata lain, pria boleh bermabuk-mabukan, melacur, dan berjudi, tetapi mereka harus lebih kuat daripada wanita dan memiliki tekad yang sangat kuat. Apa pun yang menimpamu, engkau tidak boleh menyerah, mundur, atau berkata "tidak", dan tidak boleh menunjukkan rasa malu, takut, atau sikap pengecut. Engkau harus menyembunyikan dan menutupi perwujudan dari kemanusiaan yang normal ini, dan tidak boleh memperlihatkannya dalam keadaan apa pun, ataupun membiarkan siapa pun melihatnya, bahkan orang tuamu sendiri, kerabat terdekatmu, atau orang yang paling kaukasihi. Mengapa demikian? Karena engkau ingin menjadi pria jantan yang maskulin. Ciri lain dari pria jantan yang maskulin adalah bahwa tidak ada orang, peristiwa, atau hal yang dapat menghalangi tekad mereka. Setiap kali seorang pria ingin melakukan sesuatu—ketika dia memiliki aspirasi, cita-cita, atau keinginan apa pun, seperti melayani negaranya, memperlihatkan kesetiaan kepada teman-temannya, atau bersedia mengorbankan diri untuk mereka, atau karier apa pun yang ingin dia lakukan, atau ambisi apa pun yang dia miliki, entah benar atau salah—tak seorang pun mampu menahannya, dan kasihnya kepada wanita, ataupun kerabat, keluarga, atau tanggung jawab sosial juga tidak dapat mengubah tekadnya, ataupun membuatnya melepaskan aspirasi, cita-cita, dan keinginannya. Tak seorang pun mampu mengubah tekadnya, tujuan yang dia cita-citakan untuk dicapai, atau jalan yang ingin dia tempuh. Pada saat yang sama, dia juga harus menuntut dirinya sendiri untuk tidak bersantai setiap saat. Begitu dia rileks, mengendur, dan ingin kembali memenuhi tanggung jawab keluarganya, menjadi anak yang baik bagi orang tuanya, merawat anak-anaknya, serta menjadi orang yang normal, dan melepaskan cita-cita, keinginan, jalan yang ingin dia tempuh, dan tujuan yang ingin dia capai, dia tidak akan lagi menjadi pria jantan yang maskulin. Dan jika dia bukan pria jantan yang maskulin, siapakah dia? Dia menjadi orang yang lembek, tidak berguna, yang merupakan ciri yang dipandang rendah oleh seluruh masyarakat, dan tentu saja juga dipandang rendah oleh dirinya sendiri. Begitu seorang pria menyadari bahwa ada masalah dan kekurangan dalam tindakan dan perilakunya yang tidak memenuhi standar untuk menjadi pria jantan yang maskulin, dalam hatinya dia akan memandang rendah dirinya sendiri, dan merasa bahwa dia tidak memiliki tempat di masyarakat ini, tidak ada saluran untuk memperlihatkan kemampuannya, dan bahwa dia tidak dapat disebut pria jantan yang maskulin, atau bahkan untuk sekadar disebut seorang pria. Ciri lain dari pria jantan yang maskulin adalah pantang menyerah, yang merupakan sejenis semangat yang membuat mereka tidak mungkin ditundukkan oleh kekuatan, kekerasan, ancaman apa pun, atau sejenisnya. Kekuatan, kekerasan, ancaman, atau bahkan bahaya mematikan apa pun yang mereka hadapi, pria semacam itu tidak takut mati dan mampu mengatasi serangkaian kesulitan. Mereka tidak bisa diancam atau ditakut-takuti, mereka tidak akan tunduk pada kekuatan apa pun hanya untuk bertahan