Pilihan Seorang Dokter

16 September 2022

Oleh Saudari Yang Qing, Tiongkok

Ketika aku masih kecil, keluargaku sangat miskin. Ibuku lumpuh, terbaring di tempat tidur, dan minum obat sepanjang tahun, dan ayahku bekerja di luar desa selama bertahun-tahun. Penduduk desa memandang rendah kami, dan kakak laki-laki dan adik perempuanku sering dirundung oleh penjahat di desa. Ketika berusia tujuh tahun, aku dikejar dan dipukuli oleh perundung di desa. Aku sangat takut sehingga mengalami serangan jantung. Karena kami tak punya uang untuk pengobatan, ada efek sampingnya. Jadi, sejak saat itu, aku mengambil keputusan bahwa ketika dewasa, aku mau menjadi dokter yang ahli, menyembuhkan ibuku dan diriku sendiri, dan mau mendapatkan banyak uang agar keluargaku dapat menjalani kehidupan yang baik dan terhormat.

Setelah lulus dari sekolah kedokteran, aku ditugaskan untuk bekerja di klinik kesehatan kota kecil. Aku tak puas bekerja di klinik kecil, jadi aku berupaya sebaik mungkin untuk meningkatkan keterampilan profesionalku dan dipindahkan ke rumah sakit kota. Untuk memastikan hal itu terjadi, aku pergi ke rumah sakit besar untuk melanjutkan studi, dan juga mempelajari ilmu terapan. Setelah kembali ke klinik, untuk mendapatkan promosi, aku bekerja sangat keras. Aku bekerja hampir sepanjang hari dan malam, dan setiap hari sangat lelah sehingga punggungku sakit. Sepulang bekerja, aku tak mampu melakukan apa pun selain rebah di tempat tidur. Akhirnya, aku dipindahkan ke rumah sakit spesialis di kota untuk bekerja. Tiga tahun kemudian, aku kembali dipromosikan, kali ini menjadi dokter. Karena aku bekerja dengan teliti dan bertanggung jawab, dan kemampuanku bagus sekali, aku sangat populer di rumah sakit, dan banyak orang datang menemuiku. Perlahan, aku menghasilkan lebih banyak uang, dan juga mendanai bisnis kakak laki-lakiku. Mertuaku sering memujiku di depan orang lain, dan suamiku juga sangat menyayangiku. Semua ini sangat memuaskan kesombonganku, dan kupikir aku menjalani hidup yang luar biasa.

Namun semua ini ada harganya. Karena tekanan pekerjaanku yang lama serta jadwal kerja dan istirahat yang tidak teratur, aku mengidap insomnia. Itu makin memburuk, dan tidak ada obat yang manjur untuk mengobatinya. Setelah itu, aku mengalami masalah perut dan spondilosis lumbal, dan tak lama, aku pun memiliki masalah jantung. Begitu mendengar seorang anak menangis, kepalaku pusing, jantungku berdebar-debar, dan tanganku gemetaran. Pakar rumah sakit provinsi mendiagnosisnya sebagai penyakit jantung ventrikel fibrilasi, yang artinya aku tak bisa menangani bahkan rangsangan sekecil apa pun, dan tidak ada bukti penyembuhan yang terdokumentasi. Itu hanya bisa dikendalikan dengan perawatan kardiovaskular khusus. Perkataan mereka sangat mengejutkanku. Rasanya tak ada harapan. Kupikir, aku masih sangat muda, tapi sudah mengidap penyakit yang tak dapat disembuhkan. Apa gunanya uang dan ketenaran? Semua itu sama sekali tak mengurangi rasa sakitku. Lalu kupikir, aku mengobati penyakit orang lain setiap hari, tapi tak mampu menyembuhkan penyakitku sendiri. Aku merasa sangat tersiksa dan sedih. Ketika tak bisa tidur di malam hari, aku hanya menatap langit-langit dan menangis secara diam-diam. Aku merasa hidup seperti ini terlalu sulit dan melelahkan. Aku juga merasa sangat tak berdaya. Aku merasa hidupku baru saja dimulai ketika mengidap penyakit ini, dan tak tahu bagaimana aku akan hidup di masa depan. Apa gunanya melanjutkan hidup seperti ini?

Tepat ketika aku kesakitan dan tak berdaya, keselamatan dari Tuhan Yesus datang kepadaku. Setelah percaya kepada Tuhan, penyakit jantung dan insomniaku selama bertahun-tahun disembuhkan secara ajaib. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena memberiku anugerah yang begitu besar. Untuk membalas kasih Tuhan, aku secara aktif pergi ke pertemuan dan memberitakan Injil. Pada Juli 2006, aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman dan menyambut kedatangan Tuhan kembali. Aku sangat senang. Dengan makan dan minum firman Tuhan Yang Mahakuasa, aku memahami misteri tiga tahap pekerjaan Tuhan, tujuan rencana pengelolaan Tuhan, dan juga bahwa Tuhan melakukan pekerjaan penghakiman pada akhir zaman untuk menyelamatkan kita dari dosa dan pengaruh kegelapan Iblis, membuat kita diselamatkan oleh Tuhan, dan akhirnya membawa kita masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Dalam firman Tuhan, aku melihat harapan untuk diselamatkan dan memasuki Kerajaan surga, dan firman Tuhan Yang Mahakuasa bagaikan makanan bagi jiwaku yang kelaparan. Suatu hari, aku membaca bagian firman Tuhan Yang Mahakuasa ini, "Sadarkah engkau akan beban yang engkau pikul, akan amanatmu, dan tanggung jawabmu? Di manakah rasa bermisimu yang bersejarah itu? Bagaimana engkau akan melayani secara memadai sebagai seorang tuan di masa yang akan datang? Apakah engkau memiliki rasa pertuanan yang kuat? Bagaimana engkau akan menjelaskan tentang tuan atas segala sesuatu? Apakah itu berarti benar-benar tuan atas semua makhluk hidup dan atas semua hal jasmani di dunia? Rencana apa yang engkau miliki bagi kemajuan tahap pekerjaan berikutnya? Berapa banyak orang yang menantikanmu untuk menjadi gembala mereka? Apakah tugasmu berat? Mereka miskin, menyedihkan, buta, dan bingung, meratap dalam kegelapan—di manakah jalan itu? Betapa mereka merindukan terang, seperti bintang jatuh, yang tiba-tiba turun dan melenyapkan kekuatan kegelapan yang telah menindas manusia bertahun-tahun lamanya. Siapa yang dapat mengetahui betapa resahnya mereka berharap, dan bagaimana mereka bertahan, siang dan malam, untuk hal ini? Bahkan di hari ketika cahaya melintas, orang-orang yang sangat menderita ini tetap terkurung di penjara bawah tanah yang gelap, tanpa harapan kebebasan; kapankah mereka akan berhenti menangis? Yang mengerikan adalah kemalangan dari roh-roh yang rapuh ini, yang tidak pernah diberi istirahat, dan yang sudah lama diikat dalam keadaan seperti ini oleh ikatan tanpa ampun dan sejarah yang membeku. Dan, siapa yang pernah mendengar suara ratapan mereka? Siapa yang pernah melihat keadaan mereka yang menyedihkan? Pernahkah terlintas dalam benakmu betapa sedih dan cemasnya hati Tuhan? Bagaimana Dia sanggup menyaksikan manusia lugu yang telah Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, menderita siksaan seperti itu? Manusia, bagaimanapun juga, adalah korban yang telah diracuni. Dan walaupun manusia telah bertahan hingga sekarang, siapa yang pernah mengetahui bahwa umat manusia sudah lama diracuni oleh si jahat? Sudah lupakah engkau bahwa engkau adalah salah satu dari korban-korban itu? Bersediakah engkau berjuang, demi kasihmu kepada Tuhan, untuk menyelamatkan orang-orang yang bertahan ini? Tidak bersediakah engkau mencurahkan segenap tenagamu untuk membalas kebaikan Tuhan, yang mengasihi manusia seperti darah dan daging-Nya sendiri?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Bagaimana Seharusnya Engkau Mengelola Misimu yang akan Datang?"). Firman Tuhan menginspirasiku. Dia berharap kita akan bangkit dan mengabarkan Injil Tuhan kepada mereka yang masih dalam kegelapan dan sangat merindukan penampakan Tuhan, agar mereka dapat kembali ke rumah Tuhan, menerima keselamatan Tuhan, dan tidak lagi mengalami gangguan Iblis. Kasih Tuhan bagi umat manusia benar-benar sangat besar! Ketika merenungkan betapa beruntungnya aku mendengar suara Tuhan dan menyambut-Nya, aku ingin memberitakan Injil kepada orang-orang di gereja asliku dan memberi tahu mereka Tuhan telah datang kembali. Jadi, aku memberitakan Injil saat melakukan pekerjaanku. Pada waktu itu, berkat pekerjaan besar Roh Kudus, para pemimpin dan rekan sekerja, dan beberapa orang percaya dari lima gereja denominasi asliku semuanya menerima pekerjaan baru Tuhan dan mendirikan gereja baru. Aku terpilih sebagai diaken dan ditugaskan memimpin pekerjaan gereja. Aku melihat berkat dan bimbingan Tuhan, dan ini membuatku sangat bersemangat. Kupikir, "Aku akan berupaya sebaik mungkin untuk melakukan pekerjaan gereja untuk membawa lebih banyak orang kembali ke rumah Tuhan."