hidup, dan mereka tidak akan mau berkompromi. Begitu mereka menyerah pada kekuasaan atau kekuatan apa pun demi tanggung jawab tertentu, kewajiban atau alasan lain, meskipun mereka bertahan hidup dan mempertahankan hidup mereka, mereka akan merasa muak dengan perilaku mereka karena budaya moralitas tradisional yang mereka puja. Semangat Bushido di Jepang kurang lebih seperti ini. Begitu engkau gagal atau dipermalukan, engkau merasa bahwa engkau harus bunuh diri dengan melakukan harakiri. Apakah hidup diperoleh dengan semudah itu? Orang hanya hidup sekali. Jika kegagalan atau rintangan kecil saja mampu memicu pemikiran untuk bunuh diri, apakah ini disebabkan oleh pengaruh budaya tradisional? (Ya.) Ketika masalah menimpa mereka dan mereka tidak mampu mengambil keputusan dengan cepat, ataupun membuat pilihan yang memenuhi tuntutan budaya tradisional, ataupun membuktikan martabat dan karakter mereka, atau membuktikan bahwa mereka adalah pria jantan yang maskulin, mereka akan menginginkan kematian dan bunuh diri. Alasan mengapa pria berpaut pada gagasan dan pandangan ini adalah karena pengaruh yang parah dari budaya tradisional, dan cara budaya traditional membatasi pemikiran mereka. Jika mereka tidak dipengaruhi oleh pemikiran dan pandangan budaya tradisional, tidak akan banyak pria yang bunuh diri atau melakukan harakiri. Mengenai definisi pria jantan yang maskulin, para pria dengan sangat yakin dan tegas menerima gagasan dan pandangan budaya tradisional ini, serta menganggapnya sebagai hal yang positif yang mereka gunakan untuk menilai dan membatasi diri mereka sendiri, serta mengukur dan membatasi para pria lainnya. Berdasarkan pemikiran dan pandangan pria, cita-cita, tujuan, dan jalan yang mereka pilih, semua ini membuktikan bahwa semua pria telah dipengaruhi dan diracuni sedemikian dalam oleh budaya tradisional. Berbagai kisah kepahlawanan dan legenda indah merupakan gambaran yang nyata betapa budaya tradisional telah berakar begitu dalam di benak masyarakat. Dari sudut pandang ini, apakah pria diracuni oleh budaya tradisional sedemikian dalamnya seperti halnya wanita? Budaya tradisional hanya menempatkan standar tuntutan yang berbeda terhadap pria dan wanita, menghina, merendahkan, membatasi, dan mengendalikan wanita tanpa batas sambil dengan penuh semangat mendesak, membujuk, serta menghasut para pria untuk tidak menjadi pengecut atau menjadi orang kebanyakan, orang biasa. Tuntutan terhadap pria adalah bahwa segala sesuatu yang mereka lakukan harus berbeda dari wanita, melebihi mereka, di atas mereka, dan melampaui mereka. Prialah yang harus mengendalikan masyarakat, mengendalikan manusia, mengendalikan tren dan arah masyarakat, dan mengendalikan segala sesuatu di masyarakat. Pria bahkan harus memegang kekuasaan di tengah masyarakat, dengan kekuasaan untuk mengendalikan masyarakat dan manusia, dan kekuasaan ini juga termasuk menguasai dan mengendalikan para wanita. Inilah yang harus dikejar para pria, dan ini juga adalah sikap heroik dari seorang pria jantan yang maskulin.