Pada Maret 2007, suatu hari, pengawas berkata mereka ingin melatihku menjadi pemimpin gereja. Aku sedikit ragu-ragu. Menjadi pemimpin gereja berarti bertanggung jawab atas pekerjaan seluruh gereja, yang berarti aku mungkin tak punya waktu untuk pergi bekerja, dan mungkin tak bisa mempertahankan pekerjaanku. Bukankah itu berarti kerja kerasku selama bertahun-tahun akan sia-sia? Selain itu, suamiku pasti akan membuat masalah bagiku. Jadi, dengan pemikiran ini, aku tidak menerima tugas itu pada waktu itu. Setelah itu, aku merasa sangat bersalah. Aku selalu merasa berutang kepada Tuhan. Aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia membimbingku untuk mengenal diriku sendiri. Setelah berdoa, aku membaca satu bagian firman Tuhan, "Seandainya Aku menaruh sejumlah uang di hadapanmu sekarang ini dan memberimu kebebasan untuk memilih—dan seandainya Aku tidak menghukummu karena pilihanmu—maka sebagian besar darimu akan memilih uang dan meninggalkan kebenaran. Orang yang lebih baik di antaramu akan meninggalkan uang dan memilih kebenaran dengan enggan, sedangkan mereka yang berada di tengah-tengah akan merebut uang itu dengan satu tangan dan kebenaran dengan tangan yang lain. Bukankah dengan demikian karakter aslimu akan terbukti dengan sendirinya? Ketika memilih antara kebenaran dan apa pun yang kepadanya engkau semua setia, engkau akan membuat pilihan ini, dan sikapmu akan tetap sama. Bukankah demikian halnya? Bukankah banyak di antaramu yang maju mundur antara benar dan salah? Dalam pertandingan antara positif dan negatif, hitam dan putih, engkau semua tentu sadar akan pilihan-pilihan yang sudah engkau buat antara keluarga dan Tuhan, anak-anak dan Tuhan, perdamaian dan perpecahan, kekayaan dan kemiskinan, status tinggi dan status biasa, didukung dan disisihkan, dan sebagainya. ... Tahun-tahun penuh dedikasi dan upaya tampaknya tidak membawa apa-apa bagi-Ku selain engkau semua meninggalkan-Ku dan sikap putus asamu, tetapi harapan-Ku terhadapmu semakin bertumbuh setiap hari, karena hari-Ku sudah sepenuhnya disingkapkan di hadapan semua orang. Namun, engkau semua berkeras hati mencari hal-hal yang gelap dan jahat, dan menolak untuk melepaskan hal-hal tersebut. Lalu, akan seperti apa kesudahanmu? Pernahkah engkau semua memperhatikan hal ini dengan saksama? Jika engkau semua diminta untuk memilih kembali, apa pendirianmu nanti?" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kepada Siapakah Engkau Setia?"). Saat aku merenungkan firman Tuhan, aku merasa sangat malu. Seolah-olah Tuhan sedang menghakimiku berhadapan muka. Aku berkata ingin memuaskan Tuhan, tapi ketika benar-benar harus membuat pilihan, untuk mempertahankan pekerjaan dokter yang diinginkan, aku menolak tugasku. Aku sadar yang paling kuhargai bukanlah Tuhan, tapi gengsi dan status. Aku mengikuti Iblis, setia kepada Iblis, dan memberontak terhadap Tuhan. Ketika memikirkan hal ini, aku merasa sangat bersalah. Aku benar-benar ingin membuat pilihan yang berbeda, meninggalkan pekerjaanku, dan mengorbankan diri untuk Tuhan. Namun, aku juga tahu, jika aku berhenti dari pekerjaanku, keluargaku pasti tidak setuju, dan aku masih tak mampu melepaskannya. Aku hanya bisa datang ke hadapan Tuhan dan berdoa, memohon Tuhan memimpin dan membimbingku. Setelah berdoa, aku teringat lagu firman Tuhan yang berjudul, "Hidup yang Paling Berarti." "Engkau adalah makhluk ciptaan—engkau tentu saja harus menyembah Tuhan dan mengejar kehidupan yang bermakna. Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan dirimu bagi Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan tanpa ragu-ragu menerima sedikit penderitaan yang engkau alami sekarang dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub dan Petrus. Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar dan yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negara si naga merah yang sangat besar, mereka yang Tuhan sebut orang benar. Bukankah itu kehidupan yang paling bermakna?" (Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru). Saat menyanyikan lagu pujian ini, aku merasakan perasaan menyalahkan diri sendiri di hatiku. Aku makhluk ciptaan, semua yang kumiliki berasal dari Tuhan, aku telah menikmati anugerah tak terbatas dari Tuhan, dan telah menerima pembekalan begitu banyak firman hidup dari Tuhan, tapi aku tak mau membalas kasih Tuhan. Demi pekerjaan dan masa depanku sendiri, aku bahkan menolak tugas itu. Bagaimana aku bisa berkata memiliki hati nurani? Aku teringat Ayub. Dia terkenal di Timur dan memiliki kekayaan besar, tapi tidak menghargai ketenaran dan kekayaan. Dia mampu menaati pengaturan dan penaatan Tuhan bahkan ketika dia kehilangan segalanya, berdiri teguh dalam kesaksiannya, dan mempermalukan Iblis. Dan Petrus, ketika dia mendengar panggilan Tuhan Yesus, dia meninggalkan segalanya dan mengikut Tuhan. Dia memberitakan dan bersaksi tentang Injil Tuhan Yesus di mana-mana, dia mengejar kasih Tuhan dan memuaskan Tuhan, dan akhirnya disempurnakan oleh Tuhan. Kupikir, "Aku harus meniru mereka, menerima tugas, melepaskan kepentinganku sendiri, dan tidak memikirkan prospek masa depanku." Setelah merenungkan hal ini, aku berdoa kepada Tuhan, memohon Dia memberiku keyakinan dan kekuatan, dan membuka jalan bagiku. Kemudian, karena kebisingan terus-menerus dari pasien di bagian rawat inap, aku mengalami serangan jantung. Aku mengambil kesempatan ini untuk meminta cuti selama setengah tahun dan mulai memenuhi tugasku sepenuh waktu.