Sekarang ini, banyak negara telah menjadi masyarakat demokratis di mana hak dan kepentingan wanita dan anak-anak agak terjamin, serta pengaruh serta batasan gagasan dan pandangan budaya tradisional ini terhadap masyarakat tidak lagi begitu jelas. Lagi pula, banyak wanita telah mengalami kemajuan di tengah masyarakat, dan keterlibatan mereka di banyak bidang dan banyak pekerjaan makin meningkat. Namun, karena gagasan budaya tradisional telah lama berakar begitu dalam di benak manusia—bukan saja di benak wanita, tetapi juga di benak pria—baik pria maupun wanita tanpa sadar menggunakan cara pandang dan sudut pandang budaya tradisional ketika memikirkan dan memperlakukan berbagai hal. Tentu saja, mereka juga menjalani berbagai karier dan pekerjaan di bawah bimbingan gagasan dan pandangan budaya tradisional. Di tengah masyarakat zaman sekarang ini, meskipun kesetaraan antara pria dan wanita agak meningkat, gagasan keunggulan pria dalam budaya tradisional masih mendominasi pikiran orang, dan di sebagian besar negara, pendidikan pada dasarnya didasarkan pada gagasan inti budaya tradisional ini. Oleh karena itu, meskipun di masyarakat ini, orang jarang menggunakan pepatah budaya tradisional ini untuk membicarakan berbagai masalah, mereka masih terpenjara dalam kerangka ideologis budaya tradisional. Istilah apa yang dimiliki masyarakat modern untuk memuji seorang wanita? Sebagai contoh, "wanita maskulin" dan "wanita kuat". Apakah ini bentuk sebutan yang menghormati ataukah menghina? Ada wanita yang berkata: "Seseorang menyebutku wanita maskulin, yang menurutku sangat menyanjung. Bagus, bukan? Aku telah membaur ke dalam masyarakat pria dan statusku telah ditingkatkan. Meskipun aku seorang wanita, dengan menambahkan kata 'maskulin', aku menjadi seorang wanita maskulin, yang berarti aku dapat menjadi seseorang yang setara dengan pria, yang merupakan suatu kehormatan!" Ini adalah semacam pengakuan dan penerimaan terhadap wanita ini oleh suatu komunitas atau kelompok masyarakat, yang merupakan hal yang sangat terhormat, bukan? Jika seorang wanita digambarkan sebagai wanita maskulin, itu membuktikan bahwa wanita ini sangat cakap, sama seperti pria, bukan lebih rendah daripada mereka, dan karier, bakat, bahkan status sosialnya, IQ-nya dan sarana yang dia gunakan untuk memperoleh kedudukan yang kokoh dan stabil di tengah masyarakat cukup sebanding dengan para pria. Menurut-Ku, bagi sebagian besar wanita, sebutan "wanita maskulin" adalah penghargaan dari masyarakat, semacam pengakuan status sosial yang diberikan masyarakat modern kepada wanita. Adakah wanita yang ingin menjadi wanita maskulin? Meski sebutan ini tidak menyenangkan, apa pun keadaannya, menyebut seorang wanita maskulin tentu saja berarti memujinya karena dia bisa dianggap sangat berkompeten dan cakap, dan ini berarti memberinya acungan jempol di mata para pria. Mengenai sebutan untuk para pria, masyarakat masih berpaut pada gagasan tradisional, yang tidak pernah berubah. Sebagai contoh, ada pria-pria yang tidak memikirkan karier dan tidak mengejar kekuasaan atau status, tetapi menerima keadaan mereka saat ini, serta puas dengan pekerjaan dan kehidupan mereka yang biasa-biasa saja, serta sangat memperhatikan keluarga mereka. Sebutan apa yang masyarakat ini berikan kepada orang-orang semacam itu? Apakah pria semacam itu digambarkan sebagai orang yang tidak berguna? (Ya.) Ada pria-pria yang sangat cermat dan teliti dalam menjalankan bisnis mereka, melakukan hal-hal selangkah demi selangkah serta dengan sangat hati-hati. Apa sebutan beberapa orang tentang mereka? "Sedikit feminim" atau "pemalu". Jadi, pria bukan dihina dengan menggunakan kata-kata kotor, melainkan dengan menggunakan ungkapan yang berkaitan dengan wanita. Jika orang ingin meninggikan wanita, mereka menggunakan istilah seperti "wanita maskulin" dan "wanita