Namun, cuti setengah tahunku berlalu dengan cepat, dan kepala rumah sakit memanggilku kembali bekerja. Pada waktu itu, pekerjaan penginjilan di gereja agak sibuk, jadi aku mendiskusikannya dengan suamiku dan memutuskan untuk kembali bekerja tahun depan. Namun dua bulan kemudian, rumah sakit berulang kali mendesakku kembali bekerja, atau mereka tak dapat menjamin pekerjaanku. Suamiku juga mulai mendesakku kembali bekerja. Pada titik ini, aku sedikit khawatir, "Apa yang harus kulakukan? Jika tidak pergi bekerja, aku akan dipecat pada akhir tahun. Jika itu terjadi, bukankah kerja kerasku selama bertahun-tahun akan sia-sia? Namun, jika aku pergi bekerja, waktu melaksanakan tugasku akan terbatas. Jika aku tak mampu melaksanakan tugasku dengan sungguh-sungguh, pekerjaan gereja akan terpengaruh." Dengan pemikiran ini, aku tak mau kembali bekerja. Suamiku tak bisa lagi membujukku, jadi dia menelepon kakak laki-lakiku dan istrinya untuk meminta mereka membujukku. Kakakku berkata, "Tahan saja dia di rumah. Jangan biarkan dia keluar. Jika kau tak mampu mengendalikannya, patahkan kakinya. Meskipun dia lumpuh, selama dia di rumah, dia bisa mempertahankan pekerjaannya. Jika dia kehilangan pekerjaannya, kita kehilangan segalanya." Ketika mendengar hal ini, itu menghancurkan hatiku. Kupikir, "Karena kepercayaanku kepada Tuhan dan menempuh jalan yang benar, inilah cara kalian memperlakukanku. Dahulu, ketika aku sukses di pekerjaan, kalian semua senang menikmati kesuksesanku dan menyambutku dengan senyuman. Sekarang kalian melihat bahwa kalian tak dapat memperoleh apa pun dari kepercayaanku kepada Tuhan dan melaksanakan tugasku, jadi kalian bergabung untuk menghentikanku dan mengatakan hal-hal yang tak berperasaan seperti itu." Makin kupikirkan, makin aku merasa kesal. Aku merasakan ketidakpedulian kasih sayang manusia. Namun kemudian kupikir, "Apa yang akan kulakukan jika rumah sakit benar-benar memecatku?" Aku berdoa dalam hati, dan kemudian aku teringat satu bagian firman Tuhan. "Maksud-maksud-Ku telah diungkapkan kepadamu, dan engkau tidak boleh mengabaikannya. Sebaliknya, engkau harus memusatkan seluruh perhatianmu pada maksud-maksud-Ku, dan menyingkirkan semua hal lainnya untuk mengikuti dengan segenap hatimu. Aku akan selalu menjagamu dalam tangan-Ku. Jangan selalu merasa takut dan dikendalikan oleh suamimu atau istrimu; engkau harus membiarkan kehendak-Ku dilaksanakan" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Perkataan Kristus pada Mulanya, Bab 9"). Firman Tuhan memberiku keyakinan dan kekuatan. Tuhan adalah Sang Pencipta, dan Tuhan berdaulat atas segala sesuatu. Entah dipecat dari rumah sakit atau tidak itu terserah pengaturan Tuhan yang berdaulat. Aku percaya Tuhan pasti membuka jalan bagiku. Aku tidak boleh dikendalikan suamiku. Bagaimanapun keluargaku menganiayaku, aku mau berdiri teguh untuk memuaskan Tuhan. Aku merenungkan kasih Tuhan dan ketidakegoisan Tuhan, dan menjadi jauh lebih termotivasi. Tuhan berfirman: "Tuhan selamanya bersusah payah demi kelangsungan hidup umat manusia, tetapi manusia tidak pernah bersumbangsih apa pun demi terang atau untuk kebenaran. Sekalipun manusia berupaya selama beberapa waktu, upaya itu tidak sanggup menahan satu hantaman pun, karena upaya manusia selalu demi dirinya sendiri dan bukan untuk orang lain. Manusia selalu egois, sedangkan Tuhan selamanya tidak pernah mementingkan diri sendiri" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Sangatlah Penting untuk Memahami Watak Tuhan"). Manusia yang rusak selalu egois, tapi Tuhan tidak mementingkan diri sendiri. Bagaimanapun Tuhan bekerja, yang Dia lakukan hanyalah demi hidup manusia, dan semua itu untuk membantu kita memahami kebenaran dan menuntun kita ke jalan yang benar dalam hidup agar kita dapat diselamatkan oleh-Nya. Seberapa banyak pun yang Tuhan lakukan untuk manusia, Dia tak pernah meminta apa pun dari kita. Dia melakukan semua ini untuk kita tanpa menonjolkan diri. Sebaliknya, aku melakukan segalanya untuk diriku sendiri, demi keuntunganku sendiri. Aku tahu melaksanakan tugasku dan menangani pekerjaan gereja dengan baik adalah tanggung jawab dan kewajibanku, tapi aku takut jika kehilangan pekerjaan, aku akan kehilangan ketenaran, kekayaan, dan keharmonisan keluargaku, jadi aku menolak tugas itu. Aku egois, hina, dan tak punya kemanusiaan! Selain itu, melalui penganiayaan keluargaku, aku juga memahami lebih banyak melalui emosi di antara orang-orang. Dahulu, keluargaku memperlakukanku dengan baik karena aku memiliki pekerjaan yang bagus. Aku bisa membantu mereka dan membuat mereka terlihat baik, jadi mereka menyambutku dengan senyuman. Sekarang aku memberitakan Injil dan menghadapi kehilangan pekerjaanku, tak ada untungnya bagi mereka, maka mereka menganiaya dan membatasiku. Bagaimana bisa ada kasih di antara orang-orang? Hanya ada transaksi dan pertukaran. Kasih akan keluarga juga didasarkan pada kepentingan. Mereka hanya memaksaku untuk mengejar uang, ketenaran, dan kesenangan daging. Ini bukan kasih untukku. Ini merugikan dan menghancurkanku. Setelah memahami hal ini, aku tak mau lagi melayani Iblis. Aku hanya ingin melaksanakan tugasku dengan baik dan membalas kasih Tuhan.

Tiba-tiba, suamiku melarangku meninggalkan rumah. Bahkan mengancamku, "Jika kau tak setuju untuk pergi bekerja, aku takkan mengizinkanmu percaya kepada Tuhan, dan takkan membiarkan orang yang percaya Tuhan datang ke rumah kita." Dia juga berkata aku tak boleh menyalahkannya karena bersikap kasar jika aku kehilangan pekerjaan. Setelah mendengar dia mengatakan itu, kupikir, "Jika aku tidak memenuhi tuntutannya, dia akan mengurungku di rumah. Aku takkan dapat memiliki kehidupan bergereja atau memenuhi tugasku." Jadi aku harus berjanji padanya untuk kembali bekerja di rumah sakit. Namun, kepala rumah sakit khawatir suara pasien bisa membuatku terkena serangan jantung lagi, jadi mereka memindahkanku bekerja di departemen rawat jalan rumah sakit umum. Bahkan ketika tak ada pekerjaan, aku harus duduk di kantor, dan aku tak bisa melaksanakan tugasku seperti itu. Setiap hari, aku duduk sendirian di kantor dengan perasaan gelisah. Aku memikirkan betapa mendesaknya pekerjaan gereja sedangkan aku tertahan di sana. Aku tahu pekerjaan gereja akan tertunda dan hidup saudara-saudariku akan menderita, dan aku merasa sangat bersalah. Aku berkata ingin melaksanakan tugasku dengan baik untuk memuaskan Tuhan, tapi begitu suamiku menganiaya dan menghalangiku, aku menyerah. Bagaimana aku bisa berkata setia dan taat kepada Tuhan? Makin kupikirkan, makin aku merasa sedih, sampai tak mampu menghentikan air mataku. Saat itu, aku berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku ingin melaksanakan tugasku dan mengorbankan diri untuk-Mu, tapi aku terkekang oleh suamiku dan lingkunganku. Kumohon berilah aku keyakinan dan kekuatan." Setelah berdoa, aku membaca satu bagian firman Tuhan, "Jika orang memiliki pemahaman yang murni tentang watak Tuhan, jika mereka mampu memahami bahwa watak Tuhan itu nyata, bahwa watak Tuhan itu sungguh-sungguh kudus, dan sungguh-sungguh benar, dan jika mereka mampu memuji kekudusan dan kebenaran Tuhan dengan segenap hati, maka mereka akan benar-benar mengenal Tuhan, dan akan memperoleh kebenaran. Hanya orang yang mengenal Tuhan-lah yang hidup di dalam terang. Dan efek langsung mengenal Tuhan adalah orang menjadi mampu untuk sungguh-sungguh mengasihi dan menaati Tuhan. Dalam diri orang-orang yang memahami kebenaran dan memperoleh kebenaran, terjadi perubahan nyata dalam pandangan dunia dan pandangan hidup mereka, diikuti dengan adanya perubahan nyata dalam watak hidup mereka. Ketika orang memiliki tujuan hidup yang benar, mampu mengejar kebenaran, dan berperilaku sesuai dengan kebenaran, ketika mereka sepenuhnya tunduk kepada Tuhan dan hidup berdasarkan firman-Nya, ketika jiwa mereka yang terdalam merasa damai dan diterangi, ketika hati mereka bebas dari kegelapan, dan ketika mereka mampu hidup sepenuhnya bebas dan tidak terkekang di hadirat Tuhan, baru setelah itulah, mereka akan menjalani kehidupan manusia sejati, dan baru setelah itulah, mereka menjadi orang yang memiliki kebenaran dan kemanusiaan. Selain itu, semua kebenaran yang telah kauperoleh dan pahami berasal dari firman Tuhan dan dari Tuhan itu sendiri. Hanya ketika engkau memperoleh perkenanan Tuhan Yang Maha Tinggi—Tuhan Sang Pencipta, dan Dia berkata bahwa engkau adalah makhluk ciptaan yang memenuhi syarat yang hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati, barulah hidupmu akan menjadi yang paling berarti dari semuanya. Memiliki perkenanan Tuhan artinya engkau telah memperoleh kebenaran, dan engkau adalah seseorang yang memiliki kebenaran dan kemanusiaan" (Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia, Vol. 2, Cara Mengenal Natur Manusia). Setelah merenungkan firman Tuhan, aku mengerti dalam hidup kita, hanya mengejar kebenaran, mengenal Tuhan, dan mendapatkan perkenanan Sang Pencipta barulah dapat dianggap sebagai sesuatu yang mulia. Hanya inilah kehidupan nyata, dan inilah yang harus kupilih. Aku sangat ingin belajar ilmu kedokteran untuk mengejar ketenaran dan kekayaan duniawi. Setelah berhasil, aku dihargai oleh para pemimpin dan kolegaku, dan sangat dihormati oleh kerabat dan temanku, tapi apa gunanya memiliki hal-hal itu bagiku? Sebanyak apa pun ketenaran atau kekayaan materi yang kumiliki, itu tak dapat mengisi kekosongan dalam jiwaku. Itu membuat tubuhku lelah dan sakit, hidupku tetap tidak bermakna dan sengsara, dan tak merasakan kedamaian atau sukacita. Aku teringat bagaimana, setelah menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman, dengan makan dan minum firman Tuhan, menjalani kehidupan bergereja, dan melaksanakan tugasku, aku secara tak sadar mulai memahami kebenaran. Aku tahu bagaimana berperilaku, bagaimana menyembah Tuhan, dan bagaimana melepaskan diri dari watak yang rusak dan hidup dalam kemanusiaan yang normal. Semua ini membuatku merasa sangat tenang dan bebas. Aku mengerti manusia adalah makhluk ciptaan, serta hanya dengan hidup di hadirat Tuhan dan memahami kebenaran, orang dapat memiliki kedamaian dan kebahagiaan. Jika tidak, bagaimanapun cara orang hidup, hidup mereka selalu kosong dan menderita. Pada titik ini, aku mengerti, Tuhan mengizinkan penganiayaan yang kuhadapi dari keluargaku. Melalui lingkungan ini, aku dipaksa datang ke hadapan Tuhan untuk mengandalkan Tuhan dan mencari kebenaran, yang membuatku dengan jelas memahami rasa sakit hidup di bawah kekuasaan Iblis, dan membuatku mampu memilih untuk mengikuti Tuhan dan menempuh jalan mengejar kebenaran. Begitu memahami maksud baik Tuhan, hatiku menjadi cerah. Aku juga dibebaskan dari kendali keluarga, meninggalkan rumah sakit, dan melaksanakan tugasku sepenuh waktu di gereja.