kuat" untuk meningkatkan status wanita dan menegaskan kompetensi mereka, sedangkan istilah seperti "pemalu" digunakan untuk merendahkan pria dan menegur mereka karena tidak bersikap jantan. Bukankah inilah fenomena yang tersebar luas di masyarakat? (Ya.) Pepatah-pepatah yang telah muncul di masyarakat modern ini membuktikan adanya masalah, yaitu bahwa meskipun budaya tradisional tampaknya sudah sangat berbeda dari kehidupan modern, serta sangat jauh dari pikiran orang, dan meskipun orang zaman sekarang kecanduan Internet atau berbagai perangkat elektronik, atau terobsesi dengan segala macam gaya hidup modern, dan meskipun orang hidup dengan sangat nyaman di lingkungan hidup yang modern, atau memiliki hak asasi manusia dan kebebasan, ini hanyalah kepalsuan; sebenarnya, banyak dari racun budaya tradisional itu yang masih ada di benak mereka. Meskipun orang telah memperoleh beberapa kebebasan fisik, dan beberapa dari pandangan utama mereka tentang orang dan hal-hal tampaknya telah berubah, serta tampaknya telah memperoleh tingkat kebebasan tertentu dalam pemikiran mereka, dan mereka tampaknya telah memperoleh wawasan baru di masyarakat modern ini berkat peredaran berita yang cepat dan teknologi informasi yang canggih, serta mengetahui dan telah melihat banyak hal di dunia luar, manusia masih hidup dalam bayang-bayang pepatah yang tak terhitung banyaknya tentang perilaku moral yang dianjurkan oleh budaya tradisional. Meskipun ada orang-orang yang berkata, "Aku adalah orang yang paling tidak tradisional, aku sangat modern, aku seorang modernis," dan mereka menindik hidung mereka dengan cincin emas, mengenakan anting-anting di telinga mereka, serta pakaian mereka sangat modis dan trendi, pandangan mereka terhadap orang dan hal-hal, serta pandangan mereka tentang bagaimana mereka harus berperilaku dan bertindak, masih tidak dapat dipisahkan dari budaya tradisional. Mengapa orang tidak bisa hidup tanpa budaya tradisional? Karena hati dan pikiran mereka telah dibenamkan dalam budaya tradisional dan terpenjara olehnya. Segala sesuatu yang dihasilkan di dalam jiwa mereka yang terdalam, dan bahkan gagasan-gagasan yang melintas sejenak di benak mereka, berasal dari indoktrinasi dan penanaman budaya tradisional, dan semuanya dihasilkan dalam kerangka budaya tradisional yang sangat besar ini, serta tidak terpisahkan dari pengaruhnya. Apakah fakta-fakta ini membuktikan bahwa manusia sudah terpenjara oleh budaya tradisional? (Ya.) Manusia sudah terpenjara oleh budaya tradisional. Entah engkau berpengetahuan luas atau berpendidikan tinggi atau tidak, selama engkau hidup di antara manusia, budaya moralitas tradisional manusia pasti akan tertanam dalam dirimu dan memengaruhimu, karena hal-hal budaya tradisional menggunakan semacam kekuatan tak terlihat yang ada di mana-mana, bukan saja di sekolah dan di dalam buku pelajaran, tetapi terutama di keluarga mereka, dan tentu saja di setiap penjuru masyarakat. Dengan cara seperti ini, orang-orang tanpa sadar diindoktrinasi, dipengaruhi, disesatkan, dan disimpangkan oleh hal-hal ini. Oleh karena itu, manusia hidup di bawah ikatan, belenggu, dan kendali budaya tradisional, dan tidak mampu bersembunyi atau melarikan diri darinya meskipun mereka menginginkannya. Mereka hidup dalam lingkungan sosial seperti ini. Ini adalah keadaan saat ini, dan ini juga adalah faktanya.

Penderitaan akan berakhir dan air mata akan berhenti. Percayalah kepada Tuhan bahwa Dia mendengar permohonan kita dalam penderitaan kita, dan Dia ingin menyelamatkan kita dari penderitaan. Hubungi kami untuk memahami kabar baik tentang keselamatan Tuhan.

Kurangi Ukuran Huruf
Tambah Ukuran Huruf
Masuk Layar Penuh
Keluar Layar Penuh

Apa yang Dimaksud dengan Mengejar Kebenaran (12) Bagian Satu

00:00
00:00
Sebelumnya
Putar
Selanjutnya
Ulangi Semua
随机播放
Bisukan
Tonton Video