Suatu hari pada Desember 2007, ketika aku pulang dari tugasku, suamiku sangat marah. Dia berkata, "Rumah sakit menelepon. Mereka berkata jika kau tidak pergi bekerja, kau akan dipecat. Kau harus kembali ke pekerjaanmu sekarang. Jika kehilangan pekerjaan, kau akan kehilangan pensiun dan semua fasilitasmu!" Aku sedikit terganggu ketika mendengar hal ini. Kupikir, "Benar. Sejak masih kecil, aku bermimpi menjadi dokter yang ahli dan menjadi terkenal. Setelah berjuang begitu keras, aku memiliki ketenaran dan kekayaan. Jika menyerah sekarang, aku takkan lagi memiliki apa pun." Pemikiran itu membuatku tidak yakin harus berbuat apa, jadi aku berdoa dalam hati kepada Tuhan, "Ya Tuhan, kupikir aku telah melepaskan gengsi, kekayaan, dan status. Namun, kini aku benar-benar harus melepaskan pekerjaanku, aku masih sedikit sedih. Tuhan, kumohon bimbinglah aku untuk memahami kebenaran dan tidak dikendalikan oleh hal-hal ini." Setelah berdoa, aku membaca satu bagian firman Tuhan. "Iblis menggunakan ketenaran dan keuntungan untuk mengendalikan pikiran manusia, sampai satu-satunya yang orang pikirkan adalah ketenaran dan keuntungan. Mereka berjuang demi ketenaran dan keuntungan, menderita kesukaran demi ketenaran dan keuntungan, menanggung penghinaan demi ketenaran dan keuntungan, mengorbankan semua yang mereka miliki demi ketenaran dan keuntungan, dan mereka akan melakukan penilaian atau mengambil keputusan demi ketenaran dan keuntungan. Dengan cara ini, Iblis mengikat orang dengan belenggu yang tak kasat mata, dan mereka tidak punya kekuatan ataupun keberanian untuk membuang belenggu tersebut. Mereka tanpa sadar menanggung belenggu ini dan berjalan maju dengan susah payah. Demi ketenaran dan keuntungan ini, umat manusia menjauhi Tuhan dan mengkhianati Dia dan menjadi semakin jahat. Jadi, dengan cara inilah, generasi demi generasi dihancurkan di tengah ketenaran dan keuntungan Iblis. Sekarang melihat tindakan Iblis, bukankah motif jahat Iblis benar-benar menjijikkan? Mungkin hari ini engkau semua masih belum dapat memahami motif jahat Iblis karena engkau semua berpikir orang tidak dapat hidup tanpa ketenaran dan keuntungan. Engkau berpikir jika orang meninggalkan ketenaran dan keuntungan, mereka tidak akan mampu lagi melihat jalan di depan, tidak mampu lagi melihat tujuan mereka, bahwa masa depan mereka akan menjadi gelap, redup, dan suram. Namun, perlahan-lahan, engkau semua suatu hari nanti akan menyadari bahwa ketenaran dan keuntungan adalah belenggu mengerikan yang Iblis gunakan untuk mengikat manusia. Ketika hari itu tiba, engkau akan sepenuhnya menentang kendali Iblis dan sepenuhnya menentang belenggu yang Iblis gunakan untuk mengikatmu. Ketika saatnya tiba di mana engkau ingin membuang semua hal yang telah Iblis tanamkan dalam dirimu, engkau kemudian akan memutuskan dirimu sepenuhnya dari Iblis, dan engkau akan dengan sungguh-sungguh membenci semua yang telah Iblis bawa kepadamu. Baru setelah itulah, umat manusia akan memiliki kasih dan kerinduan yang nyata kepada Tuhan" (Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, "Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VI"). Hanya setelah membaca firman Tuhan barulah aku sadar betapa dalamnya Iblis telah menyiksaku. Ketenaran dan keuntungan telah menjadi hidupku, dan itu telah menjadi penghalang bagiku untuk menerapkan kebenaran. Sejak kecil, orang tuaku mengajariku untuk "lebih menonjol dari orang lain" dan "membawa kehormatan bagi nenek moyang kita", dan kupikir memiliki ketenaran dan keuntungan berarti aku menjalani hidup yang bermakna dan berharga. Aku menganggap ketenaran, keuntungan, dan status sebagai hal yang positif, dan bahwa itulah satu-satunya tujuan yang harus kukejar dalam hidup, jadi aku berfokus mengejar ketenaran, keuntungan, uang, dan kesenangan. Pada akhirnya, aku hanya menyiksa diriku sendiri sampai kelelahan. Gengsi dan status hanyalah tipu muslihat yang digunakan Iblis untuk merusak dan menelan manusia. Aku teringat kasus kolegaku, yang meninggal secara tragis dalam pengejaran akan ketenaran dan kekayaan. Dia direktur departemen rawat jalan, mengabdikan diri untuk bekerja keras dalam kariernya. Dia selalu pulang larut malam. Dia ingin tinggal untuk merawat pasien dan menghasilkan lebih banyak uang. Pada akhirnya, dia memiliki ketenaran dan uang, tapi suatu malam, dia pulang kerja sangat larut, dia sedang berjalan di sepanjang jalan dalam keadaan sangat lelah, sebuah mobil menabraknya, dan dia meninggal. Aku memiliki kolega lain yang menjadi kepala perawat di usia muda. Bagi orang lain, masa depannya tampak tak terbatas, tapi dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dalam perjalanan pulang, dia masih berbicara dengan koleganya tentang pekerjaan, perhatiannya teralihkan saat melintasi rel kereta api. dan tewas ditabrak kereta api yang melaju kencang ketika baru berusia dua puluhan. Saat teringat pengalaman para kolegaku, aku mulai gemetar ketakutan. Mereka ini juga sangat dihormati dan dihargai oleh orang-orang di rumah sakit. Namun, tanpa pemeliharaan dan perlindungan Tuhan, apa gunanya ketenaran dan kekayaan? Gengsi dan status sebenarnya sarana Iblis untuk merusak dan mencelakakan orang. Semua itu perangkap yang dipasang Iblis untuk mencobai orang agar mengejar ketenaran dan kekayaan sepanjang hidup mereka, sehingga akhirnya jauh dari Tuhan dan keselamatan Sang Pencipta. Aku dibelenggu dan dikendalikan oleh gengsi dan status, sehingga tak pernah mampu membuat pilihan yang benar antara pekerjaanku dan tugasku. Sangat disayangkan! Pekerjaan Tuhan pada akhir zaman untuk menyelamatkan manusia adalah kesempatan sekali seumur hidup, dan kini aku telah menerima jalan yang benar berkat kasih karunia Tuhan, tapi tak menghargai kesempatan melaksanakan tugasku untuk memperoleh kebenaran. Jika melewatkan kesempatan ini, bukankah aku hanya akan menghancurkan diriku sendiri? Bukankah ini sama sekali bodoh?

Aku teringat satu bagian firman Tuhan. "Sebagai seorang yang normal dan yang berupaya keras untuk mengasihi Tuhan, masuk ke dalam kerajaan untuk menjadi salah satu dari antara umat Tuhan adalah masa depanmu yang sejati dan suatu kehidupan yang paling berharga dan penting; tidak ada yang lebih diberkati dari dirimu. Mengapa Kukatakan demikian? Sebab mereka yang tidak percaya kepada Tuhan hidup untuk daging, dan mereka hidup untuk Iblis, tetapi sekarang, engkau hidup untuk Tuhan, dan hidup untuk melakukan kehendak Tuhan. Itu sebabnya Kukatakan bahwa hidupmu adalah hidup yang paling bermakna" (Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Kenalilah Pekerjaan Terbaru Tuhan dan Ikutilah Jejak Langkah-Nya"). Firman Tuhan memberiku jalan penerapan. Sekarang ini, berusaha memenuhi tugas makhluk ciptaan di gereja adalah jalan hidup yang benar untuk dipilih, dan inilah hidup paling bermakna. Aku telah dirusak dan ditipu Iblis sebelumnya, dan hidup berdasarkan falsafah Iblis. Aku mengejar ketenaran dan kekayaan dengan sepenuh hati, dan mengalami penipuan dan gangguan Iblis. Firman Tuhan memperlihatkan kepadaku akibat dan esensi mengejar ketenaran, kekayaan, dan status, dan membuatku mengerti bahwa ini cara Iblis untuk merusak dan menelan manusia. Sekarang, pekerjaan Tuhan pada akhir zaman sudah hampir berakhir, Rencana pengelolaan Tuhan akan segera berakhir, dan bencana besar telah dimulai. Kita hanya bisa selamat dari bencana ini dengan mengejar kebenaran. Jika tidak mengejar kebenaran, dan menggunakan waktu yang berharga dan singkat ini untuk mengejar ketenaran dan kekayaan, pada akhirnya, aku pasti tak pernah memperoleh kebenaran dan hidup yang diberikan oleh Tuhan, juga tidak akan diselamatkan oleh Tuhan. Maka kepercayaanku kepada Tuhan akan sia-sia, dan aku pasti menyesalinya selama sisa hidupku. Sebagaimana Tuhan Yesus berkata, "Karena apa untungnya jika seseorang mampu mendapatkan seluruh dunia, dan kehilangan jiwanya sendiri? Atau apa yang bisa diberikan seseorang sebagai ganti jiwanya?" (Matius 16:26). Aku tahu aku harus menghargai kesempatan sekali seumur hidup ini. Aku tak boleh lagi sibuk demi dagingku. Selama masa penting pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan manusia ini, aku harus memanfaatkan momen ini untuk mengejar kebenaran dan melaksanakan tugasku sebagai makhluk ciptaan. Inilah cara hidup yang paling berharga dan bermakna. Dengan pemikiran ini, kuputuskan berhenti dari pekerjaan dan mulai melaksanakan tugasku sepenuh waktu. Ketika memberi tahu suamiku tentang keputusanku, dia berkata tanpa daya, "Dalam beberapa tahun terakhir, aku telah mengupayakan segala cara untuk membuatmu pergi bekerja dan mempertahankan pekerjaan ini. aku hanya ingin kau menghasilkan lebih banyak uang sehingga kita dapat menjalani kehidupan yang baik. Namun, di hatimu hanya ada Tuhanmu. Aku tak bisa lagi mengendalikanmu. Terserah kau kelak." Setelah itu, aku pergi ke rumah sakit untuk mengurus prosedur pengunduran diri. kepala rumah sakit berusaha menghentikanku berulang kali, berkata, "Menjadi dokter adalah pekerjaan yang aman, dan rumah sakit tidak akan pernah tutup. Sangat sulit mendapatkan pekerjaan di rumah sakit sekarang. Selain itu, kau adalah karyawan penting di sini, dan memiliki masa depan yang cerah. Gaji sedang naik sekarang, dan akan ada berbagai macam fasilitas baru. Pikirkan baik-baik tentang hal ini!" Aku tahu ini pencobaan Iblis, Iblis ingin memakai dia untuk memikatku menjauh dari Tuhan dan membuatku mengkhianati Tuhan, Aku takkan tertipu oleh tipu muslihatnya. Jadi, kunyatakan sikapku kepada kepala rumah sakit, dan yang bisa dia lakukan hanyalah mengurus prosedur pengunduran diri untukku. Setelah melepaskan pekerjaanku dan kembali melaksanakan tugasku, aku merasakan kelegaan yang mendalam. Aku tak lagi terikat dan dikendalikan oleh pekerjaan, dan memiliki lebih banyak waktu untuk makan dan minum firman Tuhan dan melaksanakan tugasku. Bimbingan firman Tuhan membebaskanku dari belenggu dan kendali ketenaran dan status dan memberiku arah yang benar dalam hidup.

Selanjutnya: Pilihan yang Benar

3. Jika Anda bersedia menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan dan mendapatkan bantuan Tuhan, klik tombol untuk bergabung dalam kelompok belajar.

Konten Terkait

Pilihan yang Benar

Oleh Saudara Shun Yi, Tiongkok Aku dilahirkan di desa pegunungan terpencil, dalam keluarga dari beberapa generasi petani. Ketika masih...

Pertobatan Seorang Dokter

Oleh Saudara Yang Fan, Tiongkok Saat menjadi dokter, aku selalu berusaha keras bersikap baik dan profesional. Aku andal dalam pekerjaanku...